24. Jealous?

6 1 0
                                    

"Tumben banget nggak ke gedung IPA?" tanya Freya begitu melihat temannya langsung mengajak ke kantin.

Biasanya Aurel akan bertanya dahulu kepadanya dan Adel seperti ....

"Mau ke kantin gedung IPA nggak?"

"Anter gue ke gedung IPA, ya?"

"Makanan di gedung IPA lebih enak dari pada di gedung IPS tau, nggak adil. Mau nyoba nggak?"

Tapi kali ini tidak membahas tentang gedung IPA, perihal kenapa tidak mencari Bryan. Apapun tentang Bryan dan gedung IPA.

"Males aja, sih." Aurel menjawab pertanyaan Freya tanpa berniat ingin menjawab. Gadis itu cuek terhadap apa yang Freya ucapkan.

"Wah.... udah nyerah aja, nih?" sahut Adel. Yang tadinya berdiri di samping Aurel, kini melompat ke hadapan Aurel.

"Nyerah? Hmmm, nggak berniat gitu, sih. Cuma...."

"Cuma?"

Mendengar nada antusias Adel, Aurel jadi ragu menceritakan apa yang terjadi kemarin lusa. Dirinya sedikit merasa malu.

"Cuma ya.... pokoknya gue kangen makanan gedung IPS aja. Udah," jawab Aurel pada akhirnya.

Setelah mendapat tempat duduk di kantin dan memesannya bersama, Freya menatap Aurel yang lesu. "Lo tau nggak, kalau lo itu gampang ditebak?" tanyanya.

"Maksudnya?"

"Mulut lo emang bisa bohong, tapi ekspresi wajah dan mata lo nggak bisa. Jadi ada apa? Lo bikin kesalahan? Atau malah Bryan yang bikin salah?"

Dari dulu Adel selalu kagum betapa pekanya seorang Freya. Makannya, orang yang ekspresif akan sulit jika berbohong kepadanya. Contohnya Aurel, Adel pun sebenarnya demikian. Selalu was-was kalau ingin berbohong di depan Freya.

"Kayanya percuma, sih, gue kasih warning dari awal jangan ketawa, toh nantinya kalian juga bakalan ngetawain gue." Aurel menghela napasnya. Sangat hafal ketika dirinya melakukan kebodohan dan bercerita kepada mereka, akan di tertawakan.

"Ya, itu tergantung ceritanya lucu apa nggak."

Aurel mencebikkan bibirnya mendengar respon Freya. Gadis itu walaupun agak judes, jika tentang menertawakannya, Aurel rasa Freya lah yang merasa paling puas. Ini yang sangat menyebalkan bagi Aurel.

Sekali lagi Aurel menghela napas pasrah. "Oke gue ceritain, dan setelah mendengarnya, kalian boleh ngetawain gue sepuasnya."

Aurel menceritakannya, tentang dia yang diajari Matematika oleh Bryan, tentang dirinya yang diperlakukan sangat manis saat hendak pulang menuju kostan Bryan, lalu sampai Aurel tidak bisa mengerjakan soal yang Bryan beri hingga menangis sampai sesenggukan.

Yang tertawa paling kencang adalah Adel, bahkan sampai menggebrak-gebrak meja saking tak kuat menahan nya.

"Sumpah.... nangis di depan orang yang lo suka karena nggak bisa ngerjain soal Matematika, hahahaha." Adel terus tertawa sampai mengeluarkan air matanya.

Aurel mendecak. "Ya, tadinya gue nggak mau ketemu karena malu," balas Aurel dengan menatap datar ke arah Adel yang masih terbahak-bahak.

"Malu karena udah nangis, eh berharap dicari pula!" ejek Adel dan melanjutkan tawanya.

Tangan Aurel bergerak mencubit tangan Adel saking kesalnya, sudah menertawakannya, ditambah mengejeknya juga. Namun respon Adel malah makin tertawa terbahak-bahak.

Lalu bola matanya menangkap Freya yang hanya berdehem singkat sebagai respon. "Kenapa lo nggak ketawa? Padahal alesan gue males cerita itu karena nggak mau denger suara lo ketawa yang puas itu, nyebelin."

Don't Worry, I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang