28. "My Love."

17 1 0
                                    

"Kenapa harus malem?"

Bryan sedikit terkejut, pukul tujuh malam, ada yang mencarinya. Seingat dia, Reyhan tak mungkin datang, apalagi mereka sedang bertengkar. Walaupun sempat mengiriminya pesan, seperti jangan lupa makan.

Bryan mendecih, memangnya dia anak kecil apa? Sampai perlu diingatkan seperti itu?

"Ah.... nggak tau juga sebenernya, tapi gue pengennya sekarang."

Aurel datang dengan keranjang buah yang lumayan besar, Bryan menyuruhnya duduk di ruang tamu. Namun gadis itu menggeleng, Aurel malah mendekati Bryan yang lebih dulu duduk.

Tangan mungilnya menyibak poni yang menghalangi dahi Bryan. "Panas. Kamar lo di lantai berapa Bri?"

Mata Bryan melotot, lagi-lagi terkejut oleh apa yang akan dilakukan gadis didepannya ini. "Mau ngapain lo?" Tanpa sadar nadanya naik, menatap Aurel penuh curiga.

Namun, Aurel malah menghela nafas. "Bri, kamu lagi demam gini kenapa malah keluar kamar, sih?"

"Hah? Bukannya lo yang nyari gue?"

Aurel kikuk, tangannya menggaruk belakang kepalanya. "Iya, sih. Tapi kan kata Reyhan disini ada beberapa yang kenal sama deket sama lo, jadi mereka bisa nganter gue ke kamar lo daripada manggil lo yang lagi di kondisi kaya gini."

"Apaan, gue nggak papa."

"Cepetan deh kasih tau kamar lo dimana, kalo didiemin nanti demam lo bisa parah loh."

Melihat Bryan yang enggan memberi tahu, Aurel menjauhi Bryan. Berjalan ke belakang rumah yang disebut kostan ini, ia mendengar beberapa orang yang mengobrol disana. "Permisi kakak, kamar Bryan di lantai berapa?"

Salah satu dari mereka menoleh. "Oh Aurel ya?"

"Kok tau?"

Lelaki itu tertawa. "Sering denger dari Reyhan, dan beberapa kali lo juga pernah ke sini kan?"

"Iya."

"Kamar Bryan di lantai dua, nomor sembilan."

••••

Bryan sama sekali tidak protes. Seenaknya Aurel memasuki kamarnya, ia tahu kamarnya pasti bertanya kepada beberapa penghuni. Ia sebenarnya ingin sekali protes, tapi rasa pening di kepalanya sangat menggangu.

Dirinya dibaringkan di kasur, sedangkan Aurel entah kemana. Bryan tak tahu, mungkin ke dapur?

Sibuk dengan rasa pusingnya, Bryan terkejut saat kain basah menempel di dahinya.

"Ap-"

"Diem Bri, biar panasnya turun. Belum lo kompres ya?"

"Nggak."

"Bodoh banget, katanya pinter, masa lagi sakit gini doang nggak lo obatin."

Bryan kesal mendengar kata itu keluar dari mulut Aurel, namun sadar saat ini ia tidak bisa apa-apa, jadi hanya diam sembari menutup matanya.

"Udah makan?"

"Belum."

"DASAR BRYAN BODOH!" pekik Aurel, lalu setelahnya gadis itu keluar dari kamar Bryan.

"Apa, sih?! Lagi pusing juga pake teriak-teriak!"

Bryan kesal, sangat kesal. Padahal kemarin, kamarnya sangat hening, tidak semengganggu sekarang. Baguslah jika Aurel pergi, dia bisa istirahat dengan tenang.

••••

Baru sebentar Bryan tidur, tubuhnya sudah diguncang-guncang oleh seseorang.

"APA LAG-"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Don't Worry, I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang