19. Bertemu dia

8 1 0
                                    

"REL! AURELL!"

Teriakan seseorang yang memanggil namanya membuat Aurel langsung bangkit dari duduknya. Akhirnya ada seseorang yang mencarinya, yang bisa menjadi malaikat penolongnya.

"Kelinci, kita bakal keluar dari sini," seru Aurel sembari memainkan jari telunjuknya dihidung mungil kelinci yang kini digendongannya.

"DI SINII! GUE DI SINI!" teriak Aurel balik sembari berjalan mencari sumber suara. Sesekali menggaruk kaki yang gatal karena rumput ilalang, sesekali menyibak dedaunan pohon yang menghalangi jalan.

Dug ....

"Aduh–eh kelinci, jangan tinggalin gue sendiri," teriak Aurel kala kelinci itu melompat dan bergerak lincah menjauhi Aurel. Dengan susah payah Aurel berdiri tetapi selalu berakhir jatuh kembali. Sepertinya kakinya terkilir. Dengan galak Aurel memandang akar pohon yang menjadi dalang dirinya terjatuh. "Gara gara lo! Gue jadi di sini sendirian! Huaaa, gue nggak mau sendirian di sini, gue mau pul–"

"Berisik. Lo mau digangguin penunggu hutan?"

Sontak Aurel menggelengkan kepalanya. Mendongak, seketika Aurel berdiri, melupakan kakinya yang terkilir dan berhasil oleng membuat Aurel berteriak, "Bryan!"

"Teriak lagi gue biarin jatuh." Aurel langsung merapatkan bibirnya. Bryan tersenyum tipis, tangannya menarik tangan Aurel membuat Aurel menabrak dada bidangnya.

Sedetik keduanya menahan napas, sedetik kemudian langsung bergerak mundur.

"Shh," desis Aurel saat kakinya melangkah mundur.

"Kenapa?"

"Nggak tahu tapi kayaknya terkilir deh."

Bryan berjongkok dihadapan Aurel membuat Aurel membuka bibirnya dan seketika otaknya loading.

"Naik."

"Kemana?"

"Naik, buruan naik atau gue tinggal."

Aurel mengerucutkan bibirnya tetapi tetap menuruti perkataan Bryan. Naik ke punggungnya. "Bryan nggak asik, mainnya ancam-mengancam. Eh, Bri, gue berat nggak?"

"Menurut lo?" sahut Bryan tanpa menoleh, melanjutkan mencari jalan keluar dengan cahaya dari senter yang Bryan bawa.

"Enggak sih, kalo gue berat pasti lo udah nurunin gue pas gue naik tadi. Oh iya, kok lo bisa tau gue di sini, Bri?"

"Feeling."

"Bri, Bri."

"Hm."

"Bryan, Bryan. Lo tau nggak bedanya lo dengan bulan."

"Nggak."

"Kalo bukan ada di langit, kalo kamu ada di hatiku."

Gombalan Aurel berhasil membuat Bryan tersenyum. "Diajarin siapa?"

Aurel memiringkan kepalanya, menatap Bryan dari samping. "Apanya? Kebiasaan banget lo, Bri. Ngomong nggak pernah total, selalu setengah setengah."

"Ngegombalnya."

"Oh itu, nggak ada. Kan gue multitalenta. Ngegombal mah kecil bagi gue. Mau lagi nggak, Bri?"

"Nggak."

"Pasti mau. Bri, Bri. Kamu tau nggak nama panjangnya Ayla?"

Bryan mengerutkan dahinya. Adakah temannya yang bernama Ayla? Sepertinya tidak. Mungkin teman Aurel? Ah, tidak mungkin juga. Aurel kan selalu nemplok sama Adel dan Freya. Lalu siapa Ayla?

"Aylafyu."

Bryan terkekeh tanpa suara. Ada ada saja memang Aurel. Cahaya senter meredup lalu ...

Grep ....

Don't Worry, I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang