24❣

65 9 2
                                    

Bab 24 : Cinta atau hanya rasa bersalah?

Bahu Ardan merosot lemas seraya bersandar pada kursi kerjanya. Pikirannya kembali gusar mengingat sudah dua hari ini ia belum berkomunikasi lagi dengan Sena. Kata-kata apa yang pas untuk diucapkan nanti, dari mana ia harus memulai. Semua itu terulang dalam benaknya.

Jarum jam sudah menunjukan pukul empat sore, Ardan memutuskan untuk segera bergegas meninggalkan ruang kerjanya.

"Dan, mau kemana buru-buru banget?" Tanya Jeffyn yang juga sedang bersiap untuk pulang.

"Ada perlu." Jawaban singkat Ardan hanya mendapat tanggapan helaan napas pelan Jeffyn.











***

"Ardan?"
Sena terkejut melihat siapa yang datang saat pintu unitnya ia buka. Sena tak menyangka Ardan akan menemuinya setelah kejadian beberapa hari lalu. Ia pikir Ardan akan acuh dan menganggap semuanya selesai.

"Boleh aku masuk?"
Sejujurnya Ardan tidak punya tujuan yang pasti, ia hanya ingin menemui Sena untuk meyakinkan dirinya bahwa gadis itu baik-baik saja.

Lamunan Sena buyar, ia segera menggeser posisi berdirinya untuk mempersilakan Ardan masuk.

"Duduk dulu ya Dan, aku mau ke dapur ambilin kamu minum."

Ardan hanya menganggukan kepala seraya melepaskan jas yang ia kenakan.

"Ini Dan, cobain es dawet buatan kak Jissa." Sena meletakan segelas es dawet tersebut dihadapan Ardan.

"Kamu sakit Sena?" Tanya Ardan.

Sena yang sedang duduk disamping Ardan kemudian menggelengkan kepalanya.
"Nggak Dan."



"Hm gitu. Aku minumnya ya esnya." Ardan mulai menyeruput es dawet yang disediakan Sena. Rasa lega menyelimuti dirinya setelah yakin kalau Sena ternyata baik-baik saja.

"Gimana, enak nggak esnya?" Tanya Sena yang terdengar seperti penasaran.

Ardan mengangguk dengan cepat. "Enak, potongan buah nangkanya juga banyak."

Mendengar jawaban Ardan hati Sena merasa bangga. Ia kemudian tersenyum karena buatan Jissa tidak mengecewakan. "Kak Jissa mau nambah menu minuman tradisional di Kafenya, salah satunya es dawet."

"Oiya?"

Sena mengangguk yakin.

"Keren, jualan emang harus gitu harus sering-sering berinovasi. Apalagi Jissa pinter buat makanan dan minuman pasti bakal banyak pelanggannya." Ardan berucap sambil sesekali menikmati es miliknya.

"Dan."

"Iya?" Ardan menatap Sena dengan dua alis yang sudah terangkat.

"Aku cuti, nggak apa-apa kan?"

"Nggak masalah, itu memang hak kamu. Cuti adalah hak semua karyawan."

Tak ada yang memulai percakapan lagi. Sena hanya memainkan jarinya diujung kaos, sedangkan Ardan tengah fokus mengetik sesuatu pada layar ponselnya.

Karena Kamu | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang