39❣

53 10 0
                                    

Bab 39 : Fakta

"Sena!" Jissa terus mengetuk pintu kamar adik sepupunya tersebut sampai beberapa kali. Namun, seruannya seperti angin lalu.

Karena tak kunjung ada jawaban, Jissa membuka secara perlahan pintu kamar Sena. "Sena, bangun. Gue udah bikin sarapan tuh," ucap Jissa pelan.

Sena mengerjapkan matanya yang masih terasa berat untuk terbuka. "Jam berapa sekarang Kak?"

"Jam delapan."

"Malem?"

"Pagi, ya kali lo tidur dari malem ketemu malem."

Sena perlahan bangun lalu duduk bersandar pada dipan ranjang. "Lo pulang jam berapa tadi malem Kak?"

"Jam dua."

"Malem banget, kemana dulu? Ngejablay?"

"Anjir." Jissa menepuk keras paha Sena kemudian duduk di tepi ranjang. Sena hanya tertawa dalam keadaan kedua mata yang masih terpejam.
"Si Yuda ngajak gue night drive keliling aja. Lagian ngapain gue jual diri. Kalau mau kaya tinggal nikah sama dia, bisa jadi nyonya besar di Kantornya."

Sena terkejut. "Lo udah tau?"

"Udah, tadi malem dia cerita. Ternyata dia kerja tuh karena nggak mau nunjukin jati dirinya sebagai anak konglo. Dia malu udah ngabisin banyak uang perusahaan bokapnya demi mantannya, jadi dia nyari tambahan di Kantor Ardan. Padahal dia juga salah satu pemegang saham d ARJ. Rese lo Sen nggak pernah cerita tentang Yuda ke gue."

"Sorry, gue udah janji sama dia nggak bakal cerita ke siapa-siapa. Lagian bukan hak gue juga Kak ceritain urusan dia ke orang-orang."

"Iya juga si. Trus lo pulang sama Ardan jam berapa?"

"Sampe sini jam dua belas. Lo nggak ke Kafe Kak hari ini?"

"Nggak, istirahat dulu ah. Gue mau ngerasain tidur siang sekali-kali."

Sena menghela napasnya cukup dalam lalu menatap Jissa dengan sendu. "Kak, andai gue ketemu sama orang itu gue harus apa?"

"Lo mimpi buruk ya, kok tiba-tiba nanya gitu."

Sena menggelengkan kepalanya. "Mendadak inget aja. Gue bingung harus gimana."

Jissa lebih mendekatkan lagi posisi duduknya, ia genggam erat jemari tangan kanan Sena.
"Jangan mikir yang aneh-aneh deh."

"Gue kok merasa orang itu ada di dekat gue ya Kak."

"Kalau gue boleh jujur sebenarnya gue juga merasakan hal yang sama. Gue merasa dia ada di sekitar kita. Entah kitanya yang denial atau udah terlalu nyaman."

"Trus gue harus gimana Kak?"

"Pilihan ada di lo Sen. Lo berhak marah, tapi lo mau menjauh atau tetap berada di sekitar dia ya turutin apa kata hati lo aja." Seolah tau isi hati Sena, Jissa tak mau memberikan saran apa-apa. "Dari awal kan lo nggak mau bawa masalah ini ke ranah hukum, karena lo juga merasa salah udah nyebrang terburu-buru. Jadi ke depannya mau seperti apa itu terserah lo, tapi lo nggak akan bermasalah lagi kan? Lo mau konsul ke psikiater?"

"Nggak perlu Kak. Gue cuma butuh kuatin hati."

"Lo masih inget nggak Sen tiga kalimat ajaib dari gue?"

"Inget."

"Coba sebutin."

"Maafkan diri sendiri, maafkan kesalahan orang lain, berdamai dengan masa lalu."

"Nah itu dia. Lo tau kan gue juga pernah terpuruk banget dulu. Hampir tunangan eh calon tunangan gue ditikung temen sendiri. Ada bagusnya juga ketauannya sebelum nikah."

Karena Kamu | (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang