Zeline berdiri tepat berada di depan kelasnya. Autophile. Itulah nama kelasnya selama hampir 3 tahun ini. Nama kelasnya ini seperti mencerminkan dirinya sendiri yaitu penyuka kesendirian.
Zeline melangkah berat untuk masuk ke dalam kelas. Dirinya di sambut hawa dingin yang diciptakan oleh Ac yang berada tepat di atas papan tulis.
“Assalamualaikum. Selamat pagi, Zeline.”
Sapaan itu membuat Zeline mengarah ke sumber suara, Zeline hanya tersenyum lalu mengangguk. “Walaikumssalam, Afifah,” balas Zeline dalam hati.
Perempuan dengan suara lembut dan jilbab putih itu duduk di samping Zeline. Tempat duduknya tepat di sebelah kanan Zeline Laiba. Perempuan yang jarang bicara kepada semua teman sekelasnya. Afifah akui bahwa Zeline sangat cantik, memiliki postur tubuh yang tinggi, berat badan yang ideal, wajah simetris, rambut panjang yang dikuncir kuda, bulu mata lentik, hidung mancung, kulit berwarna putih dan jangan lupa Zeline sangat pintar di kelas.
“Assalamualaikum, Ukhti!”
Afifah tersenyum manis kepada Leo lalu menjawab salam, “Walaikumssalam.”
Rino Kleotigerano. Laki-laki yang mempunyai kulit putih, rambutnya yang menyerupai opa-opa korea, dan ya keturunan Korea-Indonesia. Tinggi badan 180 cm, berat badan 63 kg dan Leo memiliki tahi lalat pada bagian atas di sebelah kanan bibirnya. Laki-laki itu hobi sekali memuji Afifah.
“Ipeh makin hari makin cantik aja,” puji Leo berdiri di hadapan meja Afifah dengan tas yang tersampir di bahu kirinya.
“Afifah bukan Ipeh, Rino.” Koreksi Afifah, pasalnya Leo sering sekali memanggil dirinya Ipeh.
Leo berjongkok lalu menumpu dagunya pada meja Afifah, Leo menatap Afifah sangat lekat membuat si empu tak nyaman.
“Lah apa bedanya sama Ipeh, nama gue Leo bukan Rino. Gak dulu deh, jangan panggil Rino, cewek banget.”
Leo berdiri lalu duduk di bangku sebelah kiri paling belakang milik Zeline. Afifah hanya menggeleng, lalu mengambil buku paketnya. Padahal namanya Rino Kleotigerano, apa ada yang salah dengan namanya? Nama yang cukup bagus, menurut Afifah.
“Selamat pagi semuanya!” seru seorang perempuan dengan rambut pendek di atas bahu dan berkaca mata kotak.
Leo mendelik tajam ke arah pintu.
“Woy Selen guk-guk jangan bikin keributan lo di pagi hari buta!” semprot Leo dengan mata sinisnya.
Selen Tavisha. Perempuan itu menghampiri Leo, sambil bersenandung ria lalu menggeprak meja Leo cukup keras.
“Eh anak anjing lagi ngen—” Leo menutup mulutnya, ia tak sengaja lalu memberikan senyuman manisnya kepada Afifah yang menatapnya tajam.
Sedangkan Selen, perempuan itu tertawa sambil memegang perutnya.
“Aduh Cong, pikiran lo ngeres mulu!” ujar Selen, lalu duduk tepat di depan bangku Leo.
“Lo sih!”
Leo menyalahkan Selen, lalu ia menggulung buku tulisnya lalu menggeplak kepala Selen.
“Diem lo anak anjing, gak ada yang lucu ya babi!” ujar Leo sarkas.
Selen semakin menjadi, bahkan sampai terbahak-bahak. Lihat wajah Leo saja membuat ia tertawa, lucu saja baginya.
“Oke-oke, Aing mau diem. Tapi pufttt.”
Selen kembali tertawa, ia tak kuat melihat wajah Leo yang sangat mirib dengan pantat monyet.
“Malah kerangsukan. Eh Ukhti! Ruqiah noh temen lo yang begajulan,” ujar Leo menyuruh Afifah untuk meruqiah Selen.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTOPHILE : Mental Health ✔
Teen FictionAku bukan Anisa! Aku adalah Zeline. Zeline Laiba bukan Anisa Laiba. Kita saudara, tapi kita tak sama. Diamku bukan aku takut, melainkan aku malas meladeni semua kemauanmu. Aku adalah aku, bukan Anisa atau yang lainnya. Paham? Zeline hidup dalam ma...