Anisa mengusap perutnya dengan pelan, kini beralih menatap Zeline dengan tatapannya yang penuh tanda tanya. Zeline kenapa dia bisa tahu?
“Dia ada karena tidak disengaja,” ujar Anisa pelan.
“Siapa Ayah dari bayi itu?” Zeline tebak mana mungkin Anisa menjawab dengan jujur.
Anisa menggeleng pelan dan Zeline terkekeh. Tebakannya benar, dan Anisa bukanlah perempuan baik-baik. Bahkan jilbab yang Anisa pakai mungkin hanya penutup aibnya.
“Jika Mama tau ini semua, mungkin saja Kakak tidak diakui sebagai anaknya.”
Anisa menggeleng, kini air matanya sudah membasahi ke dua pipinya yang kian berisi. Tangannya terangkat memegang tangan Zeline.
“Kakak mohon, rahasiakan ini dari Mama. Kakak bisa mengatasi semua ini nanti, tapi gak sekarang Zeline.”
“Lihat saja nanti, perut Kakak yang makin besar tidak bisa disembunyikan nantinya. Lambat laut, Mama akan cepat mengetahuinya.”
Anisa mengangguk tanda mengerti, Zeline benar secepat mungkin perutnya yang kian membesar pasti diketahui oleh Mamanya.
“Kamu hanya fokus belajar Zeline. Masalah ini Kakak akan hadapi sendiri,” ujar Anisa meyakinkan Zeline. Kini ia bangkit, sebelum pergi dari kamar Adiknya Anisa menatap Zeline dengan senyum getirnya.
“Mungkin ini terakhir kita bertemu, kamu jaga kesehatan. Buktikan kepada Mama, bahwa kamu bisa berdiri dengan kedua kaki kamu sendiri.”
Zeline hanya diam, setelah Anisa pergi dari kamarnya ia mulai terisak. Kenapa keluarganya seperti ini?
“Ma, Pa aku kangen kalian dulu. Kenapa sekarang kita semakin jauh walaupun kita berada dalam satu atap?”
***
Dikediaman Abimala, kini keluarga sederhana itu nampaknya sedang memanfaatkan waktu untuk kumpul bersama di ruang keluarga.
“Kak, lo tau gak waktu Ayah jemput gue di sekolah tadi?”
Gale yang sedang mendengarkan musik hanya menggeleng kecil, membuat Nizzar sang Adik mendelik tidak suka.
“Lo mah gak asik, dengerin gue dulu!” ujar Nizzar sedikit meninggikan suaranya.
Bunda yang asik menonton televisi langsung menatap putra keduanya dengan horor.
“Sudah kelas tiga SMP, jaga tutur katamu ketika berbicara dengan Kakak Nizzar.”
Nizzar langsung mengangguk patuh. Bundanya itu seorang Guru sekolah menengah pertama sedangkan Ayahnya Sekretaris di salah satu perusahaan terbesar di Indonesia. Walaupun mereka berdua selalu sibuk, namun selalu bisa menyempatkan waktu untuk kumpul bersama.
“Gale juga kalau Adiknya cerita dengarkan dengan baik.”
Gale menatap sang Bunda, walaupun sudah berumur Bundanya tetap awet muda. Dikarenakan Ayah dan Bundanya menikah di umur 20 tahunan. Makanya setiap menghantar Bunda mereka selalu dikatakan Adik dan Kakak.
“Iya Bunda sayang, ini udah dengerin Nizzar lemes lagi cerita.”
“Tuh Bunda, Nizzar dikatain lemes.” Adu Nizzar kepada Bunda.
“Gue aduin pala lo berdua ye, lagi mesra-mesraan juga diganggu aja!” sahut Ayah kesal.
“Dih, Ayah mah kerjaannya kayak anak monyet!”
“Kenapa tuh?” tanya Gale.
“Glayutan mulu, noh percis banget kayak yang kalian tonton,” jawab Nizzar lalu menunjuk siaran Otan yang ada di Transtv.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTOPHILE : Mental Health ✔
أدب المراهقينAku bukan Anisa! Aku adalah Zeline. Zeline Laiba bukan Anisa Laiba. Kita saudara, tapi kita tak sama. Diamku bukan aku takut, melainkan aku malas meladeni semua kemauanmu. Aku adalah aku, bukan Anisa atau yang lainnya. Paham? Zeline hidup dalam ma...