Hari libur Zeline sempatkan untuk bangun siang, sebenarnya iapun malas untuk bangun. Menikmati nyamannya berada di atas ranjang dengan selimut tebal membuat Zeline enggan bangun.
Pintu kamarnya terbuka cukup keras menampilkan wanita berumur 60 tahun itu berdiri di depan kamarnya. Namanya Aliya. Ibu dari Merry, kulit kuriput dengan rambut berwarna putih menandakan wanita itu sudah lansia.
“Begini anak remaja sekarang? Hobinya cuma tiduran sampai siang,” ujar Nenek Aliya menatap Zeline tajam.
Zeline terpaksa bangun ketika Nenek Aliya datang ke kamarnya. Ia lupa menguncinya semalam. Tumben sekali wanita lansia itu datang ke rumahnya.
“Hari ini Libur, Nek. Makanya Zeline manfaatkan untuk bangun siang,” ujar Zeline sopan.
Nenek Aliya mulai masuk, menatap satu persatu benda yang ada di kamar Zeline.
“Anak remaja biasanya memanfaatkan hari libur itu membantu orangtuanya, bukan bermalas-malasan seperti kamu.”
Zeline menarik napas sabar, ia tahu betul watak Nenek tua di hadapannya ini.
“Mama aja gak ada di rumah, gimana Zeline bisa bantu dia. Mama setiap hari sibuk, kita gak pernah bertukar cerita satu sama lain.”
Tuk.
Nenek Aliya mengetuk lantai satu kali cukup keras dengan tongkat yang ia bawa kemana-mana membuat Zeline menatap wanita tua itu jengah.
“Merry sibuk karena mencari uang. Uang itu juga untuk keperluan kamu sekolah, dasar anak tidak tau terimakasih.”
Zeline bangkit dari duduknya lalu ia melewati Nenek Aliya.
“Pintu ini terbuka lebar untuk Nenek keluar. Zeline malas berdebat dengan Nenek,” ujar Zeline lalu pergi ke kamar mandi meninggalkan Nenek Aliya dengan kesesalannya.
Setelah membersihkan diri Zeline turun untuk sarapan. Zeline tebak pasti Nenek tua itu berada di rumahnya cukup lama, itu artinya ia akan selalu berdebat dan Zeline harus cukup sabar menghadapinya.
“Ayo Nak Zeline sarapan dulu. Mbak sudah buatkan tumis kangkung kesukaan Nak Zeline,” ujar Mbak Narti lalu menyiapkan kursi untuk Zeline duduk.
“Terimakasih Mbak.”
Nenek Aliya menatap Zeline tajam. “Seperti ratu saja diperlakukan istimewa,” cibirnya.
Zeline mengangkat bahunya acuh, ia tak memperdulikan cibiran Nenek tua dihadapannya. Cukup mengisi perut lalu kembali ke kamar.
“Nenek sampai kapan di sini?” tanya Zeline sengaja. Agar Nenek tua itu mengira dirinya mengusir.
Nenek Aliya membanting sendok cukup keras, membuat Zeline terkejut. Sudah ia duga Nenek tua ini pasti marah, selain mudah marah Aliya juga emosian seperti Merry.
“Kamu mengusir saya?!”
Zeline menggeleng, “Pertanyaan Zeline tidak ada salahnya. Nenek ke sini saja Zeline tidak tahu.”
“Apa Merry tidak darah tinggi menghadapi anaknya seperti ini. Berbeda sekali dengan Anisa.”
Zeline mengepalkan tangannya kuat, ia benci jika dibeda-bedakan dengan Anisa. Karena muak, Zeline bangkit meninggalkan Nenek Aliya sendiri di meja makan.
“Berikan aku umur yang panjang untuk menghadapi anak itu,” gumam Nenek Aliya namum masih bisa didengar oleh Zeline.
“Ibu dan anak sama saja. Emosian dan selalu membeda-bedakan,” ujar Zeline kesal.
***
Zeline sengaja tidur dan tidak lupa mengunci kamar agar Nenek tua itu tidak bisa masuk ke kamar dan mengganggu waktu tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTOPHILE : Mental Health ✔
Teen FictionAku bukan Anisa! Aku adalah Zeline. Zeline Laiba bukan Anisa Laiba. Kita saudara, tapi kita tak sama. Diamku bukan aku takut, melainkan aku malas meladeni semua kemauanmu. Aku adalah aku, bukan Anisa atau yang lainnya. Paham? Zeline hidup dalam ma...