Kini sudah hari kedua Zeline menginap di rumah Abimala. Kesibukannya masih sama seperti di rumahnya, hanya saja ditambahkan membantu Bunda Jasmine ketika wanita itu melakukan kesibukan.
“Permisi, Bu, Nak Zeline, guru les privat Nak Zeline sudah datang. Seperti biasa sudah menunggu di ruang tamu,” ujar asisten rumah tangga Abimala yang bernama Bi Sani.
Zeline menggerutu dalam hati, dia sudah meminta izin untuk hari ini libur karena membantu Bunda Jasmine membuat kue. Hari ini adalah hari spesial ulang tahun Ayahnya Gale.
“Bunda?”
Jasmine mengangguk mengerti, “Ini lagi sedikit, ke sanalah.”
Saat tiba di ruang tamu Zeline sudah melihat Prof. Andin duduk di sofa dengan laptop dipangkuannya.
“Selamat Pagi, Prof. Bukannya hari ini aku libur?” ujar Zeline bertanya dengan sopan.
Prof. Andin menanggapinya dengan senyuman manisnya lalu berkata, “Ibu Merry menyuruh saya untuk tidak memberikan libur... ” menjedanya dengan sekilas melirik laptop di pangkuannya. “Sampai sebulan penuh.” lanjutnya.
Zeline mengepalkan kedua tangannya, matanya terpejam untuk meredakan kekesalannya. Dengan cepat mengambil ponselnya di dalam saku celana, Zeline langsung menelepon Merry.
“Ma! Sudah aku katakan hari ini libur. Bahkan Mama menjawabnya dengan kata iya, kenapa sekarang berubah?”
“Dengan teganya Mama sekarang tanpa persetujuanku tidak adanya libur selama sebulan penuh!”
Urat leher Zeline terlihat jelas, nampaknya kali ini ia sangat marah dan kecewa dengan Merry. Sedangkan Prof. Andin hanya diam, menatap lurus laptopnya.
Di sebrang sana Merry diam mendengarkan kemarahan putrinya. Ini pertama kali Zeline marah karena dirinya tidak memberikan libur, sebelumnya tidak pernah ada bantahan seperti ini.
“Ma!” suara Zeline semakin meninggi, tentunya kemarahannyapun sebaliknya.
“Tolong Ma. Aku selalu menuruti kemauan Mama, tapi kali ini berikan aku sedikit kelonggaran.”
Merry tetap diam tak bergeming sedikitpun.
“Mama!” teriakan kali ini menyadarkan Merry. Bahkan kini Prof. Andin mengalihkan pandangannya menatap Zeline. Ini adalah pertama kalinya melihat Zeline marah bahkan meninggikan suaranya kepada Merry.
“Baiklah.”
“Ma—” Zeline tak melanjutkan ucapannya karena Merry sudah memutuskan teleponnya secara sepihak.
Prof. Andin mengambil ponselnya yang berada di dalam ransel, melihat sebuah pesan dari Merry. Di mana isi sebuah pesan itu memberikan Zeline hari ini libur.
“Ibu Merry mengirimkan pesan, untuk hari ini beliau memberikan kamu libur Zeline.”
Zeline menatap Prof. Andin yang membereskan beberapa buku dan memasukan laptop yang berada dipangkuannya. Prof. Andin berdiri wanita cantik dengan kaca mata yang bertengger di hidungnya itu menghampiri Zeline.
“Saran saya jika kamu ingin libur, cobalah berbicara dengan sedikit sopan. Meluluhkan hati seseorang bukan dengan nada tinggi.”
Setelah itu Prof. Andin pergi meninggalkan Zeline. Berdiri menatap punggungnya yang semakin menjauh.
‘Meluluhkan hati seseorang bukan dengan nada tinggi.’
Kalimat terakhir yang dilontarkan oleh Prof. Andin terus terngiang di otak kecilnya. Ponsel yang ia genggam kini menyala dan terdengar satu pesan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTOPHILE : Mental Health ✔
Ficção AdolescenteAku bukan Anisa! Aku adalah Zeline. Zeline Laiba bukan Anisa Laiba. Kita saudara, tapi kita tak sama. Diamku bukan aku takut, melainkan aku malas meladeni semua kemauanmu. Aku adalah aku, bukan Anisa atau yang lainnya. Paham? Zeline hidup dalam ma...