14. Autophile

17 4 2
                                    

Hari ini saudara kembar tidak identik itu sudah resmi menjadi siswa dan siswi disalah satu sekolah swasta yang terkenal di Ibu kota Jakarta. Mereka bertiga termasuk Zeline diantar oleh Gilang ke sekolah. Awalnya Zeline menolak karena biasanya ia diantar oleh Pak Toni.

“Terima kasih ya, Om. Maaf merepotkan.” Zeline tak enak, walaupun Gilang adalah saudara Mamanya.

Gilang menggeleng kecil, lalu mengusap pelan rambut Zeline. Menatap keponakannya yang masih seperti dulu. Yang selalu tidak enak hati dan tidak ingin merepotkan orang.

“Kamu itu tidak pernah berubah, masih seperti dulu. Om ini saudara Mama kamu, jangan anggap Om ini orang lain.” Gilang tidak marah melainkan ia bangga kepada Zeline. Remaja mandiri yang tidak ingin merepotkan siapapun.

Zeline menatap Gilang menggangguk pelan lalu tersenyum ramah. “Zeline nitip Mama ya, Om. Pulang sekolah Zeline langsung ke rumah sakit.”

Gilang mengangguk, “Tenang saja, kalian masuk sana. Semangat belajarnya. Nanti Pak Toni yang akan menjemput kalian.”

“Dadah Ayah!” Nanda melambaikan tangannya saat Gilang sudah keluar dari gerbang sekolah. Perempuan dengan rambut hitam legam itu sangat bersemangat hari ini.

“Tak kalah mewahnya sama sekolah di sana. Pasti orang-orang di sini pada asik,” ujar Nanda menatap penjuru sekolah.

“Ayo ikut Kakak.” Zeline mendahului, menghantar mereka menuju kelas.

Kemarin Gilang sudah mengurus semuanya, Nanda dan Nenda mendapatkan kelas Clynophile. Gilang sengaja tidak memisahkan kelas anak-anaknya karena ia tahu Nanda tidak bisa jauh dengan Nenda.

***

Saat tiba di dalam kelas Zeline langsung duduk, ia melihat Afifah dan Gale yang sudah tiba terlebih dahulu. Baru saja ia mendudukan diri Afifah bersuara.

“Aku turut berduka ya, Lin. Kemarin aku lihat di televisi Mama kamu mengalami kecelakaan.”

Nampaknya Gale tak salah dengar apa benar Mama Zeline kecelakaan? Karena ia tak mendengar berita apapun kemarin.

“Makasih Afifah.” Zeline menjawab dengan ramah.

“Sekarang keadaan Mama kamu bagaimana? Yang aku lihat kecelakaannya lumayan parah.” Sebenarnya Afifah tidak ingin ikut campur, tapi ia tak ingin menjadi teman yang sombong. Apa lagi kemarin ia sangat terkejut mendengar kecelakaan sang Pengacara yang terkenal itu.

“Sudah membaik.”

Jika seperti itu jawaban dari Zeline ia tak bisa lagi menanyakan sesuatu. Mungkin responnya hanya mengangguk paham.

“Selamat pagi para beban keluarga!”

Selen datang dengan suara cemprengnya. Jalannya seperti anak kecil membuat Gale yang melihatnya gemas. Ditambah gemas saat melihat dua kepangan kecil dirambutnya yang berwarna itu. “Tanduk mini,” gumamnya.

“Cempreng banget,” komentar Gale sambil terkekeh menggelengkan kepala.

“Bagus gak?” Selen tak menggubris ucapan Gale ia malah bertanya apa kepangan kecil dirambutnya ini bagus.

Gale mengangguk gemas, “Bocil tapi lucu.”

“Lo bilang lucu? Mata lo buta Gal?!” Leo datang-datang langsung ngegas.

“Lo kira lo lucu? Malah buat mata gue katarak! So imut banget lo,” lanjutnya membuat Selen dengan ringan melempar buku tulis yang baru saja ia keluarkan.

“Irikan lo? Gue emang lucu dari lahir. Muka lo tuh buat mata orang-orang katarak.”

Selen tak mau kalah, mereka bercanda dan tidak pernah memasukannya kehati.

AUTOPHILE : Mental Health ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang