"Jiyad, umi gak apa-apa. Dokter cuma bilang kalo umi kecapekan aja," kata uminya Jiyad. Beliau baru saja ditanya oleh putranya perihal kondisi terbaru setelah diperiksa dokter rumah sakit.
"Umi gak bohong, kan? Jiyad takut, Umi."
Uminya Jiyad tersenyum, lalu mengusap kepala putranya itu.
"Umi gak apa-apa. Percaya, deh. Jangan khawatir lagi," ucap uminya Jiyad. "Kamu gimana sekolahnya? Gak ada masalah, kan? Alda betah gak di sana?" Kini, uminya Jiyad yang bertanya.
Jiyad menghela napas. Uminya malah mengganti topik pembicaraan.
"Alhamdulillah, gak ada masalah di sekolah, dan Alda betah-betah aja di sana," jawab Jiyad kemudian. Uminya tersenyum mendengar jawaban yang diharapkan.
"Syukur kalo gitu. Kamu terus jagain Alda, kan? Jangan sampe Alda kenapa-kenapa, loh. Kamu, kan, calon suaminya, jadi harus benar-benar ngejaga Alda," jelas uminya Jiyad.
Jiyad tersenyum. Dia jadi salah tingkah sendiri. Tapi di sisi lain, dia merasa malu disebut seperti itu. Sebab, masih banyak yang harus dia pelajari sebelum jadi imam yang baik buat Alda. Ilmu agamanya harus disempurnakan dulu.
"Jiyad akan berusaha jaga Alda, kok, Umi. Jiyad udah dikasih amanah sama kak Mahesa dan juga ustadz Husein. Jadi, Jiyad harus memenuhi amanah itu," ungkap Jiyad. "Insya Allah, Alda gak akan kenapa-kenapa. Umi tenang aja," tambahnya kemudian.
Uminya Jiyad merasa senang mendengar itu. Lantas, dia kembali mengusap kepala Jiyad dengan lembut. Bangga rasanya karena berhasil mendidik Jiyad menjadi anak yang sholeh dan juga penurut.
"Umi bangga punya putra kayak kamu," ucap uminya.
"Jiyad lebih bangga karena punya orangtua kayak abi sama umi."
• • •
"Maaf, saya gak tau ini benar atau salah. Tapi yang jelas, saya gak suka liat kamu dekat-dekat sama Taha."
"Aku bisa gila kalo mikirin itu mulu." Alda yang semula terdiam sambil menopang dagu di meja belajar langsung duduk tegak. Lagi-lagi, dia mengingat perkataan yang Jiyad ucapkan saat di kelas.
"Aku udah sering denger kata-kata yang bikin baper, tapi yang Jiyad bilang tadi bener-bener gak ada tandingannya. Mungkin, karena dia cowok alim kali, ya?"
"Eh, iya. Dia udah pernah pacaran belum, sih? Aku jadi penasaran. Terus hubungan dia sama Dania apa?"
Alda mengambil ponselnya yang tergeletak di atas buku. Setelah masuk ke aplikasi chatting dan hendak mengetik, tiba-tiba saja dia jadi ragu.
"Masa harus ngirim chat duluan?" ucap Alda sambil memandangi ruang obrolan Jiyad. Sebenarnya, dia bukan tipe orang yang punya gengsi tinggi, tapi akan aneh rasanya jika tiba-tiba mengirim chat.
"Cuma nanya itu doang, kok. Dia gak bakal mikir gimana-gimana, kan?" Alda tak tahu harus membuat keputusan seperti apa. Tapi, berhubung dia sangat penasaran, jadi lebih baik memberanikan diri agar bisa mengetahui apa yang ingin diketahui. Jika terus dipendam, bisa-bisa akan kepikiran dan berakhir stres.
Alda: Assalamu'alaikum. Jiyad, aku mau nanya nih.
Alda memejamkan mata saat mengirim pesan itu pada Jiyad. Setelah dilihat, pesannya ceklis dua, itu menandakan bahwa Jiyad sedang aktif, tapi tidak membuka aplikasi chatting.
"Haduh, deg-degan banget. Pasti bakal lama, nih, balesnya. Arumi pernah bilang kalo Jiyad jarang bales chat pribadi kalo isinya gak penting, apalagi dari cewek."
Jiyad: Wa'alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh. Alda, tumben banget 😅 mau nanya apa? Insya Allah, saya akan jawab.
Alda menjatuhkan ponselnya. Untung saja masih berada di meja belajar, jadi tak sampai jatuh ke lantai.
"Alda, bodoh banget, sih. Kenapa stay di roomchat? Kan, pesannya jadi kebaca langsung." Alda merutuki dirinya sendiri. Pesan balasan dari Jiyad langsung terbaca olehnya karena tidak keluar dari ruang obrolan.
Alda: Kamu pernah pacaran?
Jiyad langsung membaca pesan dari Alda. Cowok itu ternyata sama-sama diam di ruang obrolan.
Jiyad: Belum pernah. Kenapa emangnya?
"Eh, beneran belum pernah? Kalo gitu ... dia gak punya mantan, dong?" Alda terkesiap.
Alda: Pengen tau aja 😁
Jiyad: Oh gitu. Saya belum pernah pacaran. Bisa dibilang, kamu perempuan pertama saya 😅
Alda langsung panas dingin. Jantungnya berdebar kencang. Baru kali ini ada cowok yang berhasil membuat dia cepat salah tingkah. Padahal, kata-katanya tidak puitis.
Alda: Eh? Terus soal Dania, kamu cuma temenan sama dia? Tapi, kayaknya dia suka kamu, deh.
Jiyad: Saya sama dia cuma temanan, itu pun gak akrab karena saya jaga jarak. Tapi, orang-orang bilang Dania suka saya.
Alda: Dania cantik, kamu gak berniat buat suka sama dia?
Jiyad: Nggak 😅 saya, kan, udah punya kamu.
Alda speechless membaca pesan dari Jiyad. Cowok itu benar-benar membuatnya semakin salah tingkah.
Cowok alim memang beda.
Karena tak kunjung membalas, Jiyad kembali mengirim pesan. Dan lagi-lagi, pesannya langsung terbaca oleh Alda.
Jiyad: Saya akan mencintai kamu, Alda.
Dahlah mleyot ngetik cerita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] JIYAD
Fanfiction‹ 𝐉𝐈𝐘𝐀𝐃 › ft Park Jongseong ❝Saya akan berusaha memantaskan diri agar bisa membimbing kamu menuju surganya Allah, Alda.❞ - Muhammad Jiyad Al-Hanan.