22 : permintaan

863 177 24
                                    

“Jiyad

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jiyad.” Alda memanggil cowok yang sedang duduk di motor. Sekarang ini mereka berada di pos satpam yang sepi. Seperti biasa, Jiyad menemani Alda yang menunggu jemputan. Namun, tentu saja tetap menjaga jarak agar tidak terlalu berdekatan.

“Iya, Alda?” sahut Jiyad.

“Maaf, nih, ya. Aku cuma penasaran aja. Kok, kamu mau dijodohin kayak gini? Sama aku pula. Emangnya gak keberatan?” tanya Alda.

Jiyad tersenyum tanpa menatap mata lawan bicaranya. “Enggak sana sekali, Allah yang menginginkan ini terjadi,” jawabnya kemudian.

Alda terdiam mendengarnya.

“Tapi ... aku belum bisa apa-apa. Aku belum bisa masak. Aku belum—”

“Alda, saya nyari seseorang yang bersedia jadi teman hidup saya, bukan pembantu saya.” Jiyad memotong kalimat Alda. Cewek itu langsung bungkam dengan jantung yang berdebar kencang. Berbicaralah dengan Jiyad jadi sangat berefek.

“Itu abi kamu udah dateng,” kata Jiyad sambil turun dari motornya. Alda menoleh dan beranjak dari bangku tempat dia duduk saat melihat sebuah mobil mendatangi sekolah.

Abinya Alda keluar sari mobil dan berjalan ke pos satpam sambil tersenyum pada Jiyad.

“Makasih udah nemenin Alda, Jiyad,” ucap ustadz Husein.

“Sama-sama, Ustadz.” Jiyad membalas, lalu menyalimi tangan pria paruh baya tersebut dengan sangat sopan.

“Pulang sekarang?” tanya Alda.

“Enggak, kita ke rumah sakit. Uminya Jiyad pengen rundingin sesuatu katanya,” jawab sang abi. Jiyad yang mendengar uminya dibawa-bawa pun mengernyit heran.

“Rundingin apa, Ustadz?” tanya Jiyad kemudian.

“Ke sana aja dulu. Ayo.”

• • •

“Mau rundingin apaan, sih, Bi? Kok, aku jadi takut kayak gini. Uminya Jiyad gak apa-apa, kan? Terus kata Kyai Ahmad, uminya Jiyad kenapa? Sakit apa?” Alda bertanya-tanya saking penasarannya.

“Uminya Jiyad kena penyakit jantung. Tapi Kyai Ahmad pengen ngerahasiain itu dari Jiyad untuk sementara waktu. Beliau khawatir Jiyad jadi kepikiran dan sedih terus. Kamu mungkin paham, selama ini Jiyad sayang banget sama uminya,” jelas ustadz Husein dengan mata yang fokus ke depan karena sedang menyetir.

“Tapi bakal sembuh, kan? Uminya Jiyad bakal baik-baik aja, kan?” Alda kembali bertanya. Dia merasa kasian dan tak ingin Jiyad bersedih.

“Hanya Allah yang tahu. Kamu berdoa aja, semoga uminya Jiyad gak kenapa-kenapa, ya?”

Alda mengangguk.

[✓] JIYADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang