21 : kesedihan

795 163 14
                                    

Alda beserta umi dan abinya berlari di koridor rumah sakit pagi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alda beserta umi dan abinya berlari di koridor rumah sakit pagi ini. Mendapat kabar bahwa uminya Jiyad kembali drop membuat ketiganya bergegas pergi. Suasana Rumah sakit yang sepi membuat langkah mereka menggema saking terburu-burunya.

Menaiki lift dan berada di tempat tersebut selama beberapa detik, akhirnya sampai di lantai yang menjadi tujuan mereka. Ketiganya keluar dan mendatangi ruangan tempat di mana uminya Jiyad berada.

Assalamu'alaikum.”

Jiyad yang sedang duduk di bangku luar ruangan mendongak. Melihat kehadiran keluarga Alda membuatnya segera menghapus jejak air mata, lalu berdiri; membalas salam, kemudian menyalimi tangan ustadz Husein dan juga uminya Alda.

“Jiyad, gimana umi kamu?” tanya uminya Alda dengan raut khawatir.

“Umi belum bangun. Abi lagi ke ruang dokter,” jawab Jiyad. Alda melihat kesedihan yang mendalam di wajah cowok itu. Tak lama kemudian, kyai Ahmad datang dengan wajah lesu.

“Ahmad, apa kata dokter?” tanya ustadz Husein setelah menghampiri abinya Jiyad tersebut. Sebelum menjawab, arah mata kyai Ahmad tertuju pada Jiyad yang sedang melihat ke arahnya.

“Pergi ke tempat lain dulu, ayo.”

Ustadz Husein yang mengerti pun lantas mengikuti kyai Ahmad yang menjauh meninggalkan ruangan tempat uminya Jiyad berada.

“Alda, kamu di sini dulu. Umi mau nyusul abi kamu.”

Alda mengangguk. Sejurus kemudian, sang umi pergi meninggalkannya berdua dengan Jiyad yang sudah kembali duduk sambil memegangi kening. Cowok itu sama-sama memakai seragam, tapi sepertinya tidak akan pergi ke sekolah hari ini.

Dalam keheningan, Alda duduk sambil menjaga jarak dengan Jiyad. Dia tak tahu harus membicarakan apa. Ingin menyemangati, tapi ragu sendiri. Hingga beberapa saat kemudian, dia menyadari bahwa Jiyad tengah menangis tanpa suara.

“Jiyad,” panggil Alda. “Umi kamu pasti baik-baik aja. Jangan khawatir. Allah bakal sembuhin umi kamu,” ujarnya.

Jiyad mengusap wajahnya untuk menghilangkan jejak air mata. Setelah itu dia menoleh dan tersenyum simpul pada Alda.

Aamiin, terima kasih, Alda.”

Alda balas tersenyum dan mengangguk. Melepas tas yang digendongnya, dia mengambil tisu yang selalu disediakan.

“Ini, kalo mau nangis, nangis aja.” Alda menyodorkan sebungkus tisu pada Jiyad.

“Eh, enggak, saya gak akan nangis lagi.”

“Ih, gak apa-apa, jangan ditahan. Nanti bisa sakit kepala, loh. Soalnya aku pernah ngalamin.”

“Alda, ayo ke sekolah.” Alda mengalihkan perhatiannya pada sang abi yang baru saja bicara. Menaruh tisu di pertengahan bangku antara dirinya dan Jiyad, dia pun berdiri.

[✓] JIYADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang