30 : kalut

665 106 22
                                    

Suara brankar yang didorong terburu-buru menggema di koridor rumah sakit petang ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara brankar yang didorong terburu-buru menggema di koridor rumah sakit petang ini. Keluarga Jiyad dan Alda dilanda kepanikan karena uminya Jiyad drop hingga tak sadarkan diri.

Sambil ikut mendorong brankar, Jiyad tak berhenti memanjatkan do'a pada Allah sambil meneteskan air mata. Hatinya terus berdzikir agar Allah mau mengabulkan permohonannya.

Tiba di pusat gawat darurat, Jiyad dan yang lainnya diminta untuk menunggu di luar. Merasa begitu khawatir, Jiyad pun langsung duduk di bangku dan menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. Melihat itu, Alda refleks mengusap bahu Jiyad.

Asstagfirullah ... Astaghfirullah ... Astaghfirullah ...” Jiyad beristighfar karena merasa kalut.

“Umi bakal baik-baik aja. Kamu jangan khawatir. Allah itu baik, Dia bakal denger do'a kita.” Kyai Ahmad berusaha menenangkan suasana.

Alda terus mengusap bahu Jiyad agar lelakinya itu tenang dan tidak terlalu cemas. Sejurus kemudian, Jiyad menurunkan tangan, lalu mendongak pada Alda yang posisinya tengah berdiri.

“Umi gak akan kenapa-kenapa,” ujar Alda. Jiyad tidak mengatakan apa pun, tapi dia meraih tangan Alda dan menggenggamnya, membuat perempuan itu terkejut.

Setelahnya, Alda duduk di sebelah Jiyad. Hingga beberapa menit kemudian, dokter keluar untuk memberikan informasi.

“Bagaimana kondisi istri saya, Dok?” tanya Kyai Ahmad. Jiyad yang semula duduk langsung berdiri dan menghampiri dokter itu.

“Detak jantungnya melemah, tapi syukur semua itu bisa diatasi karena beliau dibawa tepat waktu. Untuk sementara, bapak dan ibu belum bisa menengoknya. Kami akan memberitahu jika pasien sadar kembali.”

“Baik, Dok. Terima kasih,” ujar abinya Alda. Jiyad menghela napas, hal itu membuat Alda segera menghampiri dan menggenggam tangannya.

“Umi gak akan kenapa-kenapa. Sabar, ya, tenang.” Alda tak berhenti menenangkan lelakinya yang masih diselimuti perasaan sedih. Jiyad mencoba untuk tenang dan berpikir positif. Sejurus kemudian dia kembali duduk sambil memegangi keningnya.

• • •

Alda melangkah di sepanjang koridor. Niat awal hendak pergi ke kantin rumah sakit untuk membeli beberapa makanan, tapi dalam perjalanan dia berubah pikiran. Sudah hampir setengah jam Jiyad belum kembali setelah meminta izin pergi ke masjid.

Setibanya di masjid yang berdiri kokoh di komplek rumah sakit itu, atensi Alda langsung tertuju pada alas kaki milik Jiyad. Tak banyak orang yang datang, jadi dia bergegas masuk untuk menemui lelakinya.

“Ji—” Ucapan Alda terhenti saat melihat Jiyad tengah khusyuk berdzikir di saf terdepan. Tidak mau mengganggu, dia pun memilih untuk duduk tepat di tempatnya berpijak.

Alda terus memperhatikan hingga akhirnya melihat Jiyad menyeka air mata dan menangis tanpa suara. Alda tau, Jiyad sangat mencintai uminya. Jadi, jika sesuatu terjadi pada sang umi, Jiyad akan merasa terpuruk. Dan sepertinya, hari ini untuk pertama kalinya Alda melihat Jiyad banyak menangis.

[✓] JIYADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang