2. Rencana mereka

66 24 4
                                    

SELAMAT PAGI, SIANG, SORE, MALAM, TENGAH MALAM, SUBUH.

MAKASIH MASIH BACA CERITA INI. MOHON DIKOREKSI BILA ADA PENULISAN YANG SALAH.

HAPPY READING

Seperti permintaan Sarga mamanya diurus oleh pihak rumah sakit, kini mereka sudah sampai di area pemakaman, hanya Sarga seorang keluarga yang hadir, ia sengaja tidak memberitahu orang lain, apalagi Adinata, pria yang sangat dia benci dalam hidupnya karena membuat mamanya menderita selama ini.

Tak butuh waktu lama, mama Sarga sudah terkubur bersama dengan tanah, Sarga masih tidak terima diusianya yang baru menginjak 13 tahun harus kehilangan wanita yang paling disayangnya.

Kini hanya ada dirinya di pemakaman yang sunyi ini, Sarga lalu menaburi bunga di atas makam mamanya, berjongkok lalu memegang batu nisan itu.

"Sarga sayang sama mama, tunggu Sarga di sana ya." ucapnya terisak, air matanya kembali menetes.

Sarga menekuk lututnya lalu menyembunyikan wajahnya di antara lipatan tangan. Sarga tidak kuat, Sarga lemah, seandainya saja dia datang lebih cepat hari itu, akankah mamanya bisa selamat?

Tangisannya makin menjadi, Sarga ingin berteriak sepuasnya tapi itu tidak mungkin dilakukannya di tempat seperti ini.

Sarga mendongakkan kepalanya beralih memegang batu nisan itu. "Mama sering-sering ya, datang ke mimpinya Sarga." ucapnya tersenyum tipis.

"Sarga." panggil seseorang, hanya mendengarnya tanpa melihat wajah pun Sarga sudah tahu suara milik siapa yang memanggilnya barusan.

Sarga menyeka air matanya dengan kasar lalu berbalik dan mendapati Adinata dan dua orang berbaju serba hitam berada di belakangnya.

"Mau apa ke sini?" Kesal Sarga

"Kamu masih kurang ajar ya, saya ini papa kamu, ingat itu." ucap Adinata menunjuk Sarga.

Pria itu perlahan mendekat, menatap Sarga dan juga batu nisan istrinya itu. Pria itu membungkuk berniat memegang batu nisan itu tapi segera ditepis dengan kasar oleh Sarga.

"Jangan coba-coba sentuh nisan mama saya." Peringatnya.

Adinata mengepalkan tangannya lalu menghempaskan secara ringan. Pria itu menurunkan kacamata hitam yang sedari tadi bertengger di hidungnya dengan jari telunjuk, ia lalu tersenyum licik ke arah Sarga.

"Kalau masih mau hidup, jangan ngelawan sama orang tua." ucapnya lalu mengembalikkan posisi kacamatanya.

Adinata menyimpan kedua tangannya di dalam saku celana, berdiri dengan angkuh lalu tersenyum miring melihat Sarga.

"Bawa dia." Suruhnya kepada dua orang berbaju hitam itu dan langsung dilaksanakan oleh mereka.

"Lepasin."

Jari telunjuk pria itu diletakkan di depan bibirnya, "Ssttt, ga usah banyak ngomong." ucapnya lalu berbalik berjalan mendahului mereka.

Sarga masih dengan sekuat tenaga agar bisa lepas dari dua orang ini. "Lepasin." berontaknya.

"Berisik banget." ucap pria berambut panjang

Bugh

Ia memukul punggung Sarga yang langsung membuat lelaki itu tidak sadarkan diri, entah apa yang akan terjadi, di mana dirinya akan dibawa, Sarga hanya ingat ia diseret secara paska oleh dua orang suruhan Adinata.

***

"Udah selesai?" tanya Adira yang merupakan istri muda Adinata.

"Udah dong sayang." ucapnya lalu merangkul bahu istrinya.

"Mana anaknya?"

"Di gudang."

Adira bangkit dari duduknya, hal pertama yang wanita itu lakukan ialah mengambil ember dari kamar mandi lalu mengisinya dengan air.

Adinata hanya tersenyum menantikan apa yang akan dilakukan oleh Adira selanjutnya, pria itu lalu ikut bangkit dan mengikuti langkah istrinya yang mengarah ke gudang.

Adira membuka pintu gudang, debu-debu yang ada langsung membuatnya terbatuk. Perhatiannya lalu tertuju pada satu objek di depannya, seorang anak laki-laki terbaring di antara barang-barang kumuh.

Adira menendang-nendang kaki Sarga dengan high heels yang dipakainya, tapi anak itu belum juga sadar.

Ember yang sedari tadi digenggamnya diangkat tinggi-tinggi dan ...

Byuurrr

Seluruh tubuh Sarga basah akibat siraman air yang dilakukan oleh wanita itu. Sarga terkejut dan langsung terbangun, ia tidak memedulikan perihal tubuhnya yang sudah basah kuyup, matanya menatap tajam dua orang yang berdiri di hadapannya.

"Mau apa kalian?"

Tak ada yang bersuara, tangan kanan Adira menengadah ke arah Adinata, lalu pria itu memberinya secarik kertas dan pulpen.

Wanita itu lalu berjongkok di depan Sarga, "Tanda tangan." ucapnya lalu memberikan kertas dan pulpen itu kepada Sarga.

Sarga sempat membacanya sejenak, itu menyangkut tentang harta kekayaan mamanya. Dasar orang-orang licik, mereka melakukan semua ini hanya karena harta?

Sarga menerima kertas itu lalu menatap kedua orang gila tersebut.

Srekk

Bukannya tanda tangan Sarga malah merobek kertas tersebut yang membuat Adinata dan istrinya itu membulatkan matanya.

Sarga tersenyum mengejek ke arah mereka, lalu melempar potongan-potongan kertas itu tepat di depan muka Adira.

Plak

Pipinya mendapat tamparan dari tangan Adinata, pria itu tampak marah.

Sarga memegang pipinya yang terasa nyeri, ini bukan apa-apa. Lelaki itu lalu menatap Adinata penuh dendam, untuk melawan ia masih belum kuat sekarang.

"Dasar anak kurang ajar." kesal Adira lalu kembali menendang Sarga, dan bukan hanya itu dia juga menjambak rambut lelaki itu lalu menamparnya dengan kasar.

Jika kalian menyangka Adira hanya menyiapkan satu kertas saja, kalian salah besar. Ia sudah tahu pasti Sarga tidak akan begitu saja memberikan tanda tangannya. Adinata yang berada di belakangnya kembali memberikan secarik kertas, entah berapa yang mereka persiapkan.

"Tangan tangan sekarang juga."

Kali ini bukan merobek tapi Sarga meludahi kertas dengan berbagai tulisan di atasnya itu. Terkesan jorok, tapi itu yang terlintas di otaknya untuk dilakukan.

"Setelah kamu bunuh mama aku, sekarang hartanya mau kamu ambil juga? Dasar miskin." ejek Sarga yang langsung mendapatkan pukulan di pipinya, kali ini bukan Adira tapi Adinata.

"Jaga omongan kamu." tegasnya.

"Kenapa? Kalian itu cuma numpang di sini, ga usah banyak gaya." balas Sarga terus merendahkan mereka.

Adinata ingin kembali memukulnya tapi dicegah oleh Adira, entah apa yang akan dilakukan wanita gila itu.

Bugh

Bukan dengan tangannya, Adira menggunakan balok yang berada di sana lalu memukul kepala Sarga, seketika darah segar mengucur ke bawah.

Sarga merasa pusing, kini rasanya sangat sakit, sudah lama ia tidak mendapatkan pukulan di kepala dan tiba-tiba saja rasanya seperti dihantam batu yang sangat besar.

Rasa-rasanya semua berputar, Sarga kembali ambruk, sebelum matanya tertutup ia melihat kaki wanita dan pria gila itu melangkah keluar dari ruangan.

"Mama." gumamnya lalu semuanya menjadi hitam.

SARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang