6. Tertangkap

45 18 1
                                    

SELAMAT PAGI, SIANG, SORE, MALAM, TENGAH MALAM, SUBUH.

MAKASIH MASIH BACA CERITA INI. MOHON DIKOREKSI BILA ADA PENULISAN YANG SALAH.

HAPPY READING

"Revaaaaa, bangun." teriak Bara.

Tolong jauhkan Reva dari manusia satu ini, kenapa Bara selalu mengganggunya saat ia sedang asik berpetualang di alam mimpinya.

"Revalinaaaaaa banguuuunnnnn!!!" teriak Bara lagi lalu melompat di atas kasur king size adiknya itu.

Reva menutup tubuhnya dengan selimut putih yang tebal, sungguh ia tidak punya kekuatan jika harus melawan kakaknya sekarang.

"Revaaaaaaa." teriak Bara kembali, cowok itu sangat senang menjahili Reva di pagi hari.

Bruk

"Aaaakkkkhhh." Bara memegang pinggangnya yang terasa remuk saat Reva tiba-tiba saja menendangnya hingga terjatuh.

"Rasain." gadis itu menjulurkan lidahnya setelah berhasil membuat Bara terjatuh.

Bara tidak terima pinggangnya jadi sakit karena ulah manusia satu ini, ia bangkit lalu kembali menjahili Reva dengan manarik-narik ujung rambutnya.

Mohon, Reva mohon yang sebesar-besarnya jauhkan dia dari orang ini. Dirinya sangat mengantuk,  matanya masih ingin tertutup kembali. Gadis itu hanya pasrah saat Bara terus saja menarik ujung rambutnya.

"Ga asik ahh, ga ngelawan lo." gerutu Bara saat tak ada perlawanan sama sekali dari Reva sedari tadi ia jahili, hanya tendangan maut gadis itu saja.

"Kak, beneran gue ngantuk banget. Nanti aja ya geludnya." tawar Reva lalu kembali merebahkan tubuhnya, matanya hampir tertutup tapi kembali terbuka ketika mendengar bunyi bel rumah ditekan berkali-kali.

"Siapa sih." tanya Reva

"Bocah-bocah komplek nih pasti, iseng banget." tebak Bara.

TING TONG

TING TONG

TING TONG

TING TONG

TING TONG

"Siapa sih, ganggu banget." Bara keluar untuk melihat siapa pelaku yang terus saja memencet bel rumah, di belakangnya Reva mengikuti sembari mengikat rambutnya, agar penampilannya tidak begitu berantakan jika memang ada yang datang pagi-pagi ini.

Bara menuju gerbang utama sedangkan Reva menunggu di depan pintu, dirinya sangat mager untuk berjalan ke sana yang jaraknya sekitar 300 meter.

Bara membuka gerbang besi itu, tentu saja menggunakan akses pengenalan wajahnya. Terlihat lima orang berjas hitam sudah menunggu di sana.

Salah satu dari mereka mendekati Bara lalu menunjukkan sebuah foto. Begitu melihatnya Bara langsung bisa mengenali kalau di foto itu adalah Sarga.

"Di mana anak ini?" tanya orang itu kembali menarik ponselnya lalu memasukkannya ke dalam kantong jas.

"Maksudnya?" tanya Bara

"Kami tau anak ini ada di rumah kamu, cepat kasih tau di mana dia atau kamu juga akan kena akibatnya." ancam pria itu.

"Apa-apaan kalian datang-datang langsung mengancam saya." kesal Bara.

Mendengar jawaban yang tak diinginkan, pria itu melirik orang di belakangnya, menyuruh mereka masuk dengan gerakan kepala.

"Eh eh, apa-apaan ini. Jangan main masuk aja dong." berontak Bara merentangkan kedua tangannya guna menghalangi pria itu masuk tapi kekuatannya tidak lebih dari pria itu.

Empat dari mereka mulai menggeledah seisi rumah, hanya di lantai satu, jikapun harus memeriksa kamar yang ada di lantai dua mereka tidak bisa masuk karena itu hanya bisa terbuka menggunakan sandi, Bara sengaja memasangnya.

Satu pria yang menunjukkan foto tadi terus menatap tajam Bara. "Dimana anak itu?" tanyanya lagi.

"Gak ada." jawabnya

"Jangan bohong."

"Dibilang ga ada."

"Ayo, sini cepat." ucap seseorang dari kamar ruang tamu, apa dia menemukan Sarga?

Benar saja dugaan Bara, orang itu berhasil menangkap Sarga yang masih belum pulih sepenuhnya. Nampak cowok itu berusaha melepaskan diri dari pria berjas hitam itu tapi tubuhnya masih belum sembuh total.

"Kalian siapa? lepasin dia sekarang juga." tegas Bara menatap tajam orang di hadapannya.

Orang itu tak menjawab, ia tersenyum miring saat mendapati Sarga, "Bawa dia." perintahnya.

Dua orang mulai menyeret tubuh Sarga yang masih berusaha memberontak. Reva ikut serta memukuli pria itu secara bergantian agar berhenti menyeret Sarga.

"Lepasin dia." teriaknya terus memukul tubuh pria itu.

Dengan satu hempasan kuat dari tangan salah satu pria itu membuat Reva tersungkur ke lantai.

"Kalian jangan macam-macam ya." kesal Bara tidak terima adiknya di dorong begitu saja.

"Lepasin!" berontak Sarga.

Bugh

Pria itu memukul punggungnya membuat Sarga menjadi lemas seketika, badannya tidak bisa di gerakkan.

Tidak ada yang bisa Bara lakukan saat ini, ia menatap kepergian orang-orang berjas hitam itu membawa Sarga secara paksa keluar dari rumahnya. Jika Bara melawan mungkin dia yang akan terkena masalah nantinya.

"Lo biarin mereka bawa Sarga gitu aja?" panik Reva saat melihat mereka membawa tubuh Sarga yang tak berdaya itu pergi.

"Ya terus gue harus gimana? Lapor polisi? Malah kita yang dilaporin balik karena nyembunyiin tuh orang." ucapnya pasrah, Bara ingin menolong Sarga tapi ia juga harus memikirkan dirinya dan juga Reva.

***

Byuurrr

Adira menyiramkan air tepat di wajah Sarga, cowok itu langsung terbangun begitu merasakan dinginnya air.

Sarga menghela nafas saat dirinya lagi dan lagi berada di gudang rumahnya. Sial, bagaimana orang itu bisa menemukan dirinya?

"Nakal ya kamu, main kabur aja." ucap Adira memegang dagu cowok itu. Sarga segera menjauhkan wajahnya, ia tidak sudi wajahnya dipegang oleh wanita murahan itu. Mata elangnya menatap Adira tajam.

"Mau ngapain ke Itali? Hah?"

Sarga tersenyum miring, "Bukan urusan kamu."

Adira tersenyum mendengar penuturan Sarga, ia lalu bangkit. Kakinya lagi-lagi menendang tubuh Sarga yang baru saja diobati oleh Reva semalam, "Bawa dia ke pengacara Sania besok." ucapnya lalu melenggang pergi dari sana.

"Ah, jangan besok nanti anak nakal ini kabur lagi. Bawa dia malam ini," ralatnya.

Minggu, 24 April 2022

SARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang