15. Yang Menjadi Awal

12 5 0
                                    

SELAMAT PAGI, SIANG, SORE, MALAM, TENGAH MALAM, SUBUH.

MAKASIH MASIH BACA CERITA INI. MOHON DIKOREKSI BILA ADA PENULISAN YANG SALAH.

HAPPY READING

Sarga menopang kepalanya pada lipatan tangan yang ditaruh di atas bingkai jendela. Angin malam menerpa wajahnya membuat Sarga merasa segar akan itu, bintang-bintang yang ada di langit bertaburan begitu banyak, mengelilingi sang bulan yang bulat sempurna di atas sana.

Sarga menatap bintang yang paling terang di atas sana, bayangan wajah mamanya tiba-tiba muncul membuat Sarga tersenyum disertai air matanya yang turut berjatuhan membasahi pipinya.

Bayangan wajah mamanya membuat Sarga teringat akan hari di mana semuanya mulai kacau, keluarga yang awalnya begitu romantis hingga membuat orang-orang iri, menjadi keluarga yang tidak ingin dimiliki oleh siapapun nanti.

Mari masuk ke dalam kisah di mana semuanya bermula.

Adinata dan Sania? Siapa yang tidak mengenal kedua insan yang sukses membuat orang-orang iri dengan kemesraan mereka itu? Pernikahan yang dijalani selama 15 tahun itu bukan waktu yang singkat, berbagai masalah sudah mereka lewati bersama-sama.

Sarga Adinata, anak semata wayang keduanya tentu selalu mendapat perhatian kedua orang tuanya. Bahkan teman-teman Sarga merasa iri dengannya karena mendapat perhatian yang sangat besar dari orang tuanya.

Namun suatu hari, sebuah kejadian menimpa keluarga tersebut. Adinata telah dituduh melakukan korupsi, tuduhan tersebut datang dari beberapa rekan kerjanya yang mengatakan bahwa Adinata mengambil uang perusahaan dan memakainya untuk kepentingan pribadi.

Sang atasan yang sudah penuh dengan emosi, tutup telinga akan semua penjelasan yang diberikan oleh Adinata. Ia pun diberhentikan secara paksa, dengan kata lain dipecat.

Mengetahui hal itu, wanita berumur 37 tahun itu tidak kuasa menahan sakit yang dirasanya dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit.

Mendengar penjelasan dari sang suami, Sania hanya bisa menguatkannya dan mengusulkan untuk bekerja di perusahaan milik keluarganya. Tawaran ini sudah yang kesekian kalinya ia berikan pada Adinata, tapi suaminya itu selalu menolak. Namun, keadaan yang kini sudah kacau baginya, Adinatapun setuju melakukannya.

Keluarga yang awalnya begitu romantis itu mulai memudar, setelah Adinata bekerja di perusahaan keluarga Sania, jam pulangnya semakin larut, padahal seharusnya ia pulang lebih awal untuk menjaga Sania yang ternyata mengidap penyakit jantung.

"Ma, papa kok belum pulang sih?" tanya Sarga menatap pintu utama.

"Sabar, bentar lagi juga pulang, kok. Nih makan." Sania menyodorkan piring berisi nasi beserta lauk pauk yang sudah ia siapkan untuk Sarga santap. Anaknya sampai menunda makan malamnya hanya untuk menunggu Adinata yang tak kunjung pulang disaat jam sudah menunjukkan pukul 23.15

Sania meringis memegang dada sebelah kirinya, rasa sakit karena penyakit yang dideritanya tiba-tiba muncul kembali.

"Mama kenapa? Sakit ya, dadanya?" Sania mengangguk.

Tiba-tiba atensi keduanya berpusat pada pintu utama yang diketuk dengan keras, bahkan seperti ada orang dari luar yang memaksa untuk masuk ke dalam.

Sarga pun membuka pintu, ia dengan sigap menahan tubuh Adinata yang akan terjatuh begitu ia membuka pintu.

"Papa? Papa kenapa?" tanyanya.

"Kenapa Sar?"

"Nggak tau ma, papa kok kayak gini, sih?"

Sania mendekat, begitu di hadapan suaminya, indra penciumannya sudah menangkap baru minuman keras.

"Kamu minum, Mas?" tanyanya sedikit menghalau bau itu masuk ke dalam hidungnya.

"Mas, kamu minum?"tanya Sania lagi.

"Iya ... kenapa?" balas Adinata yang mulai sadar.

"Minum sama siapa?"

"Temen kantor."

"Beneran? Tapi setahu aku, anak-anak kantor nggak ada yang minum?"

Adinata melepaskan tangan Sarga yang memegangi tubuhnya, "Kenapa, kamu nggak percaya sama aku?"

"Bukannya gitu, tapi ... "

BRAKK

Adinata melempar tas kerjanya begitu saja ke lantai.

"KAMU NGGAK PERCAYA SAMA AKU? KAMU KIRA AKU YANG NGAJAK MEREKA MINUM? GITU?" Suara Adinata yang kian meninggi membuat Sania turut semakin merasakan sakit di dadanya.

"Aku nggak ada bilang begitu kok Mas."

"SUDAH, KAMU PIKIR AKU KERJA DI PERUSAHAAN KELUARGA KAMU, KAMU BISA SEENAKNYA NGATUR AKU? GITU? NGGAK AKAN SANIA." ujarnya.

"ASAL KAMU TAHU YA, KERJA ORANG-ORANG DI PERUSAHAAN KELUARGA KAMU ITU NGGAK ADA YANG BENER, TAU NGGAK? MEREKA NGGAK BECUS KERJANYA." lanjut Adinata yang tanpa sadar membuat sakit di dalam diri istrinya menjadi dua kali lipat sakitnya.

"Papa jangan marah-marah gitu sama Mama." ucap Sarga mencoba tegas, namun dengan satu dorongan keras dari pria mabuk membuat tubuhnya tersungkur ke lantai membuat bokongnya bersalaman dengan lantai.

Sania segera menghampiri anaknya dan mendekapnya dalam-dalam, keduanya saling berpelukan dengan kata-kata semakin tak jelas yang dilontarkan oleh Adinata.

"Mama kenapa?" tanya Sarga begitu merasakan detak jantung mamanya yang tidak teratur.

"Nggak apa-apa." Sania menggeleng, meskipun berkata demikian, reaksi yang diberikan tubuhnya tidak bisa membohongi Sarga.

"Mama bohong, kalau nggak apa-apa, Mama kenapa nangis?"

Sania menyeka air matanya lalu mengeratkan pelukan pada anaknya, ia juga bingung, dirinya menangis karena rasa sakit yang dirasakannya atau karena perlakuan Adinata barusan, sikap yang baru muncul setelah sekian lama mereka bersama membuat Sania sedikit merasa kecewa sekaligus sedih dengan itu.

Dalam pelukan itu, Sarga merasakan tubuh mamanya semakin berat, hingga akhirnya tubuh Sania terbaring di atas lantai, Sarga hanya bisa terus menyebut kata 'Mama' sembari mencoba membangunkan wanita yang telah menutup sempurna kedua matanya itu.

"Mama."

"Mama bangun."

"Mama."

"Sarga."

"Mama."

"Sarga."

Sebuah tepukan di pundaknya membuat Sarga keluar dari dunia lamunannya. Ia menatap ke arah orang yang menepuknya barusan, dan itu adalah Nola.

Dengan cepat Sarga menghapus jejak air mata yang mulai mengering di pipinya, "Kenapa, Bu?"

"Ayo, makan malam." ajak Nola penuh senyum.

Merekapun makan malam bersama untuk yang kedua kalinya, cerita hangat dari Nola dan Riyan cukup menghibur Sarga dan membuatnya bisa merasakan kembali suasana keluarga seperti yang pernah Sarga rasakan sebelum semua 'itu' terjadi.

SARGA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang