SELAMAT PAGI, SIANG, SORE, MALAM, TENGAH MALAM, SUBUH.
MAKASIH MASIH BACA CERITA INI. MOHON DIKOREKSI BILA ADA PENULISAN YANG SALAH.
NAMANYA JUGA CERITA FIKSI, KAN, YA. KALAU ADA KETERANGAN TEMPAT, KONDISI TEMPAT YANG TIDAK SESUAI DENGAN ASLINYA, MOHON MAAF🙏
HAPPY READING
Tak tahu ke mana arah tujuannya, Sarga hanya terus berjalan, hingga ia tersadar kini keberadaannya berada di sebuah tempat yang sepertinya adalah stasiun bawah tanah. Entah bagaimana dirinya bisa sampai di sini, Sarga tidak ingat, ia hanya mengikuti kakinya yang terus berjalan hingga ke tempat ini.
Sarga masuk lebih dalam, terlihat orang-orang tunawisma menggelar alas tidur mereka masing-masing.
Melihat ada satu alas yang sudah tergelar tanpa pemilik, Sarga dengan cepat mengambil tempat itu. Setidaknya ia punya tempat beristirahat.
"Das ist mein Platz." ucap seorang pria yang datang dari arah Sarga datang tadi.
Das ist mein Platz.
(Hei, Nak. Itu milikku.)Meskipun tidak mengerti apa yang dikatakan orang tua di hadapannya ini, tapi Sarga bisa melihat dari tatapannya serta pergerakannya yang tidak berpindah dari tempat Sarga sekarang membuat Sarga paham kalau ini adalah tempat pria itu.
Sarga bangkit lalu membungkuk sedikit sebagai pertanda maafnya. Ia lalu melanjutkan perjalanannya yang kali ini entah akan tiba di mana.
"Hey, komm her." panggil pria tua itu.
Hey, komm her
(Hei, kemarilah)Sarga berbalik kala mendengar kata yang sama seperti sebelumnya. Tanpa menunggu lagi, Sarga menghampiri pria tua itu saat ia memanggil Sarga dengan gerakan tangannya.
"Haben Sie keine Bleibe?" tanya pria itu, Sarga hanya menatapnya lama.
Haben Sie keine Bleibe?
(Apa kau tidak punya tempat tinggal?)Pria itu menepuk-nepuk kardus bekas sebagai alas tidurnya pertanda menyuruh Sarga ikut duduk bersamanya.
"Haben Sie keine Bleibe?" ulangnya.
Masih dengan reaksi yang sama dari Sarga. Pria itu lalu menggerakkan anggota tubuhnya sebagai media komunikasi dengan Sarga.
Pertama ia memperagakan gaya orang tidur, lalu kedua tangannya membentuk tanda silang, membuat Sarga langsung paham maksud dari pria tua ini.
Setelah mendapat jawaban dari anggukan kepala Sarga, pria itu lalu menyusun kardus sebagai alas tidur di sebelah kardus yang satunya. Pria tua itu menunjuk Sarga lalu kembali memperagakan gaya orang tidur, kemudian menunjuk kardus yang sudah disusunnya.
Entah mengapa rasanya sehingga ia sangat senang, senyum Sarga mengembang begitu saja setelah tahu maksud dari pria tua di hadapannya ini. Ia lalu duduk di samping pria tua itu, masih dengan senyum yang terus-menerus tersalin di wajahnya.
Pria tua tersebut ikut tersenyum kala melihat senyum Sarga yang begitu membuatnya senang, sudah lama ia tidak melihat senyum seorang anak sesenang ini.
Sarga yang awalnya tersenyum, kini matanya mulai berkaca-kaca kala pria tua itu mengelus lembut kepalanya. Satu kedipan membuat air matanya menetes begitu saja.
Melihat anak yang tadinya tersenyum kini mulai menangis, tentu membuat pria tua tersebut panik. Ia segera menarik kembali tangannya.
Meski tidak tahu apa yang dikatakan pria tua tersebut, tapi dari nada suara serta raut wajahnya yang terlihat cemas, Sarga tahu kalau pria itu sedang khawatir.
Tanpa izin dari pria tua di hadapannya, Sarga langsung memeluknya membuat pria itu sedikit terkejut. Namun, dengan cepat pria itu membalas pelukan Sarga dan mengelus kepalanya pelan. Setelah beberapa saat saling memberikan kehangatan lewat pelukan yang begitu tulus meski mereka tidak saling kenal. Pria tua itu menyodorkan sebuah roti kepada Sarga. Tanpa pikir panjang lagi, Sarga menerima pemberian tersebut dan mengisi perutnya yang memang perlu diisi.
Setelah menghabiskan roti mereka, Sarga diajak oleh pria itu ke suatu tempat. Sarga tidak tahu ia dituntun ke mana, hingga akhirnya mereka sampai di sebuah toko kue kecil. Pria itu meminta Sarga untuk menunggunya sebentar di depan toko itu, Sarga hanya mengiyakan lalu menunggu pria itu datang kembali padanya.
Sarga menatap dari balik kaca yang menjadi penghalang antara dirinya dengan banyaknya jenis kue yang ada di dalam sana. Sarga menatap lama kue strawberry yang ada di sana, itu adalah kue yang biasa Sania buatkan untuknya.
Seorang pegawai toko terlihat sedang mendiskusikan sesuatu dengan temannya saat melihat keberadaan Sarga di depan toko mereka. Satu anggukan terakhir membuat salah satunya keluar dan menghampiri Sarga.
"Willst du reinkommen?" tanya seorang wanita.
Willst du reinkommen?
(Apa kamu ingin masuk?)Lagi-lagi bahasa yang tidak diketahui Sarga. Jika terus seperti ini, orang-orang yang mengajaknya berbicara akan menganggapnya bisu karena tidak membalas mereka.
"Do you want to come in?"
Akhirnya, Sarga mengerti yang satu ini, untung saja dia tidak pernah bolos mapel bahasa Inggris di sekolah.
Dengan anggukan kecil, Sarga menjawab, "Yes."
"But ... "
Wanita itu menunggu kata selanjutnya yang akan Sarga ucapkan.
"But ... I don't ... have money." finalnya membuat wanita itu mengangguk pelan.
"Wait a minute." Wanita itu lalu masuk kembali ke dalam toko dan tampak berbincang kembali dengan temannya. Beberapa saat kemudian ia keluar dengan membawa paper bag berukuran kecil yang sudah diisi dengan sepotong kue di dalamnya.
"Here we go." Sarga menerima pemberian wanita itu, senyumnya mengembang bagaikan kue yang sudah matang di dalam oven saat wanita itu memberinya kue.
"I'm sorry, but you have to leave now. My boss will be furious if he finds out i'm giving away cookies for free."
Sarga mengangguk paham, dengan senyum yang masih tercetak di wajahnya, ia berterima kasih kepada wanita itu dan pergi dari toko kue tersebut.
***
Pria tua tadi kembali ke tempatnya. Ia menatap bungkusan roti yang beberapa saat lalu ia bagi isinya dengan seorang anak yang tidak ia kenal.
"Ich kann nicht glauben, dass du dein Essen geteilt hast, haha." ucap seorang pria yang ada di sebelahnya.
Ich kann nicht glauben, dass du dein Essen geteilt hast, haha.
(Saya tidak percaya, Anda berbagi makanan, haha.)Pria itu tampak kesal, "Halten Sie den Mund."
Halten Sie den Mund.
(Tutup mulutmu.)"Beeil dich und gib mir deins.
Beeil dich und gib mir deins.
(Cepat berikan milikmu)Pria itu langsung menyembunyikan sisa rotinya begitu pria tua itu memintanya begitu saja.
Beberapa kali mengatakan hal yang sama tapi pria di sebelahnya tidak juga memberikan rotinya membuat pria yang tadi menolong Sarga melayangkan pukulannya kepada pria itu. Orang-orang yang ada di sana hanya diam menonton, mereka tidak ingin ikut campur dengan pria yang mengklaim bahwa dirinya adalah pemilik stasiun bawah tanah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SARGA
Teen FictionSarga berusaha merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya dari orang-orang licik yang merebutnya. Namun itu semua butuh bantuan serta dorongan dari orang lain. Namun dia di sini, berdiri, seorang diri. Apa ada yang bersedia membantunya?