04 : Di Suatu Sore

1.1K 212 27
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Jendral mematung didekat pintu setelah matanya menangkap keberadaan dua orang yang sama-sama terkejut melihatnya. Jendral beringsut mundur selangkah, sedangkan yang ditatap Jendral tidak berkata apa-apa. Dia tadi berniat melihat siapa yang datang karena mendengar suara gaduh dari luar, dia pikir itu Ayah yang baru pulang bekerja dan merasa lelah. Tetapi dia malah menemukan dua remaja tanggung seusianya tengah berdebat.

Jendral tentu tahu siapa dua orang itu, mereka teman baik Hasta. Yang selalu kemana-mana bertiga, tiga orang tampan yang pintar, berbakat, dan tentunya populer di sekolah. Yang selalu disebut-sebut sebagai anak emas, anggota klub Olimpiade, dan berbagai kegiatan lain disekolah. Jendral jarang melihat keduanya, sebab selain berada di kelas yang berbeda, Jendral tidak pernah mau berinteraksi dengan keduanya. Takut Hasta marah atau yang paling Jendral takutkan, dia akan mempermalukan Hasta.

Naresh dan Ren yang berada didepan pintu sontak langsung tersenyum canggung, sama sekali tidak menyangka jika yang membuka pintu adalah saudara kembar Hasta, Jendral. Dua anak itu sudah berulangkali menelfon Hasta tapi sama sekali tidak pernah diangkat. Keduanya kemudian saling senggol sambil sesekali melirik kearah Jendral yang juga masih terdiam.

"Hasta ada?" Yang bertanya itu Ren, cowok penyuka seni yang menjadi Ketua klub debat. Tubuhnya sedikit kecil memang, tetapi laki-laki itu punya kekuatan yang luar biasa. Buktinya saja dia juga diikutkan dalam beberapa macam cabang olahraga saat terdapat lomba antar sekolah.

Jendral terkesiap, seketika laki-laki itu mengangguk buru-buru kemudian menyilahkan keduanya untuk masuk lewat gerakan tangan- yang untungnya dimengerti oleh Ren dengan baik.

"Itu kita disuruh masuk?" Naresh bertanya sambil setengah berbisik pada Ren, menatap Jendral dengan tatapan sedikit.. aneh.

Ren mengangguk kaku, sebelum akhirnya menyeret Naresh untuk turut mengikuti Jendral yang sudah lebih dulu masuk. Keduanya mengamati rumah besar keluarga Dhanandyaksa yang rasanya semakin luas. Sebagai seseorang yang terhitung sering pergi kesana, Naresh dan Ren menyadari jika rumah ini sedikit demi sedikit mulai berubah.

"Aku belum lihat Hasta sejak pulang sekolah tadi, mungkin anaknya tidur. Kalian mau pergi ke kamarnya atau mau aku bangunkan Hasta?"

Naresh menyenggol lengan Ren yang masih sibuk menatap sekitar disaat Jendral menunjukkan layar ponselnya kearah mereka- karena Jendral tahu bahwa mereka tidak bisa bahasa isyarat.

"Langsung ke kamarnya aja deh, anterin." Ren berkata sambil melirik Jendral sebentar, kemudian memimpin langkah bersama Naresh.

"Si boncel, lo minta dianterin tapi sendirinya main nyelonong! Yang sopan, ini bukan rumah Bapak lo." Ketus Naresh, sedikit melirik kearah Jendral yang tidak berkata apa-apa.

Naresh kemudian memejamkan matanya sesaat, dia lupa jika Jendral itu bisu.

Ren dan Naresh berhenti melangkah ketika sampai didepan pintu kamar Hasta, kemudian menatap Jendral yang untungnya langsung paham apa maksud tatapan itu. Jendral kemudian mengetuk pintu kamar Hasta dua kali, sebelum akhirnya membuka pintu itu. Benar, Hasta tengah tertidur dengan keadaan kamar yang super berantakan.

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang