17 : His Little Secret

1.3K 191 26
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

MUNGKIN seluruh semesta akan ikut mencaci maki Bastian jika Tuhan menunjukkan seberapa buruknya Bastian sebagai seorang Ayah. Dia mungkin akan mendapatkan berbagai rutukan hingga do'a-do'a buruk yang menyertai langkahnya. Dia akan bermimpi buruk sebab penyesalan akan semua sikapnya yang jauh sekali dari kata baik bagi anak-anaknya, terkhususnya Jendral.

Jendral. Lugas Jendral Dhanandyaksa. Putra tengahnya, putra yang Bastian sadari mendapatkan perlakuan paling buruk darinya. Putra yang tidak jarang menjadi objek kemarahannya, tak jarang dia siksa, dia pukuli, dia beri kata-kata yang begitu jahat. Putra yang tidak pernah dia beri dekapan hangat.

Jahat ya?

Bastian terkekeh memandang pantulan wajahnya dalam cermin, kantung matanya, wajah pucatnya, semuanya tergambar jelas disana. Mata Bastian jatuh pada tangannya sendiri, ada garis kemerahan disana, memanjang sebab dia terlalu keras memegang gesper dini hari tadi. Laki-laki itu kemudian sejenak teringat akan apa yang sudah dia lakukan. Wajah kesakitan putranya, tatapan memohon, hingga tubuh yang meringkuk kedinginan. Teriakan putus asa Hasta, hingga gedoran pintu yang rasanya membuat emosi Bastian semakin tidak terkontrol.

Anak-anaknya, seberapa hebat mereka terluka melihat dirinya seperti ini?

Bagus Bas, teruskan, teruskan seperti itu. Bukankah itu yang kamu mau? Menyalurkan kemarahan kamu atas semua hal yang terjadi? Ingatkan, anak itu adalah sumber kesengsaraan dalam hidup kamu.

Bastian meneguk ludahnya pahit, menatap bayangannya yang melempar senyum penuh kemenangan dalam cermin. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, tidak, bukan, bukan. Batinnya menolak semua perkataan itu.

Bukan bagaimana? Tidak ingat kalau Anne pergi setelah kehadiran anak itu?

Kamu tidak ingat juga karena anak itu adik kamu jadi seorang pembunuh dan kini harus hidup dipenjara?

Lanjutkan saja Bas, lanjutkan apapun yang kamu mau. Salurkan kemarahanmu pada anak itu, buat anak itu menyesal karena sudah lahir.

"Anakku,"

Bukan, anak kamu cuma Manggala dan Hasta. Anak itu hanya anak buangan. Lihat? Iparmu saja membuangnya tanpa merasa bersalah. Kenapa kamu memungut anak itu?

PRANG!

Lagi, seperti yang sudah-sudah. Saat bayangan itu mulai mengatakan hal-hal aneh, tinju Bastian melayang begitu saja untuk menghancurkan kacanya. Dengan tangan kosong, dia hanya ingin bayangan itu segera menghilang. Dan tidak ada bisikan kata-kata yang membuat dirinya semakin terlempar pada kenyataan.

Dengan tangannya yang masih mengucurkan darah segar, dengan gemetar, Bastian meraih ponselnya yang terkena pecahan kaca. Tidak peduli pada keadaannya yang kacau, laki-laki itu mengetikkan sebuah nomor dan menelponnya.

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang