15 : All Of Me

949 174 37
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Sejak bangun tidur tadi pagi senyum Kelana sudah mengembang penuh. Gadis itu seperti baru saja tertimpa uang satu ton karena tidak mengendurkan senyumnya bahkan ketika dia memasuki kamar mandi. Jelas saja hal itu membuat Airin mengernyitkan dahinya tidak mengerti, anak perempuannya itu baru saja menabrak tiang di mimpi atau bagaimana?

"Kenapa Bun?" Khailan, anak pertamanya yang pertama kali bertanya ketika mendapati wajah Airin keheranan setelah turun dari kamar adiknya. Laki-laki itu sedang membantu menyiapkan sarapan— karena dia memang pandai soal urusan dapur.

"Adek kamu tuh," Airin mengambil pisau dan mulai memotong sayur. "Kayaknya udah gak beres beneran." Ibu 3 anak itu menggelengkan kepalanya dramatis.

Khai yang mendengarnya mengernyitkan dahinya, "Lana?" Si sulung memastikan, kemudian terlihat berpikir. "Emang beberapa hari belakangan ini itu anak aneh sih, Bun. Masa semangat banget pergi sekolah. Padahal dulu udah aku bujuk-bujuk pake duit berangkat aja ogah-ogahan."

"Ya kan Bang, aneh banget." Airin turut menyetujui perkataan Khai, "Si Kakak kesambet setan apa deh bisa mendadak rajin begitu. Kan kalau gini terus Bunda jadi seneng, itung-itung hemat tenaga buat bangunin dia."

"Kakak tuh lagi jatuh cinta, Bun." Tahu-tahu Cakra datang dan langsung menimbrung. "Makanya jangan heran kalau tingkahnya mendadak ajaib begitu. Aku aja suka heran, kok bisa dia kayak gitu."

"Loh ternyata yang itu beneran ya?" Airin menoleh kearah Cakra yang sudah duduk di meja makan, lengkap dengan seragamnya yang sudah rapi dikenakan. "Sama cowok yang dia ceritain waktu itu? Yang ketemu di minimarket sama kamu itu?"

Cakra mengangguk ringan, "Kayaknya sih begitu. Kak Lana di sekolah juga ngintilin dia mulu, aku sendiri yang malu kalau ngeliat dia ngebet banget sama cowoknya."

"Heh kamu yang bener!" Airin menatap kaget kearah Cakra, kemudian menyerahkan sutil yang dia gunakan untuk menumis bumbu kearah Khai dan langsung menghampiri Cakra. "Cowoknya gimana Dek?"

Melihat kehebohan istrinya itu, Biru— kepala keluarga itu hanya menggelengkan kepalanya perlahan. Sedikit mengerti alasan kenapa istrinya begitu heboh, dia sendiri tidak mempermasalahkan apapun. Termasuk jika anak-anaknya mulai menyukai lawan jenis, mereka semua sudah beranjak dewasa. Wajar saja.

"Ganteng sih Bun, sesuai apa yang Kakak bilang. Orangnya pinter, baik juga." Cakra menghentikan kalimatnya, menatap Airin. "Cuma itu, sayangnya dia—"

"Halo selamat pagi semuanya!!!!" Kelana datang dengan semangat, memberi kecupan ringan pada pipi Bunda dan Ayahnya, kemudian tangannya dengan ringan menabok punggung Cakra. "Wihh asik pagi-pagi udah pada semangat banget, lagi ada gosip apa nih?" Tanyanya sambil meletakkan tasnya dilantai dan kemudian duduk disamping Cakra.

"Pagi, Kakak." Airin menatap Kelana, kemudian menatap putri tengahnya dengan tatapan heran. "Kamu hari ini penuh persiapan banget. Emang mau ada acara di sekolah ya?"

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang