07 : Si Ganteng, Katanya

1.1K 215 29
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Terhitung sudah 2 jam 46 menit 36 detik mereka duduk disana. Dibawah sebuah pohon asem didepan sebuah minimarket. Alias sudah hampir tiga jam berada disini tanpa melakukan apapun, dan botol yang baru saja dilempar ke tong sampah merupakan botol minuman keempat yang sudah ditegak habis. Dua anak manusia berbeda jenis kelamin itu agaknya belum bosan meski menggundang tatapan bertanya dari tukang parkir yang sebetulnya tidak boleh mengais rezeki disana itu.

Cakra- yang tidak mengerti jalan pikiran kakak perempuannya yang dia lihat-lihat menjadi agak miring sejak kepulangannya dari minimarket kemarin itu hanya menghela napas tidak mengerti. Tolong, habis mencium tiang mana sampai membuat otak Kelana semakin menjauhi kewarasannya?

"Tolol banget," entah itu umpatan keberapa yang keluar dari mulut Cakra, ditujukan pada sosok disampingnya yang tengah duduk manis dan sejak tadi tidak berhenti tersenyum.

"Lan, lo kesini beneran mau ketemu orang atau karena emang lo lagi ketempelan?"

Yang dipanggil Lan- itu Kelana, langsung berhenti tersenyum dan menoyor kepala Cakra dengan sepenuh hati. "Bacot lo anak pungut."

Dengusan keluar dari mulut Cakra yang mungkin sudah merasakan pinggulnya pegal karena terlalu lama duduk, "Lo sih bego pake nyerahin kartu pelajar lo, tolol banget heran. Kenapa sih? Apa motivasi lo nyerahin identitas diri lo sebagai pelajar?"

"Karena yang nolong gue kemarin ganteng, ya kali gue lepasin gitu aja. Minimal dapet id linenya lah, maksimal lagi gue pacarin."

Cakra hanya mampu menghela napasnya, "Lo nurun siapa sih Kak? Perasaan gue sama Bang Khai gak sebegitunya, Mama sama Ayah juga orangnya elegan banget kalau urusan beginian.."

"Lo kenapa kayak seneng banget diobral murah?"

Kelana melirik sinis kearah Cakra, "Pala lo sini gue obral."

"Ya habisnya lo tolol banget, kenapa malah ngajak gue? Mending lo pergi sendiri aja, kerjaan gue tuh banyak."

"Kerjaan lo cuma ngabisin duit, jangan sok-sokan sibuk." Kelana berkata santai, kemudian menyerahkan uang 50 ribu ketiga dari sakunya untuk diberikan kepada adik tercintanya. "Mending lo jajan aja sana, daripada bacot mulu."

Cakra ingin sekali menempeleng kepala Kelana, tapi masih urung karena ingat jika gadis itu lebih tua darinya. "Gue lebih yakin yang anak pungut itu lo, bukan gue."

Plak! Tangan Kelana melayang ringan kebagian belakang kepala Cakra. Mencumbunya dengan sebuah keplakan nyaring.

"MBAK KATA MAMA JANGAN SUKA NABOK KEPALA BELAKANG! NANTI AKU JADI GOBLOK!" Cakra memekik kesakitan.

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang