13. Disaster

1.8K 243 45
                                    

"Argh, sakit, Chaeng!" Rengek Lisa saat Rosé membantunya masuk ke dalam rumah. Bayi besar itu tak henti merengek sejak dirinya sampai ke mobil milik Jisoo yang memang diparkirkan di pos satu. Sebelum pulang mereka juga menyempatkan untuk mampir ke klinik demi memeriksakan keadaan kaki Lisa. Biar bagaimanapun, anak itu terpaksa harus menuruni gunung dengan kaki yang terluka. Untungnya, tak ada yang serius. Baret yang sudah di cuci oleh Jisoo sebelumnya kini telah diberikan perban, begitupun dengan pergelangan kakinya yang ternyata ikut terkilir.

"Setelah ini, cerobohmu itu dikurangi. Untung tidak terjadi hal yang lebih buruk dari ini. Kalau sesuatu terjadi, aku tidak bisa lagi membayangkannya." Ucap Jennie, mulai mengomel, entah untuk yang ke berapa kalinya. Bukannya takut, Lisa malah menyeringai dan mengejek kakaknya itu. "Karena Unnie menyayangiku ya? Makanya tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padaku." Katanya.

Jennie menyilangkan tangannya di dada kemudian menatap tajam ke arah Lisa yang duduk di atas sofa. "Tentu. Aku menyayangi kalian semua. Maka dari itu aku tidak ingin hal buruk terjadi pada kalian. Kau paham sekarang? Ini bukan hal sepele. Jika kau terperosok ke jurang, kita tidak pernah tau apa kau masih bisa menampilkan wajah tengilmu itu didepanku." Tegasnya membuat Lisa diam seketika. Gadis itu mengerucutkan bibirnya dan mengangguk pasrah.

Jennie mendengus kemudian berlalu ke kamarnya untuk mandi dan membersihkan diri. Menyisakan Rosé, Jisoo dan Lisa yang masih duduk di ruang tengah. "Bagaimana rasanya diomeli kucing galak?" Tanya Jisoo sambil tertawa. Lisa semakin manyun. "Jennie Unnie benar-benar menakutkan." Balasnya dengan nada merengek.

"Tapi Jennie Unnie benar, Lisa-ya. Tadi itu lumayan menakutkan. Jika Haeun-ssi tidak tanggap, kamu mungkin akan menuruni gunung dengan cara merosot. Pffftt.." Rosé tadinya ingin memberi nasehat. Tapi membayangkan Lisa yang turun gunung seperti naik perosotan agaknya lumayan menggelikan di kepalanya.

"Chaeng-ah! Itu tidak lucu!" Rengek Lisa lebih keras kali ini. Jisoo melebarkan matanya. Gadis itu mengibaskan tangannya di depan wajah seakan tidak setuju. "Ani! Itu lucu, Lisa-ya. Coba bayangkan, kau merosot sampai bawah hmppffttttt hahahahahha pantatmu pasti terbakar dan mengeluarkan asap!" Timpalnya disambut tawa keras dari Rosé. Lisa, si korban, hanya bisa mendengus dan memukul bahu kakaknya untuk menyalurkan kekesalan.

***

"Unnie," Rosé memanggil Jennie yang tertidur di sebelahnya. Setelah diomeli kemarin, Lisa memang meminta agar Rosé mau bertukar kamar dengannya. Anak itu masih terbayang akan mata kucing Jennie yang menatapnya dengan tajam dan itu masih membuatnya takut.

Pagi ini, Rosé yang baru saja bangun merasakan suhu tubuhnya naik dan kepalanya terasa sangat berat. Mungkin karena kelelahan akibat mendaki gunung kemarin. Jadi ia bermaksud untuk membangunkan Jennie, bertujuan untuk meminta bantuan. Namun ketika tangannya memegang bahu sang kakak, suhu panas yang familiar juga bisa ia rasakan dari si kucing galak. Dan itu membuatnya bangkit seketika.

"Unnie?" Rosé kembali memanggil. Namun kali ini, memanggil Jisoo lewat sambungan telpon. Sebelum menyahut, Rosé bisa mendengar kakaknya itu mengerang diujung sambungan. "Ada apa?" Jisoo bertanya dengan suara yang serak.

"Unnie, aku dan Jennie Unnie sepertinya demam. Bisakah tolong kami, bawakan obat dan air?" Tanya Rosé dengan suara yang lemas. Jisoo terdengar mendengus disana. "Nice info. Tapi aku dan Lisa juga demam disini." Katanya hingga membuat Rosé yang kali ini mengerang keras.

"Bagaimana bisa?" Tanyanya merengek.

"Eh? Mana ku tau. Sudah dulu ya, aku pusing. Mau tidur." Dan panggilan terputus. Rosé lagi-lagi mengerang. Gadis itu kemudian kembali merebahkan tubuhnya diatas kasur lalu berbalik dan menatap Jennie. Ia mulai mencolek pipi mandu kakaknya, berharap gadis itu bangun dan setidaknya menemaninya untuk mengeluh bersama. Dan rencananya berhasil karena tak lama kemudian, Jennie mulai terlihat tak nyaman dan mulai membuka matanya.

Summer DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang