Pagi-pagi sekali, Jisoo sudah mendengar suara bel rumahnya yang ditekan berkali-kali tanpa diberi jeda. Tanpa menaruh curiga akan siapa yang datang, Jisoo yang berusaha menahan kekesalannya berjalan cepat dengan membawa spatula panas yang baru saja ia gunakan untuk memasak sarapan. Dugaannya, Nenek Choi yang tinggal tepat di seberang jalan mungkin kehabisan garam atau telah membakar sofanya lagi pagi ini.
Tapi saat pintu terbuka, Jisoo sadar, ini bahkan lebih buruk dari sekedar Nenek Choi yang meminta bantuan untuk memadamkan api. Cengiran lebar tiga gadis yang kurang lebih enam bulan lamanya tidak ia temui menghadirkan sakit kepala yang menyerang tiba-tiba.
"Unnie!"
"Akh!" Jisoo mengerang ketika tubuhnya diserang oleh pelukan dari tiga bocah badung yang hobi mengganggunya dalam setiap kesempatan. Jisoo meruntuk dalam hati karena ia benar-benar lupa kalau mereka akan datang hari ini. Salahnya sendiri yang sengaja mengabaikan ponsel, terutama pesan dari adik-adiknya itu.
"Unnie, bogoshipo!" Jennie yang memang paling jarang bertemu dengan Jisoo menghadiahkan kecupan-kecupan basah pada pipi kakaknya. Membuat Jisoo berusaha sekuat tenaga untuk lepas dari kungkungan tiga orang aneh ini. Sayangnya, melawan tiga orang tentu bukan hal mudah untuk Jisoo yang memiliki tubuh mungil.
"Lepaskan aku!" Jisoo menjerit ketika menyadari Rosé dan Lisa kini ikut mendekatkan bibir mereka pada wajahnya. Dalam beberapa saat kedepan, pipi kanannya tiba-tiba saja telah dikecup oleh Jennie, pipi kirinya dicium oleh Rosé dan keningnya disedot oleh bibir tebal Lalisa. Jisoo histeris. Nyawanya seakan dicabut paksa oleh malaikat. Jisoo bersumpah demi Tuhan, ia tidak suka bentuk penyaluran kasih sayang semacam ini!
Hanya dalam hitungan detik wajahnya ditempeli bibir-bibir beracun itu, Kim Jisoo tanpa terduga jatuh tak sadarkan diri dalam kungkungan bocah-bocah menyebalkan yang sayangnya merupakan sepupunya sendiri.
***
Mata kucing Jennie melebar tanpa ampun. Ia berbagi tatapan dengan adik-adik sepupunya yang terlihat sama terkejutnya ketika melihat tubuh sang kakak terkulai dalam pelukan mereka. Jisoo pingsan!
"Omo, eottokhe?!" Jennie memekik panik sementara Rosé refleks bergerak menjauh dan membuat beban tubuh Jisoo ditumpu oleh Lisa seluruhnya. "Wow, wow, Cheong-ah! Bantu aku!" Ringis Lisa yang kini menahan tubuh sang kakak sendirian. Rosé mengeluarkan kekehan geli begitu melihat reaksi Lisa namun dengan cepat kembali mendekat dan membantu sobatnya itu.
"Ayo kita bawa ke sofa sana." Tunjuk Rosé menggunakan dagunya. Lisa setuju. Jadi dengan gerakan perlahan, mereka membawa tubuh mungil namun berisi milik kakaknya menuju sofa ruang keluarga, sementara Jennie terpaksa harus menyeret tiga koper miliknya serta milik Rosé dan Lisa agar setidaknya benda itu tersimpan di dalam rumah, bukan lagi di teras.
Jennie kemudian membuka kopernya dengan gerakan terburu-buru lalu mengambil minyak gosok herbal yang telah dimasukan oleh ibunya sebagai bentuk kekhawatiran wanita tua itu pada anaknya yang mudah mabuk perjalanan. Jennie lantas berlari mendekati tiga sepupunya lalu mulai berjongkok dihadapan Jisoo untuk kemudian mengoleskan minyak gosok di hidung, kening, serta leher kakaknya.
Jujur saja mereka sangat terkejut. Hari pertama mereka di rumah Kim Jisoo bahkan belum di mulai dan si pemilik rumah kini malah tergeletak tak sadarkan diri di hadapan mereka. "Apa Jisoo Unnie sedang sakit?" Rosé bertanya sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Lisa hanya mampu mengangkat bahunya tak tahu. Dia tak memiliki ide tentang mengapa gadis Kim itu jatuh pingsan.
"Tubuhnya tidak panas. Aku tidak tahu, tapi sepertinya Jisoo Unnie terlihat baik-baik saja tadi." Jennie menyahuti seraya tak henti memijat pelipis Jisoo dengan minyak yang telah ia balurkan di jemarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Summer Diary
FanfictionKim Jisoo terpaksa harus menampung sepupu-sepupunya yang rusuh selama liburan musim panas ini.