3 • On Se Vrací

227 67 16
                                    

"Xisier, aku ingin kita bercerai."

"Baiklah, jika itu maumu mari bercerai."

Kalimat yang masih terngiang-ngiang di kepala Liera, setiap detik, setiap menit, setiap waktu. Tak ada sedikit pun penolakan atau suatu rasa yang dapat memberatkan. Persetujuan yang terdengar tegas dan dingin itu, kembali mengingatkan Liera pada rasa sakit. Liera yang meminta berpisah, Liera juga yang kesakitan. Liera benar-benar tak mengerti. Tak pernah mengenal sosok itu. Sosok Leoxisier yang sebenarnya. Sosok yang sangat asing baginya.

Seperti saat ini. Banyak pasang mata memandang ke arah luar, berbisik riuh membicarakan pria asing yang mulai turun dari mobil mewahnya. Terparkir tepat di depan kafe. Benar-benar mengundang banyak orang untuk berceloteh. Tinggi semampai, proporsi tubuh yang bagus, tatapan mata tajam mengintimidasi, seksi. Cukup membuat orang-orang bertanya pria itu seorang aktor atau idol? Tetapi tidak ada yang pernah melihat apalagi mengenalnya.

"Wow, nyata atau realitas virtual?" pungkas Acasha penuh takjub. "Tunggu, tapi kenapa pria setampan itu sangat familiar bagiku?" lanjutnya penuh selidik ketika matanya menelisik ingin melihat wajah tampan pria itu lebih jelas lagi.

"Kukira kau memang mengenalnya," sanggah Liera yang sejak tadi berdiri tepat di samping Acasha. Memang asing, tetapi Liera tidak buta hanya untuk sekedar mengenali wajah itu. Seketika Liera memijit pelipih matanya. Tertunduk, berniat menenggelamkan diri di dasar jurang paling dalam. Terlebih lagi ingin segera berlari jauh dari sana ketika pria itu berjalan ke arah pintu masuk kafe mereka.

"Kau benar, di dalam mimpiku," ujar Acasha seraya menumpu wajahnya, masih dengan senyum penuh takjub menatap keindahan maha karya tuhan.

Liera menelengkan sedikit kepalanya menatap Acasha dengan alis terangkat sebelah, lalu menghela napas sebelum akhirnya membentuk senyum asimetris. "Buka matamu dan lihat dengan jelas," tutur Liera dengan gelengan kepala kecil setelahnya. Kedua mata Acasha nampak menerawang hingga detik suara lonceng kafe terdengar ketika pintu kaca persegi dibuka oleh pria Dean itu.

"Aigoo, mantan suamimu!" terka Acasha yang tak percaya seraya merutuki atas kekagumannya barusan. "Bagaimana bisa dia berubah sedrastis ini? Argh, gila! Tampan sekali, kenapa tak jadi model saja, sih? Pasti sudah kukencani." Liera yang mendengar celotehan Acasha, hanya tersenyum simpul. Sudah hafal dengan kelakuan temannya itu.

Memang tak heran bagi Liera jika Acasha sempat tak mengenali mantan suaminya, karena dari kepala sampai ujung kaki terlihat berbeda. Jika biasanya Leo mengenakan pakaian yang menunjukkan kriteria pria yang hangat, namun kali ini sangat bertolak belakang. Turtle neck hitam, dengan coat yang membalut di luarnya. Seksi. Terlihat sangat misterius. Leo juga memotong rambut dan mengubah gayanya. Apalagi mata itu tertutup oleh kaca mata hitam yang bertengger nyaman di atas hidung bangirnya.

Berjalan ke arah meja bar kafe. Hazel-nya tak luput dari wajah Liera sejak memasuki kafe itu. Dan kini Leo sudah berada tepat di depan Liera, hanya terhalang oleh meja bar yang panjang melingkar di ujungnya. Acasha yang memiliki firasat buruk, memilih meninggalkan Liera untuk melayani pelanggan lain.

"Selamat siang, Tuan. Apa yang bisa kupesankan?" ucap Liera tersenyum ramah seperti kepada pelanggan pada umumnya, seakan tak mengenal dekat sosok itu, padahal sudah pernah seranjang bersama.

"Apa kau masih memiliki sesuatu yang spesial?"

Mendengar apa yang Leo katakan membuat Liera sedikit mengernyit, tetapi senyuman tetap Liera kembangkan. Sebenarnya apa maksud ucapan Leo dengan kata 'masih'? Memang sempat terpikir, tapi Liera tak terlalu ingin mempedulikannya, lalu Liera berucap, "Ya, tentu. Kami mempunyai sesuatu yang dingin dan menyegar—"

Povýšený • Leo Xodiac [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang