6 • Odejít

152 55 5
                                    

"Hei, Dongsaeng! Akhirnya kita bertemu. Aku sangat merindukanmu. Kenapa kau jahat sekali pada hyung-mu, huh? Kau sama sekali tak memahami perasaanku," ucap Sing yang baru saja masuk ke dalam rumahnya, lalu berjalan menuju sofa untuk duduk berseberangan dengan Leo, berniat menyapa seolah seperti kakak yang penuh dengan kasih sayang pada sang adik.

Leo sudah berada di rumah Sing sejak seperempat jam yang lalu. Bukan apa-apa, hanya saja Leo merasa perlu berbicara dengan Sing, ia lelah mendapati sepupunya itu terus menerus mengusik kehidupannya dengan sang wanita. Sebenarnya Leo bisa saja tak ingin peduli jika Sing tidak melakukan hal yang kelewatan.

Membenarkan posisi duduknya dengan menyandarkan punggung di kursi, lalu melipat tangan di depan dada sembari menyilangkan kaki-menaikkan dari satu kaki ke kaki yang satunya. Leo hanya mengulas senyum sebagai bentuk apresiasi untuk lelucon yang baru saja Sing lontarkan. Ya, lelucon. Menurut Leo rasa rindu yang selalu Sing ucapkan itu hanyalah sekedar lelucon baginya. Jelas saja, mau seperti apapun Leo tahu jika Sing mengucapkannya agar mereka bisa bertemu atau mungkin ingin mencairkan suasana. Bukan karena ada dendam sampai Leo tidak ingin menemui Sing, hanya saja mungkin Leo terlalu malas untuk menghadapinya.

"Apa kau sesenggang itu sampai memilih turun tangan sendiri hanya untuk melukai seorang wanita?" terka Leo langsung. Sama sekali tidak ingin berbasa-basi.

Sing tertawa mendengarnya. Jelas dia paham ke mana arah pembicaraan Leo. Bagaimanapun juga Leo tidak pernah bisa diremehkan. Jelas, Leo tahu jika kemarin malam, seseorang yang berniat menabrak Liera adalah sepupunya itu. Hanya dengan melihat mobil mewah dengan plat nomor istimewa yang jarang dijumpai, sebab hanya ada beberapa di dunia-terlalu mahal-itu Leo sudah tahu, apalagi mobil itu beberapa kali Sing kenakan dibandingkan mobil mewahnya yang lain.

"Bagaimana? Apa kau menyukainya?" pungkas Sing yang tak berniat untuk mengelak, malahan ia sangat percaya diri dengan apa yang telah ia lakukan. Rasanya begitu senang dan ingin menunjukkan kesombongan. "Dongsaeng, kita sama-sama tahu jika aku sangat menyayangimu sejak dulu. Ketika kau baru lahir ke dunia ini, aku merasa sangat senang memiliki seorang adik. Maka dari itu, melihatmu kesusahan hanya karena satu wanita, aku merasa sangat kasihan padamu, dan yang kulakukan kemarin itu hanya ingin membantumu," belanya kemudian.

"Membantu? Benarkah?" Kali ini Leo yang terkekeh. Lucu saja mendengar pembelaan dari Sing yang terdengar konyol di telinganya. "Kemarin kau bilang ingin threesome? Sekarang ingin membantu? Siapa yang sedang kau coba bodohi?" tanya Leo sarkasme.

"Wah, kau jangan salah paham, Dongsaeng. Aku memang berniat membantumu, kau sangat buruk jika menghadapi seorang wanita. Makanya kubantu. Dan mengenai threesome? Ucapanmu keterlaluan, aku tidak mengatakannya seperti itu. Namun, itu merupakan bonus jika aku berhasil membantumu. Bagaimana?" bantah Sing seakan tengah berbisnis.

Memang cukup bisa dikatakan bisnis. Sejak awal memang Sing menawarkan untuk berbisnis. Inilah bisnisnya, bisnis gila. Seolah apa yang telah dilakukan Sing harus dibayar sebanding dengan hasil yang nantinya akan ia dapatkan. Makanya, sejak awal pula Leo tidak berniat mengiyakan, apalagi hanya sekedar mendengarkan saja sudah cukup membuatnya muak.

Sekalipun Leo menyetujuinya, bagaimana dengan Liera? Wanita itu sangat sulit dihadapi, apalagi dibujuk untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin wanita itu lakukan, pastinya. Karena bagaimanapun, mereka akan bermain jika sama-sama mau-consent, jadi tidak ada unsur paksaan. Begitu juga dengan wanita agensi yang pernah bermain dengan mereka.

"Bukankah sejak awal aku sudah menolak," pungkas Leo.

"Kau seharusnya berterima kasih padaku. Bukankah kemarin wanita itu terlihat seperti anak anjing yang meminta perlindungan? Dongsaeng, wanitamu sangat manis sekali," sanggah Sing melenceng dari pembicaraan mereka.

Povýšený • Leo Xodiac [M] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang