-Alin's POV-
Sore itu aku memberanikan diri untuk pulang setelah menghabiskan hari bersama Sherra dan Kak Naya. Kadang akupun merasa iri kepada Sherra. Dirinya tidak memiliki orang tua kandung, tapi justru dianugerahi seorang kakak yang bak malaikat.
Seperti biasa aku pulang bersama supir pribadiku, Pak Darno. Langkahku mulai masuk ke dalam rumah yang menurutku terlalu besar dan hampa.
Orang tuaku bercerai saat aku berusia 9 tahun. Papaku menikah di Australia. Dan kini aku tinggal bersama mamaku dan suami barunya. Tidak bisa ku sebut papa, karena tindakannya yang sering hampir melakukan pelecehan baik verbal maupun fisik kepadaku. Tentunya tanpa sepengetahuan mama.
Aku bukan tidak pernah melaporkan kepada mama. Hanya saja mama jauh lebih cinta kepada suaminya dari pada harus mempercayaiku.
Dua jam berlalu.
Aku masih sibuk berkutat dengan laptop dan buku-buku sekolah. Harapanku adalah bisa masuk salah satu universitas di Australi; untuk bertemu papa.
Cekrekk.
Seseorang membuka pintu kamarku. Aku dengan cepat menoleh untuk mencari tahu siapa yang memasuki kamarku tanpa izin.
"Kamu ngapain, Al?", tanya pria paruh baya yang hanya mengenakan celana pendek tanpa kaos itu.
"Belajar", jawabku singkat dengan tujuan agar dirinya tidak merasa diladeni.
Namun usahaku nihil, pria itu semakin berani untuk masuk dan menutup kembali pintu kamarku.
Aku terdiam heran. Sedikit banyak merasa takut. Karena pria ini memang sudah sering bertindak tidak senonoh kepadaku sejak awal menikah dengan mama.
Tanganku menggenggam pinggiran meja belajar untuk menahan rasa takut. Sungguh, jika pria ini melakukan suatu hal buruk maka tidak ada sama sekali yang bisa menolongku.
"Kamu udah gede aja, Al. Lebih cantik dari mama kamu", celotehnya yang menurutku hanyalah omong kosong.
Langkahnya semakin mendekat, aku yang gugup langsung berusaha lari menjauh dari jangkauannya. Sayangnya gagal, tangannya yang jauh lebih besar sukses menggapai tanganku.
Dengan tenaganya yang masih prima, pria itu membanting tubuhku kuat ke arah tempat tidur. Air mataku sudah tidak dapat ku bendung. Rasanya lebih baik aku mati dari pada harus dilecehkan oleh suami mamaku sendiri.
"Pah lepas! Alin nggak mau!", teriak ku sekuat tenaga berharap ada salah satu orang yang rela menolongku.
"Diem, Al. Sebentar aja", bisik pria tidak tahu malu itu tepat di telingaku.
Aku sekuat tenaga memberontak berusaha mendorong tubuh besarnya dari atasku.
Hiks.. Hiks..
"Al mohon, Pah. Lepasin".
Jika bisa memilih, mungkin aku lebih baik berlutut dan bersimpuh di hadapannya agar ia tidak melakukan hal keji ini kepadaku.
Tindakannya semakin menjadi meskipun aku sudah memohon sedemikian rupa. Tenagaku bahkan sudah habis untuk melawannya lagi.
Terlintas sebuah pikiran nekat dalam benakku. Tanpa pikir panjang, aku menggigit pundaknya yang tidak tertutupi apapun sekuat tenaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIES [on going]
Jugendliteratur𝚂𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚛𝚊𝚜𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚞 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊. -𝚕𝚢𝚐𝚜𝚜𝚖 [SEBAGIAN PART DIPRIVASI, FOLLOW SEBELUM BACA YAA] "Kita emang nggak bisa bersama, Van. Dari awal. Dan kamu tau itu.." "Kamu egois, She." "Iya, kita...