Jika mencintai mu adalah sebuah luka. Maka tanpa sadar aku sudah melukai diri ku sendiri
—SherraLangit minggu yang cukup cerah menampilkan awan putih dengan bentuk bermacam-macam. Revan sedang duduk dibawahnya menikmati pemandangan indah itu. Dengan sebuah vape bertengger indah di tangan kanannya.
Drrtt.. Drrtt..
Sebuah ponsel yang berada diatas meja balkon itu berdering. Dengan cepat Revan meraih ponselnya.
"Halo", sapa lelaki bersuara berat itu.
"Makasih banyak hadiahnya", sahut gadis dengan nada manja dibalik layar ponsel.
"Udah makanya jangan marah mulu", sahutnya kepada Erika.
Menurut Revan ini memang cara paling ampuh meminta maaf pada seorang gadis, belikan hadiah, kirim ke rumahnya. Kemudian tunggu beberapa menit.
"Aku ke apartemen kamu ya, sekalian nyiapin dinner kita nanti malem"
Revan berpikir sejenak. Sepertinya sudah terlalu sering Erika mengunjungi apartemennya. Mungkin kali ini mereka harus makan di tempat lain.
"Gak usah, nanti malem kita dinner diluar aja. Gue reservasiin tempat"
Keduanya menyepakati rencana makan malam diluar mereka. Ini lah yang diinginkan Revan, ia ingin sejenak menikmati hari minggunya yang tenang. Tanpa mendengar celotehan dari pacarnya.
Jari-jari Revan iseng mengetikkan pesan kepada sebuah nomor.
Revan menghela nafas melihat respon jawaban yang diterima dari pesannya. Gadis itu membalas pesan dengan cepat tapi sangat singkat. Kaya owner olshop lo, batin lelaki itu.
Tidak putus asa, Revan kemudian menekan tombol telepon di layarnya.
Tut..
Nomor ini menolak panggilan Anda.
Tulisan dari layar ponsel yang membuat Revan ingin membanting benda itu. Lelaki dengan rambut hitam sedikit berantakan itu berusaha tersenyum menahan emosinya.
Oke sekali lagi, mari kita coba.
"Halo??", ujar seseorang dari balik layar telponnya.
Revan terkejut, tidak menyangka telponnya itu akan diterima.
"O-oh halo?"
"Kenapa?", tanya Sherra.
"Lo gak jawab pertanyaan gue makanya gue telpon"
"Pertanyaan yang mana?"
"Rumah lo dimana?"
Sherra menghela nafas kasar.
"Gak penting banget tanya nya"
"Kalo mau penting lo dateng aja ke sidang pleno", sahut Revan dengan nada guraunya.
Bip.
Telepon itu diputus sepihak oleh Sherra.
"Wah kurang ajar. Kepala sekolah aja gak berani nutup telpon gue secara gak terhormat gini", protes Revan kepada layar ponselnya yang sudah mati.
***
Minggu, 19.48
Sepasang kekasih yang sejak pagi sudah merencanakan makan malam itu kini duduk disebuah restoran bintang lima dengan meja yang terisi penuh oleh makanan.
Seorang gadis dengan nama lengkap Erika Cateralin itu sedang asik memotret piring-piring yang disusun estetik. Tidak lupa juga dirinya memotret seorang lelaki berkemeja hitam dengan lengan digulung sebatas siku yang ada di depannya.
Nuansa tenang restoran itu membuat suasana menjadi semakin romantis. Sehingga Erika tidak berhenti menyunggingkan senyum diwajahnya.
"Senyum mulu lo", ujar Revan santai sembari menikmati pemandangan city light yang terpampang nyata melalui kaca disampingnya.
"Hehehe, udah lama banget kita gak dinner gini"
"Biasanya juga lo yang gak mau"
"Kan ini mau sayang, udah kangen sama kamu", sahut gadis itu sambil tersenyum ceria.
Revan hanya ikut membalas senyum kekasihnya itu kemudian melanjutkan aktivitas makannya.
"Aku ke toilet dulu ya", Erika beranjak dari duduknya.
Lelaki itu hanya mengangguk melihat Erika berjalan ke arah belakang mencari sebuah toilet.
Telinganya mendengar sesuatu berdering. Ia mengeluarkan ponsel dari kantong, dilihatnya layar itu tidak menampilkan apa-apa.
Sampai sepasang manik itu mendapati ponsel yang terletak di depan mejanya. Ponsel Erika, dengan layar bertuliskan Arga.
Merasa terganggu dengan suara dering tersebut, Revan meraih ponsel Erika dengan tujuan memaki sang penelpon yang mengganggu acaranya.
Jari Revan menggeser gambar telepon itu kearah kanan kemudian menempelkannya ke dekat telinga.
"Halo, Er. Gue udah bawa nih cewe ke apartemen gue. Tapi obat yang lo kasih kaya nya kurang manjur deh. Dari tadi cuma pusing-pusing doang, gak tepar. Aduh padahal gue udah kebelet unboxing", ucap Arga yang membuat Revan terdiam.
Otaknya menerka-nerka apa yang terjadi. Arga memang sering membawa wanita ke apartemennya, tapi biasanya tidak perlu konfirmasi pada Erika.
"Er? Halo?", sambung seseorang melalui speaker ponsel itu.
"Woy, Er? Gue cuma perlu ngirimin lo foto dia telanjang doang kan?", lanjutnya lagi.
Revan melebarkan matanya. Sepertinya ia tahu apa yang sedang terjadi.
Dengan cepat lelaki itu berlari ke arah luar tanpa menghiraukan apapun.
Yuk jasa tampol buat Arga:)
Votmen janlup frenn
Typo tolong tag yaa..
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIES [on going]
Teen Fiction𝚂𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚛𝚊𝚜𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚞 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊. -𝚕𝚢𝚐𝚜𝚜𝚖 [SEBAGIAN PART DIPRIVASI, FOLLOW SEBELUM BACA YAA] "Kita emang nggak bisa bersama, Van. Dari awal. Dan kamu tau itu.." "Kamu egois, She." "Iya, kita...