Ternyata

209 28 3
                                    

Sherra melangkah ragu ke dalam sebuah lobi apartemen yang cukup mewah. Bola matanya sibuk mengitari sekitar ruangan lebar itu.

Tiba-tiba seorang pria paruh baya dengan seragam satpam menghampirinya.

"Ada yang bisa dibantu, Neng?"

"Ah ini, Pak. S-saya nyari–"

"Temen saya Pak", ucap seorang lelaki dengan beberapa buku ditangannya yang memotong ucapan Sherra.

"Oh, temennya Den Arga", sahut satpam itu sambil tersenyum kemudian meninggalkan dua orang itu.

"Ayo She ke lobi aja", ajak Arga dengan satu tangan yang ia lambaikan seolah memberi kode untuk diikuti.

Sherra mengikuti langkah Arga menuju lobi apartemen besar itu. Disana terdapat beberapa tamu yang sedang mengobrol dengan santai.

Arga dan Sherra duduk pada sebuah sofa lumayan besar sambil menyusun buku-buku yang akan menjadi bahan pembahasan hari ini.

"Lo udah nyusun sampe mana, She?" tanya Arga sambil sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah buku yang Sherra buka.

"Gue baru nyusun ini doang, tapi gak tau sesuai atau engga. Coba deh lo baca dulu"

Arga menerima buku pemberian Sherra kemudian membacanya dengan saksama. Tidak diragukan lagi, masalah tulis-menulis Arga memang jagonya. Sekolahnya sudah menerima banyak penghargaan yang dimenangkan oleh Arga.

Kedua orang itu saling berbagi dan bertukar pikiran seputar event mereka yang waktunya sebentar lagi.

"Ekhem, gue ambilin minum dulu ya. Haus nih", tutur Arga yang hanya dibalas anggukan oleh Sherra.

Arga beranjak dari sofa untuk mengambil minuman yang tersedia di lobi apartemen. Lalu melanjutkan langkah kembali kepada Sherra.

Satu tangannya meletakkan segelas air putih dingin yang botolnya sudah dibuka.

"Nih She minum dulu", tutur Arga sambil tersenyum.

Sherra membalas senyuman itu dengan mengambil botol di hadapannya kemudian meminum beberapa tegukan dari air itu.

Diskusi berjalan dengan baik, hingga tiba-tiba kepala Sherra terasa berat dan pandangannya berkunang-kunang. Kini tangan kanan Sherra sudah mulai memijat-mijat pelipisnya dengan kuat.

Merasa ada yang aneh, Arga kemudian memfokuskan pandangan ke arah Sherra dengan satu tangan memegang pundaknya.

"Lo gak papa, She?"

Sherra menggeleng pelan. Kepalanya terasa semakin berat, tubuhnya memanas, bahkan telinganya serasa berdengung.

"Kaya nya anemia gue kambuh", jawab Sherra dengan suara melemah.

Tangan Arga semakin berusaha untuk menopang tubuh Sherra agar tidak terjatuh. Dengan senyum menyeringai puas karena rencananya berhasil. Ya, Arga lah yang memasukkan obat pemberian Erika ke dalam minuman Sherra.

Dua sejoli itu sudah berencana untuk menjebak Sherra hari ini.

"Lo mau naik dulu? Di kamar gue ada obat deh kaya nya", tawar Arga semakin melancarkan aksinya.

Sherra yang sudah tidak memiliki tenaga dan ide untuk menolak akhirnya mengangguk setuju. Ntah apa yang dipikirkan gadis itu. Ah benar, kepalanya sudah tidak bisa lagi diajak berpikir.

Arga berdiri dengan dua tangan yang memegang pundak Sherra, menahannya agar tidak terjatuh. Perlahan lelaki itu menuntun Sherra menaiki lift dan menuju kamarnya.

Ceklek..

Arga membuka pintu kamarnya, memapah tubuh mungil itu untuk duduk dipinggir ranjang king size miliknya.

"Bentar ya, gue ambilin minum dulu", tutur Arga yang pergi meninggalkan Sherra sendirian disebuah kamar besar.

Arga menekan sebuah nomor bertuliskan Ibu Ratu diponselnya.

"Halo, Er. Gue udah bawa ni cewe ke apartemen gue. Tapi kaya nya obat yang lo kasih kurang manjur deh. Dari tadi cuma pusing-pusing doang, gak tepar. Padahal gue udah kebelet unboxing", tutur Arga sedikit berbisik.

Tapi tidak mendapat jawaban dari orang yang ditelponnya. Bahkan setelah beberapa kali memanggil.

"Woy Er, gua cuma perlu ngirimin lo foto dia telanjang doang kan?", tanya Arga meyakinkan.

Bip.

Panggilan terputus. Arga mengerutkan dahinya. Seperti ada yang aneh, batinnya. Namun hal itu tidak membuat Arga menghentikan aksinya.

Lelaki itu kembali masuk ke kamarnya, mendekati ranjang yang menampilkan pemandangan indah. Pemandangan seorang gadis sedang terkulai lemas tak berdaya.

Senyum devil itu muncul lagi. Tangan kirinya digunakan untuk meloloskan tiga kancing kemeja bagian atas miliknya. Sedangkan satu tangan lagi digunakan untuk menarik pinggang Sherra agar tidur dengan posisi berada ditengah ranjang.

Sherra menatap tak berdaya, rasanya ingin sekali ia menghantamkan sebuah balok pada bagian kepala lelaki ini. Tapi bahkan untuk menggerakkan jarinya saja ia tak mampu.

Gadis itu semakin merasa frustasi saat lelaki di hadapannya dengan berani melepas outer yang ia kenakan. Hingga kini tersisa kaos polos berwarna putih tanpa lengan yang menampakkan bentuk tubuhnya secara utuh.

"J-jangan, lepasin gue", suara Sherra semakin melemah. Matanya kini sudah semakin sayu.

Melihat hal itu Arga semakin bersemangat. Ia berdiri dan melepas benda panjang yang melingkar di pinggangnya. Baju yang semula ia kenakanpun sudah tanggal entah sejak kapan.

"Say hello to the hell, babe" bisik Arga tepat ditelinga Sherra membuat gadis itu semakin blingsatan.

"Ah, gue lupa dokumentasinya hahaha", suara tawa jahat Arga menggema di seluruh ruangan.

Lelaki itu kemudian beranjak dari ranjang dan mengambil sebuah benda kecil. Ya, kamera. Ia menyalakan kemudian meletakkan kamera itu diatas sebuah nakas. Mencari-cari posisi yang pas agar dapat merekam semua kebangsatannya hari ini.

Setelah selesai dengan urusannya, Arga kembali ke ranjang melihat gadis cantik yang sedang tidak berdaya itu. Tubuhnya kini berada diatas badan Sherra, mengukungnya dengan berani. Ditatapnya dua manik cokelat yang sedikit berkaca-kaca itu.

"Hebat juga lo gak nangis sama sekali", ejek Arga dengan satu tangan mengangkat dagu Sherra.

Arga memulai aksinya, ia mendekatkan wajahnya ke leher jenjang Sherra. Hidungnya berusaha mencium dan menghirup aroma tubuh gadis itu.

Tubuh Sherra bergetar, ini pertama kalinya ia ingin membunuh seseorang. Nafasnya semakin berat karena berusaha untuk memberontak. Bibirnya bergerak lemah.

"Please..." lirih gadis itu.

Lelaki yang sudah hilang akal akibat nafsunya itu bak tuli, tidak mau mendengar sama sekali. Ia asik dengan aktivitasnya. Bahkan kini satu tangan Arga sudah bertengger apik di pundak Sherra.

Hingga tiba-tiba terdengar suara hantaman keras dari arah luar.

Brukk.

Sebuah tinjuan mendarat keras ke arah lelaki diatas Sherra. Pandangan lelaki yang disebut sebagai bos para bandit itu terlihat sangat marah.

"Anjing lo ya!", bentak Revan kepada seseorang yang tidak lain adalah temannya itu.


Arga minta di gebukin emang:(

Kalian yang ga vote comment juga minta dikasihin ke Arga aja yaa☺

ARIES [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang