Siang itu Sherra dan Alin sedang berjalan di koridor menuju kearah kantin. Alin yang terus berbicara tanpa henti diselingi dengan tawa Sherra menjadi pemeriah suasana.
Mereka melewati gerombolan siswa-siswi yang berjalan dari arah berlawanan. Tiba-tiba,
"Sherra Moanna!", ujar seorang bersuara berat yang membuat langkah dua gadis itu terhenti.
Sang pemilik nama dengan cepat berbalik badan untuk mencari siapa orang yang telah menyebut namanya itu. Ditangkapnya sepasang bola mata lelaki yang tadi pagi sempat berurusan dengannya.
"Ikut gue", titah lelaki tersebut dengan santai sambil berjalan ke arah suatu lorong yang lebih sepi seperti memberi kode untuk diikuti.
Sherra tidak sempat memperhatikan mimik wajah orang-orang yang terperangah atas hal mengejutkan itu. Dengan cepat ia berjalan mengikuti sang pemberi titah. Makin cepet makin bagus, aku sudah lapar, begitu pikirnya.
Gadis itu mendekat ke arah lelaki tinggi yang sedang bersandar pada sebuah tembok, kemudian berdiri dihadapannya. Seolah tau apa yang terjadi, dan akan cepat-cepat meng-iya-kan apa saja yang dikatakan orang itu padanya.
"Kejadian tadi pagi, jangan sampe lo buka mulut", tegas lelaki itu yang lagi-lagi hanya dibalas anggukan setuju oleh Sherra.
"Kalo sampe gue sama temen-temen gue dapet masalah, lo yang pertama gue cari", lanjutnya.
Sherra hanya menatap dua bola mata yang memiliki ekspresi sulit diartikan itu. Dari bentuk perkataannya, dia mungkin sedang marah. Tapi mata dan suaranya terasa sangat tenang. Emosi macam apa ini?
Pikiran gadis berambut panjang terikat itu buyar ketika dagunya ditarik oleh lelaki dihadapannya. Sherra melebarkan sedikit bola matanya, semakin mencerna apa yang terjadi.
Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya, menatap tajam kemudian mengeluarkan suara berat khasnya lagi.
"Gue tau lo pendiem, tapi gue juga tau lo ga bisu", tutur lelaki itu dengan lembut tapi penuh penekanan.
Sherra yang berhasil menangkap suasana kemudian reflek mundur untuk menjauhkan dirinya.
"Tanpa lo suruh juga gue ga berminat buka mulut", jelas Sherra dengan menaikkan salah satu alisnya menandakan bahwa dirinya tidak merasa terintimidasi.
Sherra berangsur pergi meninggalkan lelaki dan gerombolannya itu, yang kemudian diikuti oleh sahabatnya.
"She? Sejak kapan lo berurusan sama mereka?", tanya Alin penasaran. Namun tidak mendapat jawaban dari Sherra.
"She! Jawab gue dulu!", bentak Alin yang membuat Sherra menghela nafas.
"Tadi pagi, Al"
"Lo bener-bener gak usah ya berurusan sama tu anak. Bahaya!", tutur Alin dengan nada paniknya.
Sherra mengernyitkan dahi, membawa pandangan sepenuhnya terfokus pada Alin yang terlihat cukup cemas.
"She, dengerin gue ya. Gue gak masalah sama si Revan, tapi gue serem sama pacarnya. Korban mereka udah banyak. Lo jangan pernah berurusan sama mereka pokoknya".
Sherra terkekeh geli melihat kepanikan sahabatnya yang tanpa alasan.
"Gue gak ada urusan apa-apa, Al. Beneran. Lo lupa pem-bully-an juga ga bakal ngaruh di gue? Tenang aja", tutur Sherra berusaha menenangkan.
Alin makin frustasi mendengar jawaban temannya itu. "Sherra Moanna denger gue ya. Mereka itu gak segan-segan nyakitin fisik orang lain. Inget juga kalo lo itu cuma gak peka sama perasaan, bukan kebal kaya iron man!".
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIES [on going]
Dla nastolatków𝚂𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚛𝚊𝚜𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚞 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊. -𝚕𝚢𝚐𝚜𝚜𝚖 [SEBAGIAN PART DIPRIVASI, FOLLOW SEBELUM BACA YAA] "Kita emang nggak bisa bersama, Van. Dari awal. Dan kamu tau itu.." "Kamu egois, She." "Iya, kita...