Melihat gadis yang ditolongnya berangsur sadar, Revan berdiri dan meraih sebuah taplak meja. Ia menutup kaki jenjang Sherra yang sebelumnya bisa dinikmati oleh mata siapapun yang memandang.
Revan menarik kasar pergelangan tangan perempuan yang menjadi pelaku atas insiden itu ke arah lobi.
"Sakit, Van!"
Gadis itu berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman kuat Revan.
Langkah mereka berhenti pada sebuah sudut lumayan sepi. Revan melepas kasar tangan Erika. Rahangnya mengeras menahan emosi.
"Lo mau jadi pembunuh?!", bentak Revan.
Mata Erika berkaca-kaca. Ia tidak menyangka Revan yang sudah dua tahun saling mengenal tega membentak dirinya seperti ini.
"Hubungan lo sama dia apa Van?", tanya Erika dengan suara sengau.
Revan mengusap kasar rambutnya dengan frustasi. Ingin sekali ia menghentikan pembicaraan ini, tapi yang menjadi taruhan adalah nyawa gadis itu. Jika saja yang melakukannya adalah Arga, maka ia akan langsung memukuli orang itu sampai sekarat.
"Jawab, Van. Lo punya hubungan apa sama cewe sialan itu?", lanjut Erika.
"Gak ngaruh siapa orangnya, Er. Lo udah hampir bunuh orang!", cetus Revan.
"Bohong! Gue gak pernah liat ekspresi khawatir lo kaya gitu! Bahkan saat gue masuk rumah sakit!", tangis Erika pecah menyeruak disekeliling telinga Revan.
"Bahkan lo masih bentak gue walaupun gue nangis, hiks. Tapi lo segitu paniknya cuma karna tu cewe tenggelem", sambung Erika dengan air mata yang mengalir deras.
Revan menatap datar pada gadis itu, menepis jarak diantara keduanya. Ditatapnya dua manik basah milik Erika.
"Karna dia emang gak mungkin nangis Er", tegas Revan dengan nada santai namun penuh penekanan.
Revan beranjak pergi meninggalkan gadis itu ditempatnya. Langkah besarnya membawa ia kembali ke bagian kolam renang. Memperhatikan Sherra yang sedang ditolong oleh teman-temannya dari jauh.
"Lo hobi banget basah-basahan", gumam Revan yang matanya masih terus tertuju pada gadis yang ia tolong tadi.
Pesta yang semula berjalan mulus, akhirnya berakhir tragis karena kekacauan dari Erika.
Alin menyelimuti badan Sherra dengan handuk. Gadis basah kuyup itu bahkan tidak mengerti apa yang baru saja terjadi pada dirinya. Ia hanya berusaha mengatur nafas dan menepuk-nepuk dadanya guna mengembalikan oksigen.
"Lo gak papa kan, She?" tanya Alin dengan mata yang masih tersisa sedikit air mata.
"Gue gak bisa nolongin lo, maafin gue" lagi-lagi air mata Alin keluar jika membayangkan kejadian beberapa menit lalu.
Sherra mengusap lembut kepala Alin menenangkan. "Gue gak papa, Al. Udah jangan nangis".
Pemandangan yang sedikit terbalik. Tapi begitulah kenyataannya. Selagi Sherra masih berhasil selamat dan bernafas kembali, ia akan tetap menjadi penenang bagi sahabatnya.
Alin dan kedua temannya membantu Sherra untuk keluar dari area kolam renang. Mereka berencana untuk menuju lobi dan menenangkan diri disana.
Lobi yang cukup luas membuat mereka bisa duduk dengan lebih nyaman, meski beberapa tamu hotel memandang bingung ke arah Sherra yang basah.
Sherra menatap kosong ke sebuah arah. Sampai matanya menangkap sosok lelaki yang datang menghampiri. Lelaki asing, tapi terlihat familiar.
"Nih buat lo", ucap lelaki itu sambil menyodorkan paperbag bertuliskan brand suatu pakaian terkenal disana.
Keempat gadis itu menatap bingung, termasuk Sherra yang merasa keheranan.
"Buat apa?", tanya Alin.
"Gak tau, gue cuma disuruh Revan ngasih ke Sherra", tukas lelaki itu yang kemudian pergi setelah meninggalkan titipannya di pangkuan Sherra.
Mereka saling melirik satu sama lain, seperti menyalurkan kebingungan melalui telepati. Apa lagi ini?, batin Sherra.
Dibukanya bungkusan itu, Sherra lalu menarik keluar kain yang ternyata adalah gaun berwarna baby pink. Tangan Sherra iseng menarik label harga yang masih bertengger apik disana.
"$211", yang berarti harganya berkisar tiga juta rupiah.
Sherra melebarkan matanya. Untuk apa si brengsek itu memberikan gaun semahal ini padanya?
Gadis itu dengan cepat berdiri dan membawa bola matanya menyusuri lobi untuk mencari sang pemberi.
Namun Alin menarik tangannya.
"She, udah mending lo pake aja dulu kali ini. Besok lo pulangin", saran Alin.
"Enggak deh, Al. Gue bisa nunggu baju gue kering baru pulang".
"Sherra, please kali ini aja. Lo bisa masuk angin kalo begini", Alin akhirnya memohon.
Melihat mata berbinar sahabatnya itu, Sherra menghela nafas kemudian tersenyum. Baiklah, ini demi Alin.
Setelah beberapa kali berbincang, Sherra akhirnya mengganti pakaian dengan gaun pemberian Revan. Anehnya, ukuran gaun itu sangat pas ditubuh Sherra. Seolah memang dipesan khusus untuknya.
Alin menelpon supirnya untuk menjemput mereka di depan lobi. Jika sebelumnya mereka berangkat berempat, kali ini hanya Alin dan Sherra yang pulang bersama.
Di dalam mobil yang semula sepi itu Alin memulai sebuah obrolan.
"Kalo lo masih pusing kita ke Rumah Sakit dulu ya, She" suara Alin dengan tatapan khawatirnya.
Sherra tersenyum lebar, "Enggak, Al. Gue sehat".
"Hmm.. She? Lo ada hubungan apa sama Revan?", akhirnya Alin mengajukan pertanyaan yang sejak tadi terus terngiang di kepalanya.
"Maksudnya? Gak ada apa-apa, Al. Gue cuma tau dia alumni SMP kita juga. Dan kebetulan beberapa kali papasan sama gue. Kenapa lo nanya gitu?"
Alin menghela nafas frustasi, ntah mana yang benar. Tidak mungkin semua yang terjadi antara temannya dan Revan beberapa waktu belakangan ini adalah kebetulan. Tapi untuk berbohong juga sepertinya Sherra tidak mungkin.
"Lo tau siapa yang nolongin lo tadi? Revan, She. Disaat semua orang gak ada yang berani nolongin lo karna si anjing betina itu, Revan tanpa pikir panjang nolongin lo. Bahkan di hadapan pacarnya sendiri dia ngasih lo nafas buatan. Gue bener-bener gak tau tujuannya apa, tapi-"
"Ssstt.. it's okay, Al. Lo gak usah khawatir, gue yang bakal nyelesain urusan ini yaa", ucap Sherra berusaha meredam kekhawatiran Alin.
Sherra tersenyum melihat mata sahabatnya yang berkaca-kaca. Ia menarik pundak Alin kemudian memeluknya. Alin yang merasa ditenangkan perlahan mulai mengurangi emosi. Alin berharap tidak ada lagi hal buruk yang terjadi pada sahabatnya itu.
Vote and Comment don't forget yaa bestie✨
Kalo ada typo tag tag.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARIES [on going]
Fiksi Remaja𝚂𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚛𝚊𝚜𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚞 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊. -𝚕𝚢𝚐𝚜𝚜𝚖 [SEBAGIAN PART DIPRIVASI, FOLLOW SEBELUM BACA YAA] "Kita emang nggak bisa bersama, Van. Dari awal. Dan kamu tau itu.." "Kamu egois, She." "Iya, kita...