11. Night City (1)

7 4 3
                                    

Lliya terbangun saat koak gagak kembali terdengar, embusan angin membuat bulu romanya berdiri. Beberapa lampu Kristal padam, ruangan tersebut makin gelap. Lliya merasa jika Oa tak berada di ruangan tersebut, ia pun segera mencari keberadaan laki-laki itu.

Terdapat tangga utama, ia pun menaiki salah satu. Berbelok ke sebelah kanan, Lliya menemukan lorong panjang yang diterangi beberapa lampu Kristal. Kurang lebih lima jendela besar berada di sisi kanan beserta lima pintu kamar di sisi kiri. Di ujung lorong terdapat lukisan, tetapi kembali ditutup oleh lembaran kain putih. Entah bagaimana, Lliya merasa tertarik menuju kamar paling ujung.

“Ada apa dengan kamar itu, ya,” gumamnya sembari melangkah.

Ia berjalan mendekati lukisan serta kamat di ujung lorong, sesuatu seperti ajakan menarik hatinya pergi ke sana. Angin berembus kencang dari jendela, bahkan tudung Lliya tersingkap. Tak lama, bisikan lirih memenuhi indra pendengarnya. Namun, hal itu tak membuat ia mundur.

Sampai di depan lukisan, ia menyentuh kain penutup lantas membuka secara perlahan. Wajah di atas kanvas begitu familiar, Lliya salah menduga. Kini, kamar di samping kiri seolah meminta untuk dikunjungi.

Terdengar bunyi knop pintu dibuka, ia tersenyum tipis saat kamar tersebut tidak dikunci. Lliya masuk, detik itu juga perasaan terdalam gadis itu seperti diremukkan. Aroma kamar itu mengingatkan ia akan sosok teman berbeda alam.

Lliya kembali disuguhi kain putih di berbagai sudut kamar. “Tempat ini terasa sudah lama ditinggalkan, tetapi masih memiliki interior yang bagus.”

Di kamar itu terdapat perapian, beberapa kursi, ranjang, kaca, dan lukisan. Ia tertarik melihat halaman rumah dari jendela kamar ini. Lliya terkejut melihat kegelapan begitu mendominasi, meski waktu menunjukkan pukul tujuh pagi.

Tangan mungil itu mengusap pegangan kursi, ia merasa janggal saat debu mengotori tangannya. Tak mau berpikir jelek, Lliya menuju ranjang. Entah bagaimana, harum tempat itu begitu kuat seolah habis digunakan. Seketika, ia mengingat Aram.

Bayangan saat laki-laki itu tersenyum untuk Lliya terasa nyata, bahkan pertemuan pertama mereka seolah berputar seperti kaset. Ia berusaha mencari sumber aroma yang menguar, diambil beberapa helai selimut. Mata indah Lliya berkaca-kaca saat menghirup bau khas tersebut.

“Ini … seperti parfum milik Aram, begitu terasa nyata,” lirih Lliya.

Pagi ini, gadis tersebut kembali menangis. Tak jauh dari ranjang, ia seolah melihat Aram tengah duduk di kursi. Kaki Lliya bersentuhan dengan dinginnya lantai, ia berjalan cepat menuju bayangan tersebut. kerinduan membuncah saat di hadapkan dengan sosok Aram.

Lliya menggapai wajah pucat pemuda yang pernah mengisi harinya. Mata teduh serta senyum milik Aram tak pernah luntur. Semua ini terasa nyata, air matanya menetes begitu saja saat ia merasakan jemari laki-laki itu menyentuh wajahnya.

“Aram …,” lirih Lliya hampir terisak. Terakhir ia melihat laki-laki itu saat malam malapetaka tersebut terjadi. Tangis Aram menjadi menutup serta perpisahan keduanya. Namun, kali ini ia senang bisa bertemu lagi, tak peduli jika semua ini adalah khayalan.

Khayalan kejam menyiksa batin Lliya, dapat ia rasakan saat Aram memeluk tubuh kecilnya. Kali ini, ia tak akan menahan lagi. Tangis gadis itu pecah bersamaan rasa sakit yang melebur. Pada akhirnya Lliya merasakan kembali pelukan Aram.

Tangan besar pemuda itu mengusap rambut Lliya. Sementara, gadis itu menenggelamkan wajah di dada bidang Aram. Perasaan bersalah makin lama begitu menyiksa, ia rasanya ingin mati saja . Namun, semua itu tak memberi jalan keluar, ada Light Kingdom yang harus dijalankan.

“Kenapa kau pergi begitu saja? Tak lagi berharga, kah, diriku?” Lliya terisak. “Sakit Aram … tolong kembali!”

Gadis itu bersimpuh, tak kuat lagi menahan sesak di dada setelah kehilangan sosok seperti Aram. mungkin Lliya terlalu lelah sampai membayangkan jika semua ini nyata.  Ia tersenyum getir, andai saja dirinya tak dilahirkan maka pemuda seperti Aram tak akan kesakitan. Lliya hanya perusak.

“Lliya.”

Suara itu, Aram memanggilnya. Saat ia mendongak, laki-laki itu tersenyum lantas menghilang begitu saja. “Aram!”

Lliya merasakan pipinya basah, ternyata semua ini hanya mimpi. Namun, harum serta kedatangan Aram seolah nyata. Beberapa menit ia menangis, setelah terasa tenang Lliya sadar satu hal. Oa tak berada di ruang tamu!

Perasannya mengatakan jika Oa berada di lorong sebelah kanan, ia pun berbelok. Tepat, laki-laki itu menatap sesuatu ke luar jendela dengan pandangan kosong.

“Oa, kau di sana?”

Lliya menepuk bahu Oa. Laki-laki itu seolah tak menyadari kedatangannya. “Kau kenapa?”

“Eh?” Oa mengerjap, ia terkejut saat pundaknya ditepuk oleh Lliya. Padahal ia kira akan bertemu sesuatu.

Di luar jendela taka da apapun, hanya keheningan malam. Lliya menarik Oa keluar dari lorong menuju ruang tamu. Ia menatap laki-laki itu aneh, sedari tadi hanya diam tak bersuara. Apa mungkin Oa kelelahan sehingga melamun?

“Kau pasti lelah. Ayo, kuantar kau ke kamar,” ajak Lliya.

Keduanya mengambil jalur kiri dari tangga utama. Sementara, Oa masih memperhatikan lorong di bawah tangga. Lliya pun melirik jalur kanan menuju kamar beraroma parfum Aram. Sesampainya di pintu kamar, keduanya masuk.

Lliya merasa rumah ini penuh buku di tiap sudut, bahkan kamar ini pun begitu. Gadis itu menatap keluar jendela, tidak ada hal mencurigakan. Jubahnya ia gantung di sampiran, kemudian menaiki ranjang. Lliya menarik selimut sampai batas dada. Sebelum terpejam, ia berkata, “Aram, di mana pun kau berada … jangan pernah melupakanku.”

Di sisi lain, Oa duduk di atas ranjang. Laki-laki itu kembali melamun, kediaman ini begitu janggal. Padahal ia merasa ada sesuatu yang melilit kaki sebelum Lliya datang. Juga aura gadis itu terasa berbeda saat menghampirinya.

Kamar tersebut juga memiliki rak buku di belakang tempat tidur, lukisan, serta perapian. Angin berembus kencang membuat beberapa lembar buku terbuka di halaman tertentu. Oa pun mencoba tak peduli, ia pikir semua itu hal biasa saat ada angin.

Namun, ia salah. Di balik jendela kamar, seseorang tengah mengintai. Lampu Kristal makin redup saat mata Oa mulai terpejam, bisikan lirih terdengar. Koak gagak terdengar keras, derap langkah dari tangga utama menuju jalur sebelah kiri---kamar Lliya dan Oa seperti alunan music pengantar nyawa.

Suara lirih di luar ruangan terdengar nyata.

Selamat datang, pengunjung.

🌷🌷🌷

My King [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang