17. Fog Fairy

5 4 3
                                    

“Kalian sedang membicarakan apa?”

Oa dan Ren menoleh. Di sana terdapat Kakek Zo dan Lliya, mereka sudah selesai berbincang sedikit. Meski terlihat biasa dan tua, tetapi lelaki yang sudah berumur itu memahami pemikiran Lliya. Bahkan, ia diberi saran. Hal itu cukup menguntungkan dan akan ia ingat sampai masa jabatannya naik. Terima kasih, Kakek Zo.

Ren memeluk Kakek Zo, perasaanya seolah berkata ini adalah pelukan terakhir. Tak tahu apa yang akan terjadi, sehingga Ren merasa seperti ini. Sungguh, ia seperti tak akan bertemu lagi. “Kakek, jaga kesehatanmu. Entah, tetapi jika hari ini adalah pertemuan terakhir, jangan membenciku.”

“Jangan mengatakan sesuatu, jika itu menyakiti perasaanmu, Ren.” Kakek Zo mengusap rambut pemuda itu. “Kita akan bertemu lagi. Jangan melakukan hal bodoh! Kau harus kembali, anakku!”

Kau tahu? Tidak semua baik-baik saja. Ini mungkin perasaan rindu sebagai anak, tetapi bisa saja menjadi perpisahan terakhir. Terima kasih, Kakek Zo.

Melihat kepergian Lliya, Oa, dan Ren membuat perasaanya memberat. Ada sesuatu, begitu menyedihkan. Namun, ia tak bisa menitikkan air mata. Sepertinya, Waste Area adalah wilayah yang akan sering Zo kunjungi setelah ini. Cobalah untuk bertahan hidup, jangan pergi dulu.

Sementara, tim sudah menumbuhkan sayap masing-masing. Mereka bersiap terbang menuju wilayah lain. Oa dan Ren mengimpit Lliya di tegah, pada hitungan ketiga tim terbang bersamaan. Sayap hitam dan putih khas dua kerajaan berbeda.

Semilir angin begitu menyejukkan, di bawah kaki terdapat laut sejernih air mata. Jika bukan misi, dipastikan Lliya akan berenang. Beberapa ikan muncul kepermukaan untuk menghirup udara segara. Merasa tak tahan, Lliya membuka sepatu lantas mencelupkan sedikit kakinya.

“Astaga! Kau melakukan apa, Lliya!” pekik Oa. Tak dapat disangka gadis itu melakukan hal tak terduga. Akhirnya sesi terbang mereka terhenti akibat Lliya. Bahkan, Ren melakukan hal yang sama. Oa makin dibuat pusing, jika ini tidak di tengah laut maka dengan senang hati ia akan melakukan hal tersebut. Masalahnya, mereka berada di tengah laut!

“Ayo, lakukan seperti kami!” ajak Rend an Lliya bersamaan.

Mau tak mau Oa melepas sepatu lantas mencelupkan sebagian kaki ke dalam air laut. Memang menyegarkan, beban di pundak seolah terangkat. Tiba-tiba, muncul lumba-lumba bercorak bunga di punggung. Tidak hanya satu melainkan tiga sekaligus.

“Kalian sedang apa di sini?” tanya Ren ramah pada ketiga hewan tersebut.

Oa dan Lliya saling melirik. Mereka tak tahu jika Ren juga pandai berbicara pada hewan. Menikmati segarnya air laut sembari menunggu Ren berbicara pada lumba-lumba. Sayap mereka pun kelelahan karena terus mengepak.

Ren berbalik, ia sudah selesai bicara. Wajah Oa dan Lliya kelihatan lelah karena terus mengudara. Setelah ia beri aba-aba, hewan laut itu memberi kode pada keduanya untuk naik ke atas punggung lumba-lumba. “Kita akan diantar menuju Greenland.”

Keduanya mengangguk lesu. Sisa perjalanan menggunakan tumpangan gratis akibat Ren. Membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit, akhirnya mereka sampai. Ketiga hewan tersebut menciumi wajah Oa, Ren, dan Lliya. Seolah mengucapkan ‘selamat tinggal’.

“Jadi seperti itu rasanya menaiki lumba-lumba,” gumam Oa senang. “Apa perlu memelihara hewan itu di Light Kingdom?”

Ren menepuk bahu Oa pelan. “Kau tidak bisa memelihara hewan tersebut, Tuan. Mereka hidup di alam bebas dan tidak suka terikat.”

“Ah, begitu. Sayang sekali.”

Lliya tak peduli gerutuan Oa, tanah Waste Area terlalu indah untuk dilewatkan. Tidak seperti Dark Kingdom, tanah ini disinari oleh hangat cahaya matahari. Beberapa tumbuhan tumbuh dengan bentuk aneh, tetapi cukup menarik perhatian.

Harum manis menyambut kedatangan mereka. Tidak ada hewan khas menyambut, cukup beruntung karena tim tak harus mengeluarkan energy lebih. Setelah berbincang dengan Ren, Oa sadar jika Lliya sudah menghilang. Mereka berpencar mencari gadis itu.

“Kau ini suka sekali merusuh, ya!” geram Oa sembari mencari keberadaan Lliya. Ia tak sadar jika tempat ini begitu indah karena sosok Lliya harus ditemukan atau dirinya benar-benar akan mengamuk. Meski tidak terbang dan tenaga utuh, Oa juga ingin beristirahat.

Lelah mencari, ia duduk bersandar di batang pohon. Semilir angin membelai wajahnya, suara merdu entah dari mana membuat Oa makin memberat untuk tetap terjaga. Ia menenggelamkan wajah ditekukan kaki, tak lama kesadarannya hilang.

Sementara, Lliya sadar jika ia sudah terpisah dari teman-temannya. Beberapa saat lalu, ia hanya mengikuti benda asing melintas. Tanpa sadar mengikuti benda yang ternyata kupu-kupu bercahaya seperti kilauan emas.

Saat asik berjalan sembari mencari Oa dan Ren, Lliya tersandung sesuatu. “Astaga!”

Sosok manusia tengah tertidur di batang pohon, raut wajah itu kentara lelah. Tidur dan makan tak terasa tenang seolah dikejar waktu. Lliya merasa kasihan pada teman seperjalananya. Gadis itu segera mengeluarkan selimut kecil untuk menutupi sebagian tubuh Oa.

“Terima kasih sudah menemaniku mencari penawar sejauh ini, Oa,” lirih Lliya.

Tak lama, Ren datang membawa beberapa keranjang buah. Laki-laki itu seperti tak keberatan memikul beban cukup berat, seolah telah terbiasa. Setelah berjalan cukup lama ke sana-sini, akhirnya Ren menemukan Lliya dan Oa.

Beberapa buah hasil panen ia sodorkan di hadapan keduanya. Sudah bersih karena dicuci di laut dengan air jernih. Bisa dipastikan kualitas yang aman saat dikonsumsi. Ia biasa melihat buah bermacam bentuk seperti ini, tetapi tidak Lliya dan Oa.

“Ren, buah apa ini?” tanya Lliya kebingungan. Ia menunjuk batang tanaman panjang hijau, mirip seperti bambu. Agak heran jika memakan buah seperti itu. Namun, jika Ren yang mengambil pasti dapat dimakan.

Ren menyodorkan sebatang bamboo tanaman pada Lliya. Setelah itu ia dengan santai menggigit sedikit ujung batang lantas mengunyahnya. Air semanis gula mengalir ke dalam kerongkongan, terasa menyegarkan. Bahkan Lliya hanya bisa memperhatikan karena heran.

“Kau tak mau mencoba?” tanya Ren menyodorkan kembali batang bamboos yang sudah ia kunyah.

Lliya mengangguk pelan. Beberapa menit menatap buah bernama bamboos ragu, ujung batang buah itu ia gigit. Ada sesuatu setelah merasakan manis dan segar. Setelah dikunyah dapat ditelan karena tekstur kenyal setelah bertemu air liur.

Tanpa sadar, Lliya sudah menghabiskan lima buah batang bamboos. Ren segera menjauhkan keranjang miliknya sebelum buah tersebut habis dimakan Lliya. Bukan masalah jika memakan cukup banyak, tetapi tak ada efek samping. Namun, semua buah di sini memiliki efek berbeda.

“Oh, kau!” Wajah Lliya mulai memerah.
Ren menepuk kening, Lliya sudah terkena candu dari bamboos tersebut. ia tak tahu harus mengatakan apa pada Oa jika laki-laki sadar ketika Lliya bersikap aneh. Gadis itu mengoceh banyak hal tanpa sadar, tetapi kejujuran akan terlihat di saat seperti ini.

“Kau kenapa, Lliya?”

Mampus! Oa sudah bangun!

🌷🌷🌷

My King [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang