Cecilia tahu Felipe akan menyambut acara jalan-jalan hari ini dengan girang, kuda itu bisa terbang saking cepatnya dia berlari.
Pelan-pelan, Felipe! Cecilia menghardik. Buttercup sudah tertinggal jauh!
Hmph! Bukan salahku kalau dia lambat!
Cecilia memutar bola mata. Terserah kau mau bilang apa, Jagoan, tapi tunggu Buttercup.
Kuda cokelat di belakang mereka menyusul dengan kepayahan. "Kudamu sangat bersemangat, Miss Lockwood," seru Bastian. "Buttercup nyaris tidak bisa menyusul. Kuda malang."
Ya, malang nian nasibmu, ejek Felipe.
Katakan itu sekali lagi, maka kutendang wajahmu, ancam Buttercup.
Tidak akan ada yang menendang wajah siapa pun. Felipe berlarilah dengan santai, suruh Cecilia.
Berjalan santai? Felipe mendengus tak senang. Sekalian suruh aku merangkak saja.
"Felipe memang suka jalan-jalan," Cecilia berkata pada Bastian, tak ingin berdebat lagi dengan kudanya. "Kadang dia agak tak terkendali. Apalagi kami sudah jarang keluar selama musim dingin."
Setiap kali membawa Felipe jalan-jalan, Cecilia yakin dirinya sudah bisa ikut balapan kuda. Padahal Felipe hanya kuda hitam kurus sakit-sakitan yang Cecilia beli dengan harga murah dengan harapan bisa memberinya kehidupan baru. Tujuh tahun kemudian, kuda hitam legam ini mendapat julukan 'Angin Ribut' dari para penghuni kediaman Lockwood.
Namun terlepas dari sikap angkuh dan kebarbarannya, kesetiaan Felipe tidak bisa dibeli dengan harga berapa pun. Hanya dengan memikirkannya sudah cukup menghangatkan hati Cecilia. Dia ingin saja memeluk Felipe, tetapi membawa serta bau kuda di pakaiannya saat bertamu bukanlah hal yang sopan.
Setelah melalui setengah jam perjalanan, mereka tiba di Neryma. Seperti biasa, Cecilia menitipkan para kuda di tempat penitipan dan berjalan menuju penginapan yang diinapi teman-teman Bastian.
"Aku yakin ini tempatnya." Bastian mengamati bangunan di depan mereka dengan sangsi. Cecilia yakin angin ribut bisa menumbangkan penginapan ini. Seorang pria bertubuh besar berjalan masuk, membawa kantong berisi kentang. Bastian menarik Cecilia mendekat ke arahnya sebelum tertabrak oleh pria itu. "Hm... aku yakin kita bisa bertemu di tempat makan saja."
"Bas?" Sebuah suara feminim memanggil dari belakang. Cecilia dan Bastian menoleh, mendapati Aeryn berdiri di belakang mereka dengan membawa bungkusan dari toko kue. "Miss Lockwood, apa yang kau lakukan di sini?" Aeryn melotot ke arah Bastian. "Apa yang kau pikirkan, Bas? Seharusnya kau bilang Miss Lockwood akan ikut."
"Apa yang kalian pikirkan? Kenapa kalian memilih penginapan yang...," Bastian terhenti ketika mendapati mata sang pria pembawa karung mengarah curiga kepadanya, "yang... eh, yang ini?"
Pria tadi akhirnya kembali berjalan ke dalam penginapan.
"Ada puluhan penginapan bagus di Neryma," bisik Bastian. "Dan kalian memilih yang ini?"
"Edwin pikir dia akan lebih mudah menyeludupkan naga ke dalam tempat ini dibandingkan tempat yang lebih bagus," balas Aeryn. "Yah, rasanya rencana itu tidak lagi berguna. Sudah saatnya pindah ke penginapan yang bebas dari kecoak di bawah kasurnya. Apa kau takut serangga, Miss Lockwood? Kamar kami sudah seperti peradaban bagi serangga hidup."
"Tidak, Magistra March," Cecilia membalas. Dia tidak perlu menyampaikan bahwa serangga biasanya punya suara paling menggemaskan. Dan mereka bersedia pergi jika dimintai baik-baik.
"Aeryn saja." Gadis penyihir itu tersenyum. "Kuduga Bastian sudah memperkenalkan teman-temannya padamu."
Entah kenapa Cecilia mendadak senang. Penyihir ini memperbolehkan Cecilia memanggil nama depannya, padahal mereka baru berkenalan tadi subuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daughter of Naterliva [#1]
FantasyHidup Cecilia yang tenang berubah seratus delapan puluh derajat ketika tiga orang asing mendatanginya. | • | Yang Cecilia Lockwood inginkan hanyalah menikahi pria baik dan menjalani hidup tenang bersama keluarganya. Namun, keadaan tidaklah semudah...