43

131 31 4
                                    

Cecilia terlarut dalam mimpi-mimpi aneh selama dia kehilangan kesadaran. Dia tidak ingat apa yang dimimpikannya selama itu. Ketika kesadarannya kembali, hal pertama yang terlintas dalam benaknya adalah Espen.

"Demi dewi," Connor berucap lirih sewaktu menyadari. "Demi Dewi, syukurlah kau sadar. Aku akan memanggil dokter."

Dokter? Memangnya ada dokter di sini?

Seorang pria memasuki kamar, melakukan beberapa pemeriksaan terhadap Cecilia, kemudian mengumumkan bahwa kondisinya mulai membaik. Beberapa orang lainnya ikut masuk ke dalam kamar disertai embusan napas lega saat melihat Cecilia telah membuka mata. Dion adalah yang paling pertama masuk, disusul Freya, Bastian, dan Aeryn.

Dion langsung bergerak ke dekat Cecilia dan memeluknya. "Kupikir kau akan mati," bisiknya, seraya menahan isakan.

Di samping mereka, terlihat Connor mengetatkan rahang, seakan ingin memarahi Cecilia habis-habisan tetapi masih menahan diri. Dia justru pindah ke sebelah Cecilia dan memeluknya dari samping. Tangannya menangkup wajah Cecilia sementara bibirnya meninggalkan kecupan di dahi sang adik. "Jangan berani-beraninya kau lakukan itu lagi, Cecil."

"Berapa lama aku pingsan?" Suara Cecilia teredam pelukan saudaranya.

Aeryn menggeleng kecil. "Bukan pingsan, Cecilia. Kau sekarat."

"Sejak dua hari yang lalu," Bastian menghela napas berat.

Papa memasuki kamar tanpa memperlambat langkahnya. Pria itu mungkin akan marah-marah. Cecilia bisa merasakannya. Dia berhenti di sebelah ranjang, tangannya meraih wajah Cecilia, memaksa gadis itu menatapnya.

"Kau—-" Pria itu mendesis marah. "Kalau bukan karena Bastian kau sudah mati kehabisan darah! Kau tahu?"

Ingin rasanya Cecilia menciutkan dirinya. Tetapi ketika Papa memeluknya, keinginan itu memudar.

"Apa kau ingin meninggalkan keluargamu, seperti yang Mamamu lakukan?" Papa mengeratkan pelukannya. "Kau mau meninggalkan kedua saudaramu? Meninggalkan Papamu?"

Cecilia hanya bisa menggeleng, masih terlalu bingung pada reaksi ayahnya yang tidak biasa. Dia pikir tak peduli betapa sekarat dirinya, Papa tidak akan pernah peduli. Namun, apa yang terjadi malah sebaliknya.

Papa berbau seperti cerutu. Itu wajar saja. Ketika Cecilia melihat ke arah jendela, cuaca tampak akan hujan sebentar lagi.

Orang terakhir yang masuk adalah Espen. Melihatnya masih hidup sudah cukup membuat Cecilia bernapas lega. Namun, bekas luka di sekitar dagu pemuda itu membuat Cecilia menatapnya lebih lekat, mengamati guratan yang berwarna merah gelap, hampir kehitaman.

"Kau harus makan," kata Dion. "Akan kuminta pelayan membawakan makanan dan minuman."

"Apa orang-orang itu tertangkap?" tanya Cecilia setelah Papa menjauhkan diri.

Bastian menggeleng geram. "Yang berhasil selamat tidak bisa kami temukan. Sisanya bunuh diri dengan menggigit racun di dalam mulut mereka."

"Bagaimana dengan pemuja Naterliva itu?"

"Apa gunanya memikirkan mereka?!" bentak Papa. "Mereka yang membuatmu hampir mati! Kau seharusnya memikirkan tindakan bodohmu! Bagaimana bisa kau berkeliaran tanpa ditemani? Hah?!"

"Mr. Lockwood, ini salahku," Bastian menengahi. "Aku—"

"Benar! Ini salahmu! Salah kalian semua!" Teriakannya semakin menjadi-jadi. "Delapan orang dan tak ada satu pun yang menemaninya?! Terutama kau sendiri, Cecilia!"

Cecilia memilin rambutnya. "Maaf," cicitnya.

Papa mengerang marah. "Sudah kubilang untuk tidak berurusan dengan orang-orang itu. Sekarang lihat akibatnya!"

Daughter of Naterliva [#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang