46

122 29 3
                                    

Bastian dan Aeryn telah memeriksa rumah Albertus Galienar secara menyeluruh, berharap bisa menemukan bukti walau hanya secuil. Namun rumah pria itu benar-benar sama seperti rumah pada umumnya.

"Mungkin bukan di sini," Bastian bergumam seraya duduk di salah satu bangku di bengkel kerja milik Mr. Galienar. Melihat senjata-senjata yang baru ditempa dan digantung pada bagian dinding membuat Bastian agak skeptis. Dia bukannya menganggap pandai besi sebagai orang yang barbar, tetapi lain cerita jika yang dimaksud adalah Albertus Galinear. Pria itu sinting, dan mungkin dia menempa sendiri senjata yang digunakan untuk merusak toko dan membunuh warga tak bersalah.

Membayangkannya saja sudah membuat Bastian bergidik.

"Tidak ada yang kutemukan." Aeryn berjalan memasuki bengkel kerja. "Kau?"

Bastian ikut menggelengkan kepala. "Kita harus memeriksa rumah pengikut lain."

Aeryn mendesah pelan. Gadis itu duduk di bangku sebelah Bastian. "Kau punya daftarnya, bukan?"

Bastian mengeluarkan secarik kertas dari saku mantelnya. Di dalam, terdapat daftar tersangka yang berhasil tertangkap dalam kerusuhan tersebut.

"Seharusnya kita mencari pengikut yang berhasil lolos. Tidakkah kau berpikir demikian?" tanya Aeryn. "Mereka bisa saja memberi tahu informasi lain."

"Tapi ke mana mereka kabur?" tanya Bastian. "Mereka bisa berada di mana saja."

"Dan memeriksa rumah para pengikut satu per satu juga tidak akan membuahkan hasil," balas Aeryn. "Mereka biasanya beribadah di Hutan Merydew, bukan? Setiap hari Minggu?"

"Benar." Secercah harapan melintasi kepala Bastian. "Menurutmu ada sesuatu di sana?"

Aeryn beranjak dari kursi. "Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya."

≿━━━━༺❀༻━━━━≾

Sebuah gubuk kecil berdiri di tepi Hutan Merydew. Tiga anak perempuan yang masih muda bermain di teras dengan asyiknya sebelum menyadari kehadiran Bastian dan Aeryn. Ketika melihat mereka mendekat, ketiga anak itu langsung berlari memasuki rumah.

Bastian dan Aeryn turun sembari menuntun kuda mereka dan mendekati gubuk tersebut dengan penuh kehati-hatian, tak ingin mengagetkan penghuninya. Dari dalam sana, keluarlah seorang wanita berpakaian lusuh. Rambutnya yang disanggul tampak berantakan dan tiga anak perempuan tadi berpegangan erat pada gaun ibu mereka.

"Selamat siang, ma'am," Bastian menyapa. "Maaf bila kedatangan kami mengagetkan anak-anak Anda."

"A-apa lagi yang kalian inginkan." Dia mendorong ketiga anaknya ke dalam rumah. "Bukankah suamiku sudah memberi tahu semuanya?"

"Ma'am, kami hanya butuh bantuanmu," Aeryn mengambil alih.

"Aku tidak tahu." Wanita itu meremas celemeknya. Bibirnya bergetar kala melanjutkan, "Tolong, aku tidak tahu apa-apa. Jangan tangkap kami." Wanita itu menunjukkan reaksi seolah Bastian dan Aeryn hendak menerkamnya.

"Ma'am, Anda tidak perlu khawatir," Aeryn berkata lebih lembut. "Kau dan anak-anakmu tidak akan ditangkap. Kami hanya ingin tahu sesuatu. Kau pasti tahu bahwa pengikut Naterliva biasanya beribadah di Hutan Merydew. Apakah kau pernah mendengar di mana lokasi mereka melakukah ibadah?"

Wanita itu menoleh ke arah hutan, lalu menundukkan pandangan ke tanah. "Apa kalian akan pergi bila aku memberi tahu?"

"Tentu saja, ma'am. Kau tidak perlu cemas," Bastian menenangkannya.

Wanita itu menelan ludah susah payah. "Kudengar para pengikut biasanya beribadah di reruntuhan kuil lama. Jaraknya cukup jauh di dalam hutan. Lebih baik kalian berkuda ke sana."

Daughter of Naterliva [#1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang