Satu per satu pasien sudah Aya tangani, kini saatnya ia merehatkan dirinya sejenak sebelum akhirnya tiba jadwal praktek selanjutnya. Selepas melakukan kewajiban beribadah kepada sang Kholik dan telah mengisi perutnya, Aya memilih kembali mendudukkan kembali tubuhnya di salah satu bangku taman bawah pohon rindang.
Baru saja Aya terduduk nyaman di bangku itu, dirinya sudah kembali bangkit dari duduk nyamannya.
"Mau kemana?" tanya seseorang di depannya.
"Ngapain?" ketus Aya.
"Lo mau kemana?" ulang sosok itu.
"Bukan urusan lo!"
"Lo nyari ini, 'kan?" sinis orang itu dengan menunjukkan sesuatu yang membuat Aya kembali bangkit dari duduknya.
Mendapati sosok perempuan lengkap dengan jas putih khas dokter di depannya itu memamerkan id card miliknya, Aya pun hanya memamerkan deretan giginya.
"Kebiasaan, deh. Heran gue sama lo, bisa-bisanya orang teledor kaya lo bisa jadi dokter. Untung nggak pernah teledor sama pasien," tukasnya dengan memberikan id card milik Aya.
"Thank you," ujar Aya masih dengan nyengir.
"Kemarin handphone, sekarang id card. Besok apa lagi? Itu jas kalau dipakai keluar juga gue yakin pasti bakal ketinggalan."
"Namanya juga lupa, mau gimana lagi? Kalau ingat juga nggak akan ketinggalan, lagian gue juga udah mau nyari, kok," cebik Aya.
"Ya, deh, terserah lo."
"Lo jaga?" tanya Aya basa-basi.
"Nggak, main! Ya, jagalah, Ayana," seru Selina.
"Ya siapa taukan lo gabut, jadi minta lembur," ujar Aya dengan memasang id card nya.
"Gabutnya gue nggak segitunya kali. Gue mau ke kantin, ikut nggak?"
"Lo aja, gue udah habis dari kantin," saut Aya yang dibalas anggukan kepala oleh lawan bicaranya yang kembali meninggalkan Aya sendirian.
Setelah kepergian sahabatnya, Ayana pun ikut bangkit dari duduknya untuk kembali memasuki rumah sakit yang tiada sepinya dan menghampiri resepsionis untuk mengecek jumlah pasiennya siang ini.
"Gimana, Mbak, banyak?" tanya Aya kepada Mbak Risya—bagian pendaftaran.
"Yang masuk baru 7, Dok," jawab Mbak Risya.
"Baiklah, makasih, Mbak."
"Pendaftarnnya mau ditutup sekarang saja, Dok?"
"Nggak apa-apa nanti aja, barang kali ada orang yang masih mau daftar. Kasian kalau udah jauh-jauh ke sini, tapi nggak bisa ketemu dokter," tutur Aya.
"Permisi, Mbak ruang Alamanda nomor 4A di mana, ya?" tanya seseorang yang baru saja menghampiri resepsionis.
Ayana yang tengah mengobrol itu pun ikut menoleh saat mendengar suara seseorang yang menanyakan ruangan rawat inap.
"Alzam?" panggil Aya ragu.
"Loh, lo ngapain di sini?" tanya lelaki yang diketahuin namanya Alzam.
"Gue yang seharusnya nanya. Lo ngapain, siapa yang sakit?" tanya Aya.
"Ada, teman."
"Teman apa teman, nih?" ledeknya.
"Teman, Ay."
"Iya, percaya, deh. Mau gue anterin ke kamar rawatnya nggak?" ucap Aya menawarkan.
"Emang lo tau?" saut Alzam meremehkan.
YOU ARE READING
We Don't Know
Teen FictionPerihal apa yang akan terjadi ke depannya, kita tidak tahu. Cukup ikuti saja alurnya, dan serahkan semuanya pada Yang Kuasa.