Setelah beberapa hari ini up and down, kini keadaan Emma sudah kembali stabil. Namun, untuk beberapa hari ke depan dirinya masih harus dirawat guna mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan.
"Teh, maaf ya Ibu ngerepotin kamu," ujar Emma dengan membenarkan posisi duduknya.
"Nggak ngerepotin, Bu," balasnya dengan tersenyum manis.
"Makasih ya, Teh."
"Ibu nggak udah berterima kasih gitu, udah seharusnya Aya ngerawat Ibu seperti halnya Ibu ngerawat Aya dulu." Emma hanya tersenyum merespon perkataan dari putri pertamanya itu.
Kini atensi ibu dua anak itu beralih pada seseorang yang tengah mengamati kedekatan dari ibu dan anak dari sofa tunggu ruang inapnya.
"Nak El nggak kerja?"
"Lagi nggak ada kelas, Bu," jawabnya lembut.
"Ibu istirahat lagi ya, biar cepat pulih," pinta Aya.
"Ibu capek tidur terus, Teh. Bosen, mau pulang aja."
"Makanya sekarang istirahat, biar cepat pulang."
"Teteh mau kerja, ya?"
"Iya, nggak apa-apakan Aya tinggal?" tanya Aya memastikan.
"Nggak apa-apa."
"Gue bantu jagain Ibu selama kamu praktek," timpal El yang masih terduduk santai di atas sofa.
"Titip Ibu ya, El."
Setelah mengatakan itu, Aya mulai meninggalkan ruang rawat inap Emma. Baru saja dirinya menutup pintu ruang rawat itu, kegiatannya terinterupsi akam kedatangan seseorang yang tiba-tiba.
"Mau kemana, Ay?" tanya orang itu.
"Kerja," singkatnya.
"Ibu sendirian berarti di dalam?" tanya gadis itu lagi.
"Ada El di dalam."
"Noel?" Ayana hanya mengangguk menanggapi pertanyaan dari sahabatnya.
"Ngapain?"
"Biasa, dia suka nemanin Ibu kalau gue kerja pas dia nggak ada kelas," tukas Ayana.
"Lo lagi dekat sama dia?"
"Lo taukan kalau kita beda?" Aya berbalik tanya.
"Nggak menutup kemungkinan buat tumbuh rasa, Ay. Bukankah rasa tumbuh dengan sendirinya?" tukasnya.
"Entahlah, Ca. Gue duluan ya, titip Ibu."
Sebelum menuju ruang prakteknya, terlebih dahulu ia menuju resepsionis untuk mengecek jumlah pasiennya siang ini. Sesampainya di resepsionis Aya langsung menghampiri Mbak Risya yang biasa mengurusi pendaftaran.
"Gimana, Mbak?" tanya Aya.
"Baru masuk tiga, Dok," jawab Mbak Risya.
"Datanya boleh saya bawa sekalian?"
"Udah dibawa sama Suster Mila, Dok."
"Ya sudah, makasih ya," tukas Ayana sembari meninggalkan meja resepsionis dan menuju ruangan prakteknya.
Tak butuh waktu lama untuk Aya menyelesaikan pekerjaannya yang saat ini jumlahnya cukup sedikit. Namun, bukannya kembali ke ruang rawat Aya justru memilih duduk di kursi tunggu ruangan anak yang cukup sepi orang berlalu lalang. Ia butuh mengistirahatkan dirinya sejenak sebelum harus memikirkan banyak permasalahannya lagi.
"Capek banget, ya?"
Aya yang tengah memejamkan mata pun terlonjak kaget dan buru-buru membuka matanya ketika terdengan suara yang mengajaknya bicara.

YOU ARE READING
We Don't Know
TeenfikcePerihal apa yang akan terjadi ke depannya, kita tidak tahu. Cukup ikuti saja alurnya, dan serahkan semuanya pada Yang Kuasa.