"Kok, sampai sore, Teh?" tanya Emma setelah melihat putrinya telah pulang.
"Iya, tadi harus gantiin praktek Dokter Nisa dulu," jawab Aya.
"Emang Dokter Nisa kemana?"
"Ada keperluan keluar kota katanya, Aya bersih-bersih dulu ya, Bu," pamit nya.
"Aya, kamu minggu ini ada libur?" tanya ibunda nya sebelum Aya bergegas meninggalkannya.
"Belum tau, Bu. Ada apa?"
"Ibu mau jemput Aish, kalau kamu libur mau Ibu ajak sekalian," tutur Emma.
"Mau kapan? Biar Aya urus."
"Nggak usah kalau emang enggak bisa, Ibu sendiri aja," tolaknya.
"Yaudah, nanti Aya lihat jadwal dulu ya, Bu," ucap Aya dengan senyum manisnya.
Setelah seharian menghabiskan energinya di rumah sakit, Aya memilih untuk mengistirahatkan dirinya di dalam kamar ternyamannya untuk beberapa saat sebelum akhirnya ia kembali meninggalkan kamar untuk menyantap makan malamnya bersama ibunda tercinta.
"Ibu."
"Kenapa, Teh?" saut ibunda nya di sela-sela kegiatan mencuci piring.
"Aish libur mulai kapan?" tanya Aya.
"Minggu ini udah mulai libur, makanya Ibu mau jemput," jawabnya.
"Ibu jemput Aish sendiri nggak apa-apa? Aya belum dapat jadwal libur minggu ini, atau nggak nanti kalau Aya dapat shift malam kita pergi jemput Aish siangnya, ya," tutur Aya.
"Nggak apa-apa kalau kamu emang nggak ada libur, Ibu bisa sendiri. Jangan dipaksakan, ya," ujar Emma manis.
"Ibu mau pergi kapan, besok?" tanya Aya lagi.
"Kalau kamu memang nggak ada libur, Ibu pergi besok."
"Ibu hati-hati perginya, Aya besok masuk pagi lagi. Pokoknya Ibu harus kabarin Aya terus, walaupun Aya nggak balas tapi Ibu harus laporin terus gimana di perjalanannya, ya!" pinta Aya.
"Iya, Ibu bisa jaga diri, kok."
"Tapi Aya juga pengen ikut, apa Aya tukar jadwal aja, ya," ucap Aya.
"Nggak usah, Teh. Nanti kamu malah kecapekan, Aish biar Ibu yang jemput. Kamu tunggu kita pulang aja di rumah," tutur Emma.
"Ibu beneran nggak apa-apa pergi sendiri?"
"Kamu nggak percaya sama Ibu?"
"Percaya, Bu."
"Ya makanya, udah kamu kerja aja, biar Ibu yang pergi sendiri."
Memang berdebat denga orang tua, apalagi Ibu itu tidak akan pernah bisa menang. Sekalipun mereka yang salah, tetap saja kita yang akan disalahkan. Akhirnya mau tidak mau dan walaupun berat Aya pun membiarkan Ibunda nya pergi sendiri untuk menjemput adik satu-satunya.
Saat dirasa kantuk mulai menghampiri dan sudah tidak ada lagi yang harus diobrolkan, Aya memutuskan untuk kembali ke kamar tidurnya dan beristirahat. Namun, sesampainya di atas kasur empuk miliknya, mata yang semula susah untuk dibuka kini berubah menjadi jernih dan segala rasa kantuk yang menyerangnya itu seketika hilanh entah kemana.
YOU ARE READING
We Don't Know
Teen FictionPerihal apa yang akan terjadi ke depannya, kita tidak tahu. Cukup ikuti saja alurnya, dan serahkan semuanya pada Yang Kuasa.