Skenario Tuhan adalah yang terbaik.
🍁
Joohyun POV
Bertemu Sehun adalah takdir terindah yang terjadi di hidupku. Aku masih ingat betul pertama kali bertemu dengannya.
Saat itu aku sedang mengerjakan tugas akhirku di sebuah kafe. Temanku sudah pulang dari tadi namun aku urung beranjak karena ada sesuatu yang membuat mood-ku memburuk. Aku tau ini sudah malam dan kafe akan segera tutup. Ibuku pun berkali-kali mengirim pesan agar aku segera pulang. Namun aku memutuskan untuk menjadi pengunjung terakhir yang meninggalkan kafe ini.
"Maaf, Nona, kafe akan segera tutup," suara seorang pelayan laki-laki kembali membawaku pada kenyataan. Aku pun terperanjat dan mengarahkan pandanganku padanya. Woah, wajahnya sangat tampan. Dia bahkan bisa menjadi seorang model dengan tampang itu. Batinku dalam hati. Aku sudah beberapa kali mengunjungi kafe ini namun baru melihat pelayan itu malam ini.
"Ah, iya. Maaf. Aku akan segera keluar."
"Terima kasih. Jangan lupa datang lagi," pamit pelayan itu sambil tersenyum tipis. Sial, kenapa aku deg-degan hanya melihat dia tersenyum. Aku pun hanya mengangguk dan bergegas mengemasi barangku.
Aku meninggalkan kafe itu dan berlalu menuju halte terdekat untuk segera pulang. Beberapa menit menunggu tidak ada bus jurusan rumahku yang lewat, mungkin karena sudah hampir tengah malam. Kuharap aku tidak ketinggalan bus terakhir. Lalu kudengar langkah kaki mendekat, kutolehkan kepalaku, dan ternyata seorang lelaki berjalan ke arahku. Dia memakai setelan serba hitam, tak lupa sebuah topi hitam yang menutup kepalanya. Hanya garis rahang dan pipi agak tembamnya yang terlihat. Aku masih mengingat betul garis rahang itu, ia pelayan di kafe tadi. Tatapan kami bertemu. Kami hanya bertukar senyum. Hanya ada kami berdua di halte ini. Suasana mendadak canggung.
Lalu sebuah bus mendekat. Syukurlah bus ini menuju daerah tempat tinggalku. Aku bersiap akan naik dan bermaksud menyapa pemuda itu. Namun, belum sempat satu kata terucap, kulihat dia juga mengikutiku menaiki bus. Aku memilih untuk duduk di dekat jendela di kursi paling belakang. Kulihat dia juga mengikutiku, namun kami sama-sama duduk di bagian ujung, berjauhan.
Tidak ada percakapan yang terjadi. Kulihat lelaki itu turun di halte sebelum halte tujuanku. Kami beda satu pemberhentian. Entah kenapa, lelaki dengan outfit serba hitam itu mencuri perhatianku sejak dia menyapaku di kafe tadi.
☆☆☆
Dua hari kemudian, sepulang kuliah aku kembali mengunjungi kafe tersebut bersama teman satu bimbinganku. Aku langsung mengiyakan ajakan temanku sewaktu dia mengatakan kafe tempat tujuan kami. Selain membahas tugas kuliah, aku juga punya intensi lain—bertemu dengan pelayan rupawan itu dan mengetahui namanya. Aku tidak sempat melirik nametag nya malam itu.
Sudah hampir dua jam kami di kafe ini namun aku tidak melihatnya. Waktu menunjukkan hampir pukul 7 malam, temanku pamit lebih dulu. Aku akan menunggu sampai setengah jam lagi, jika aku tidak melihatnya maka aku akan pulang. Akupun kembali ke laptop, melanjutkan tugas kuliahku.
Begitu waktu menunjukkan pukul tujuh lebih, kulihat pelayan itu keluar dengan membawa nampan berisi pesanan pelanggan. Ah, mungkin dia mengambil shift malam lagi, batinku. Tekadku sudah bulat, aku ingin mengetahui namanya. Saat ia berbalik hendak menuju meja kasir, aku pun mengangkat tangan, mencoba mendapatkan perhatiannya. Yes! Dia meresponku.
Kulihat dia mengeluarkan catatan kecil, masih belum memandang wajahku. "Ingin pesan apa, Nona?" Tanyanya kemudian, sambil sedikit mengangkat wajahnya memandangku.
"Kau mengingatku?" Bukannya menjawab pertanyaannya, namun aku malah keceplosan menyuarakan isi hatiku. Dasar bodoh! Dia pun tampak kebingungan.
"Ah, maaf. Aku pesan..... vanilla latte. Less sugar."