Annyong!
Lagi buntu lanjutin Love Again, jadi update yg ini dulu ya🙏Pawang longer version, tapi gak sepanjang beberapa chapter sebelumnya di work ini
Very short version ada di Just as Usual ya, silakan mampir 🧡
🍃
Oseano dan Ayrin terjebak dalam friendzone. Sebenarnya, Oseano sudah beberapa kali mengajak Ayrin untuk berkencan, namun sang gadis menolak. Ayrin merasa dirinya tidak cocok dengan Oseano yang memiliki segalanya; pekerjaan yang stabil, bisnis yang lancar, keluarga yang harmonis, lingkungan pertemanan yang baik, dan masih banyak lagi. Sementara Ayrin hanyalah seorang karyawan biasa di sebuah instansi yang tidak begitu terkenal, tumbuh dalam keluarga broken home, dan tidak punya apa-apa untuk dibanggakan. Perbedaan mereka layaknya bumi dan langit, oleh sebab itu Ayrin sadar diri dengan menolak ajakan Ose.
Sabtu sore, Ayrin berlalu menuju kafe milik Ose karena ia tidak mau sendirian di rumah lantaran sang ibu yang memiliki agenda bersama tetangganya. Ia pun menyapa Ose yang sedang sibuk dengan beberapa temannya. Setelah memesan minuman, Ayrin memilih duduk di pojok dekat jendela, spot kesukaannya. Ia pun menikmati pemandangan di depannya yang cukup ramai oleh pasangan pemuda-pemudi karena ini adalah malam minggu. Beberapa menit terlewati, minumannya pun habis. Ayrin berniat untuk kembali ke rumahnya karena Ose yang terlihat masih sibuk dengan urusannya, ia tidak ingin mengganggu. Sebelum beranjak, ia ingin menikmati pemandangan lima menit lagi.
"Oi... Bengong aja. Awas kesambet!"
Ayrin pun menoleh dan mendapati Ose duduk di depannya.
"Siapa yang bengong? Gue lagi menikmati pemandangan," jawab Ayrin sekenanya. Sebenarnya gadis itu sedang galau lantaran beberapa hari ini ibunya terus menanyakan kapan ia akan menikah.
"Gak biasanya lo ke sini tanpa gue minta. Kenapa, Ay?"
"Gue udah bilang kan, panggil gue 'Rin' atau 'Ayrin', jangan 'Ay'," mood Ayrin bertambah buruk.
"Iya, maaf, AYRIN," jawab Ose spontan. Hening beberapa saat hingga Ayrin kembali bersuara.
"Orang-orang pada punya pawang ya, Se. Gue kapan ya?" ucap Ayrin sangat random.
"Hah? Pawang?"
"Iya. Lo liat aja, semua pada pergi bareng pasangannya, entah kekasih atau pasangan suami-istri. Semua punya pawang, kecuali gue," ucap Ayrin tanpa menoleh ke Ose. Ia pun meraih tasnya dan beranjak. "Gue balik dulu ya, Se. Makasih udah nyamperin gue."
Ose pun membuntuti Ayrin keluar dari kafe miliknya. Ayrin yang merasa ada seseorang yang mengikutinya pun menoleh. "Loh, Ose? Mau kemana?"
"Mmm... Rin... Lo mau gak jadi pawang gue?"
Ayrin pun berpaling. Dari jauh ia melihat Wanda yang datang ke arah mereka. Ia kembali menatap Ose. "Jangan bercanda, Se! Gue gak pantes jadi pawang lo. Lo berhak punya pawang yang lebih baik dari gue, yang layak disandingin sama lo. Dan gue bukan orang itu," jawab Ayrin lirih namun Ose dapat mendengarnya dengan jelas. "Gue balik ya, Se."
Ose pun meraih lengan Ayrin untuk menghentikan langkah gadis itu. "Gue maunya lo yang jadi pawang gue. Gue gak bercanda. Gue pengen serius sama lo. Please be mine, Ayrin," ucap Ose serius.
Ayrin pun terisak, ia hanya bisa menggeleng dan mengucapkan maaf. Ayrin pun berlari menjauh dari Ose karena ia tak mau lelaki itu melihatnya menangis. Ia pun langsung menghampiri tukang ojek yang sedang mangkal dan langsung meminta agar motornya dijalankan.
Ayrin memilih untuk menolak ajakan Ose karena ia benar-benar merasa tidak pantas bersanding dengan lelaki itu. Meski ada sudut hatinya yang menginginkan untuk bersama laki-laki itu, namun Ayrin mencoba berpikir serealistis mungkin. Ayrin tidak punya apa-apa untuk dibandingkan dengan Oseano dan keluarganya. Ayrin memilih untuk memendam perasaannya.