4. Kunci gudang

33 4 0
                                    


Karna hari ini lauknya terlalu enak, mungkin. Persediaan nasi yang biasanya tersisa satu magic com. Sekarang ludes semua, hanya menyisakan wadah - wadah kosong dengan beberapa bulir nasi yang menempel didalamnya. Mau tidak mau aku harus memasak nasi untuk persediaan, berjaga - jaga jika ada yang cari makan.
Aku tengah sibuk mencuci beras didepan westafel. Selang beberapa menit, dua orang santriwan mendekat kearah pintu dapur. Yang satu berbicara denganku dan yang satunya lagi memunggu. Katanya cari umi. Langsung saja kuarahkan mereka kendalem. Setelah mereka pergi, aku kembali melanjutkan acara mencuci berasku yang tertunda.
Tiba - tiba Umi datang, beliau berkata " mbak kang Arif minta kunci gudang, tolong berikan padanya ! " .

Sebelumnya aku sudah mendengar saat umi menjawab " minta saja sama mbak Aqira ".
Apa yang harus diminta dariku. Ah mungkina ku salah dengar. Dan benar dua orang itu datang lagi padaku minta kunci gudang. Aku segera mengabilkannya. karna letak kunci gudang itu memang tidak jauh dariku.

Dan saat kuberikan kepada.....siapa tadi namanya?. Yah sikang Arif itu dia menyebalkan.
Dia minta tapi tak mau menengadahkan telapak tangannya. Aku bingung. Haruskah kulempar kunci ini ? .Tanganku sampai harus menggantung lama karna dia yang tak mau juga mengeluarkan telapak tangannya. Aku sampai dibuat geram olehnya. Dia itu meminta kunci atau dia juga ingin aku pergi bersamanya, membukakan pintu gudang untuknya.
Itukah yang dia inginkan ? .

Cukup lama sampai akhirnya dia mau menengadahkan kedua telapak tanganya dibawah tanganku yang sudah menggantung dari tadi. Langsung saja kujatuhkan kunci kecil itu diatas telapak tangannya. Selesai. Mereka pergi.

Sedangkan aku berusaha menetralkan emosiku yang dibuatnya tadi. Kurasa tadi dia bukanya tak mau mengeluarkan tanganya tapi yang kulihat dia sepertinya kebingungan harus menerima kunci itu dengan bagaimana. Tak mungkin bukan, aku menyodorkan kunci itu dengan telapak tanganku yang terbuka kemudian dia mengambilnya. Tentu kulit kami akan bersentuhan. Dan aku tau itu dosa. Sampai akhirnya dia mau mengeluarkan telapak tangannya juga. Kenapa tidak dari tadi. Dasar kang Arif.


🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂


Sampai dirumah gadis itu masih tak mau bicara. Terus merasa bersalah. Padahal Arif sudah menjelaskannya tadi.
Mereka memasuki kamar, Aqira masih memunduk. Arif menatapnya, ingin menyalurkan rasa hangat padanya.

" Sudah jangan dipikirkan " sambil mengelus puncak kepala Aqira yang masih berbalut kerudung.

Aqira diam. Dia masih mendengar dengan jelas perkataan itu " SANTRI JAMAN SEKARANG MEMANG TIDAK BERMORAL. PAKAIANNYA SAJA YANG BERUBAH, TAPI KELAKUANNYA NAUDZUBILLAH. NGAKUNYA SANTRI KOK PACARAN. KETEMPAT UMUM PULA. BERMESRAAN. BERGANDENGAN TANGAN. UNTUNG DIA TIDAK BAWA ALMAMATER PONDOKNYA, KALAU DIPAKAI BISA HANCUR NAMA PONDOKNYA, JUGA PENGASUHNYA "

Kata - kata menyakitkan itu terus berputar diotaknya. Dilontarkan seorang penjual aksesoris yang tadi dia lewati waktu ditempat ziarah.

" Arif, kenapa kebanyakan orang lebih suka menilai dari pada mendengarkan ? " Aqira mulai bicara, namun pandanganya tetap menunduk.

" Karna lebih mudah mengucapkan apa yang dipikirkan dari pada memikirkan apa yang telah diucapkan " terang Arif.

Arif menuntun Aqira untuk duduk ditepi ranjang.
Aqira duduk, dan Arif masih berusaha menenangkan gadis itu. Lelaki itu mengusap lembut punggung Aqira. Tiba - tiba gerakannya terhenti, saat gadis itu menatapnya.

" Aku minta ma'af "

Arif menatap lembut dan tersenyum kearahnya.

" Itu bukan salahmu, ini kelemahanku. kenapa tak bisa membujukmu "

" Ma'af " Aqira malah memajukan wajahnya yang kini hanya berjarak beberapa centi saja.

" Sudah kau jangan menggodaku dengan terus meminta maaf seperti ini " ucapnya diakhiri senyum. Lelaki itu hanya memeluknya dan sesaat kemudian melonggarkanya kembali.

" Kau mau tidur ? " tanya Arif.

Aqira hanya mengangguk, kemudian berkata
" aku mau ganti pakaian dulu " ijinnya.

" Ikut ! " pinta Arif dengan nada yang dibuat - buat seperti anak kecil.

Gadis itu hanya tersenyum, menahan tawanya sambil berlalu meninggalkan Arif.

Aqira kembali dan Arif menyapanya hangat

" Sini ! " sambil menepuk - nepuk pahanya.

Aqira hanya menurut dan tidur dipankuannya.
Arif melantunkan sebuah sholawat. Suara indahnya mengalun pelan. Dengan tangan yang terus mengelus wajah Aqira.

Arif memandang wajah Aqira yang terlihat damai dalam tidurnya. Ia bertanya - tanya.
Apakah benar ini gadis yang dilihatnya didapur ndalem beberapa tahun lalu. Rasanya sangat berbeda. Apa yang dilihatnya waktu itu dengan hari ini. Gadis yang selalu memisahkan diri dari teman - temannya. Yang suka menyendiri. Dan tidak banyak bicara. Namun anggapanya tidak bertahan lama. Saat dia lihat gadis itu terus saja berceloteh, berusaha melucu. Dan selalu berakhir sukses membuat semua temannya yang ada didapur tertawa dengan leluconnya. "Gadis yang aneh" batin Arif.


🍂🍂🍂🍂🍂🍂


Suatu sore, waktu piket masak. Yang biasanya ramai sampai 6 atau 7 orang. Hari ini hanya bertiga. Aqira tentu kewelahan harus mencuci beras, Lalu dipanggil untuk memasukan kayu yang apinya hampir keluar. Beberapa saat lagi melihat apakah sayurnya sudah hampir melunak. Sibuk sekali.
Sebenarnya dapur ini terbagi menjadi dua. Satu bagian depan dengan gas lpj dan bagian belakang denga tungku dari bata merah. Dan sekarang Aqira harus memeriksa dibagian belakang untuk memastikan kalau sayurnya tidak terlalu kematangan seperti waktu itu. Pikirannya belum juga teralih dengan sosok kang Arif yang akhir - akhir ini memenuhi benaknya. Tanganya memegang sendok sayur untuk mengaduk kuah sayur dalam kuali didepanya. Sambil mengingat beberapa kejadian yang membuatnya bertemu kang Arif. Tanpa disadari lelaki itu muncul dihadapannya. Yang entah sejak kapan datangnya. Dia masuk begitu saja lewat pintu belakang tanpa permisi. Tentu saja Aqira kaget dengan kehadirannya yang tiba - tiba terasa nyata. Lelaki itu tidak menganggapnya ada itu sebabnya dia tidak memgatakan apapun saat masuk tadi. Aqira berjalan menjauhinya. Mengamatinya sebentar. Dia terus saja memilih beberapa karung putih yang terletak dibelakang tungku. Setelah dirasa cukup dengan apa yang dia cari. Dia melangkah pergi meninggalkan dapur. Batinku terus meronta, tidak terima dengan tindakanya tadi. Lancang sekali. Dia pikir disini tidak ada orang apa? . Masuk saja tanpa ijin.

Aqira berfikir. " itukah lelaki yang selalu dipuja santri putri? " yang setiap menceritakannya penuh dengan kebanggaan. Yang selalu terlihat sempurna dimata siapa pun. Seolah dia tidak memiliki celah sedikit pun.

Mungkin teman - temanya salah mengidolakan seseorang? .

AQIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang