14. Selasa pagi, Ikhya' dan Kopi

23 3 0
                                    

Selesai Jama'ah subuh, satir ditutup, Lampu - lampu dimatikan. Perlahan semua santri meninggalkan aula satu persatu. Lalu dengan cepat mengisi aula depan pondok untuk lanjut dengan takroran Alfiyah bersama.
Semarak semangat para santri melantunkan nadhom Alfiyah menggema diseluruh penjuru ruangan. Begitu ramai memekakkan telinga. Apalagi ditambah dengan alat-alat untuk tabuhan ( klothean ).
Pas sekali karena ini hari selasa awal di bulan baru, Jadi bisa mulai Takroran dari awal lagi. sekitar 15 menit, 150 nadzom itu selesai dibacakan. Semua kembali pada aktivitasnya. Ada yang langsung menuju dapur pondok, mengambil piring untuk membeli nasi di koperasi. Ada juga yang langsung piket tanpa melepas balutan mukena putihnya.

Aku masuk kamar, Melepas mukenaku saat kulihat Rafa sudah nampak siap dengan tuniknya.

"Aku duluan ya, nanti nyusul" ujarnya lalu pergi meninggalkanku.

Tiba-tiba Lia masuk dan langsung merebahkan tubuhnya diatas tumpukan bantal yang berjejer.

"Hari ini piketnya siapa Qi? " tanya Lia seraya mempernyaman posisinya, Lalu memejamkan matanya sejenak.

"Diih sok-sokan lupa" jawabku tanpa melihat ke arahnya. Dia kemudian duduk dan menghadapku, Menampilkan ekspresi tanpa dosa, yang membuatku ingin sekali memukulnya dengan sajadah yang masih kupegang.

"Buruan siap-siap, Tadi Rafa udah ke ndalem" ucapku datar.

"Mei ?"

"Aku tadi melihatnya sudah menuruni tangga" sahutku.
Mei adalah teman yang piket bareng Lia.
Aku berjalan lebih dulu meninggalkan Lia yang terus aja mengomel tidak jelas. Langkahku sedikit melamban saat kulihat seseorang berdiri khusuk memandang ke arah kandang kambing. Aku menghampirinya dengan jalan yang kubuat sepelan mungkin agar tidak membuatnya kaget. "Ayo !" sapaku saat sudah berdiri tepat di belakangnya. Mei tersentak kaget, lalu mengalihkan pandangannya. menoleh ke arahku.

"I - iya" jawabnya terbata. Lalu berjalan lebih dulu. Sejenak aku melihat apa yang tadi Mei amati.
Santriwan itu lagi batinku. Setelahnya aku kembali melanjutkan jalanku. menyusul Rafa yang mungkin saja sudah menungguku sejak tadi. Aku baru tahu ternyata selain aku, juga ada Mei yang suka mengamati Arif secara diam-diam.

Sesampainya di ndalem, Aku langsung menghampiri Rafa yang tengah sibuk mengupas bawang. Mei datang ikut bergabung. Mengambil tempat di sampingku, Ikut memetik sayur. Hening. Tidak ada pembicaraan sama sekali. Semua sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Beberapa detik terlalu, Sampai akhirnya Mei memecah keheningan.

"Lia mana Qi ?"

"sebentar lagi datang" jawabku cepat. dan benar setelah aku berjalan meninggalkan Rafa dan Mei untuk merebus air di dapur depan. Terdengar suara Lia mulai mengoceh.

"Rafa mau masak apa hari ini ?" tanyanya tidak sabaran.

"Kamu bisa tanya sambil petik sayurnya kan" jawab Rafa dengan senyum masam.

"Masak yang gampang aja ya biar cepet" Bujuk Lia sambil mulai memetik sayur di depannya.

"minta cepet kok datangnya yang paling terlambat" ejek Rafa.

Setelah selesai menuangkan air di wadah magic com sesuai takaran. Lalu aku menutupnya. Terdengar bel mengaji mulai berbunyi di pondok putra. Kulirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kiriku. 06.57 Wib. Aku sampai lupa kalau ini hari selasa. Tentu saja beli berbunyi lebih cepat dari biasanya. Aku kembali ingin melihat dapur belakang yang sepertinya sudah sepi. aku mengernyitkan dahi, penuh tanda tanya. Semua sudah kembali tanpa mengajaku.

"Kebiasaan" gerutuku sebal, Lalu berlari menyusul mereka dipondok.

🍂🍂🍂🍂🍂

Semua santriwati mulai berduyun-duyun berangkat menuju aula membawa kitab Ikhya' dengan pulpen di tangannya. Aku melangkahkan kakiku ke kamar mandi yang terdengar heboh. Kulihat satu, Dua santriwati mulai keluar dari pintu kamar mandi dengan kerudung yang sudah di tata rapi dan satu tangannya merapikan lipatan lengan uniknya yang dilingkis sampai siku.

AQIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang