31. Tanpa sudut

8 3 0
                                    

     

     Pagi ini Rafa mengusai dapur lebih dulu, Aqira datang diikuti Arif dilakangnya. Lelaki itu duduk disofa sambil memainkan ponselnya.

"Ada yang bisa dibantu Raf?" Ujar Aqira saat posisinya sudah berdampingan dengan Rafa. Sang kakak ipar  menoleh, tersenyum seperti biasa.

"Tolong potong kacang panjangnya ya" Pinta Rafa, menunjuk ikatan sayur kacang diatas meja.

Aqira mengangguk, lantas mengambilnya. Langkah kecilnya tertuju pada Arif. Lelaki itu melepas ponselnya, mengambilkan talenan untuk Aqira. Tiba tiba Rafa duduk disamping Arif, mengambil beberapa cabai untuk diiris. Rafa memandang Arif, meminta lewat mata untuk diambilkan pisau yang berada didekatnya. Bukanya merespon, Arif justru berdiri. Pindah posisi. Kembali memainkan ponselnya. Seolah tak mengerti apapun. Duduk disamping kiri Aqira sekarang.

Dengan cepat Aqira menyodorkan pisau itu kearah Rafa. Tak ada ekspresi yang ditampilkan Rafa. Aqira menyenggol lenganya, Arif menoleh seolah bertanya. Ada apa? Aqira hanya menggeleng kecil, menahan tawa.

Aqira selesai dengan kacangnya, lantas berdiri dan mencucinya. Rafa juga sudah selesai dengan bumbu irisnya. Keduanya bertemu didepan westafel.

"Kamu aja yang lanjutkan, aku mau panggil Kak Ali" Ujar Rafa sebelum meninggalkan dapur.

Rafa malu. Benar benar malu. Berani sekali Arif menolaknya. Rafa keluar bersama amarahnya meninggalkan dapur.

"Kamu ngapain? Kasian Rafa wajahnya sampai merah gitu" Tanya Aqira takjub pada Arif, tanganya sibuk menumis bumbu yang baru dicucinya.

"Maunya gimana?" Arif mengangkat sebelah alisnya.

"Kalau baik, nanti istriku kepikiran lagi kayak kemaren" Lanjut Arif. Aqira menoleh, mengacak geram rambut Arif yang tak tertutup peci.

"Nggak usah dibahas" Kesal Aqira, yang masih sibuk mengacak rambutnya.

Ali Datang bersama Rafa. Disusul Mas Abi dan istrinya. Menempati kursi seperti biasa. Semua menahan senyum menyaksikan tingkah kekanakan Arif dan Aqira. Pengantin baru yang satu ini memang sangat menggemaskan. Yang satu cuek dan yang satunya lagi dingin. Sungguh perpaduan yang sangat tidak kontras.

           🍂🍂🍂

Rafa menikmati semangkuk mi yang baru dibuatnya, duduk diatas kursi meja makan. Arif datang setelah makan malam selesai. Karna dia baru pulang kerja. Melihat Aqira tertidur saat memasuki kamar membuatnya tak tega untuk membangunkannya. Alhasil Arif malah terjebak disini dengan Rafa.

"Mau?" Tawar Rafa sambil mengarahkan sesendok penuh berisi mi kearah Arif. Sang Adik ipar hanya meliriknya datar. Seolah tak menganggap kehadirannya. 

      Arif melewatinya begitu saja. Dia mengambil telur lantas menggorengnya dengan cepat. Tak lupa dia juga membuat secangkir kopi. Tinggal menunggu airnya mendidih. Arif menoleh mencari cangkir yang sudah diraciknya. Sebuah tangan terulur memberikan cangkir yang dicarinya. Arif menerimanya dengan senang. Aqira mengambil alih sisa pekerjaannya. Menuangkan Air panasnya. Mengambil nasi lantas menyajikannya dihadapan Arif.

"Makan dimana?" Tangan Aqira memegang cangkir kopi yang masih memgepulkan uap.

"Disini saja" Ujarnya lantas meluruh begitu saja diatas dinginnya lantai. Aqira tertawa kecil. Mereka sampai lupa masih ada Rafa diujung meja sana. Arif tak peduli. Dia memulai makan malamnya.

   Rafa berdiri didepan westafel, mencuci mangkuknya. Aqira berdiri dibelakangnya. Membawa piring kotor.

"Malam Qi" Ujar Rafa berlalu meninggalkan dapur. Aqira menoleh. Menatap kepergian Rafa. Namun apa yang dilihatnya. Rafa menatap sekilas, Kearah dimana Arif masih menyesap kopinya saat ini.

Aqira kembali menghampiri Arif, mengacak pelan rambutnya. Tanpa berniat memanggil. Arif menoleh, Dengan cepat Aqira menarik tangannya agar segera beranjak.
   
 

         🍂🍂🍂

"Aku benci Perasaan ini. Maaf kak". Rafa memasuki kamar, dilihatnya Ali masih sibuk menonton film.

"Kak besok kita berkunjung kerumah mama ya" pinta Rafa setelah bergabung diatas ranjang. Matanya melihat sekilas apa yang dilakukan Ali. Rafa memeluk Ali dari samping, membuat sang suami dengan cepat mematikan tayangan film diponselnya. Ali mencium puncak kepalanya, lantas mengangguk.

"Tolong kak, Aku tak mau semakin terjebak dengan perasaan ini" Cicit Rafa dalam hati. Wajahnya mendongak, menatap nanar Ali yang kini balas memeluknya.

"Ini salah, maaf kak".Rafa mengurai pelukan.

"Kak Apa kamu mencintaiku?" Tanya Rafa dengan ragu.

"Tentu saja. Bagaimana mungkin aku tidak mencintaimu Kairafa Khansa?" Tutur Ali  tanpa keraguan sedikit pun.

Mendengar jawaban Ali membuat Rafa seketika terisak.

"Maaf kak, Aku  belum bisa memberikan hatiku seutuhnya" Ucapnya pelan.

"Aku akan terus menunggumu, sampai kapan pun itu" Pungkas Ali.

"Masih ada Arif ya disana?" Tanya Ali hati hati.

Rafa mengangguk tanpa ragu. Membuat Ali seketika lemas. Perlahan sesak menghampirinya. Ali memutuskan untuk mematikan lampu. Menyisakan Rafa dengan rasa bersalahnya, karna menyakiti Ali.

         🍂🍂🍂

Kenapa harus kamu Raf? Dan kenapa orang itu harus Arif?. Aqira menatap kosong kearah Arif yang mulai memejamkan mata. Arif perlahan membuka lagi matanya.

"Belum tidur?" Tanya Arif singkat.

"Belum ngantuk" Balasnya.

"Gimana mau ngantuk, pikirannya dari tadi sibuk terus" Tebak Arif tepat sasaran. Aqira merubah posisi. Menatap langit langit kamar. Berusaha menyembunyikan pikirannya. Arif menegakkan tubuhnya, mengambil ponsel. Lantas menghubungi seseorang. Tersambung.

Seusai menjawab salam. Arif tersenyum jahil menatap gadisnya. Tangannya merapikan rambut Aqira.

"katanya Aqira kangen sama Umi, sampai nggak bisa tidur sekarang" Adu Arif dengan seseorang disebrang sana.

Aqira mendelik mendengar penuturannya, Gadis itu buru buru duduk. Tangannya merebut kasar ponsel itu dari genggaman Arif.

"Dia bohong Umi" Potong Aqira cepat, seusai mendekatkan ponsel itu ketelinganya. Umi hanya terkikik pelan.

"Sudah larut sayang, kenapa belum tidur?" Ujar umi pada Akhirnya.

"Umi juga belum tidur" Aqira melempar tanya yang sama. Arif terus memperhatikan Aqira. Mengikis jarak, menjatuhkan pelukan dari samping.

"Ada apa? akhir akhir ini, Arif bilang kamu sering melamun. pulang sini, cerita sama Umi" Tuturnya yang lembut, berhasil membuat Aqira terdiam seketika.

"Sudah larut Umi, sana istirahat" Pungkas Aqira. Hendak mengakhiri telpon.

"Pulang sayang, Umi tunggu" Pinta Umi diakhir telpon.

"Iya Umi, makasih" Aqira mengakhiri panggilan. Meletakkan ponselnya diatas nakas.

Tatapannya beralih pada Arif yang kini tak berjarak darinya.

"Makasih" Ucap Aqira pelan tanpa menoleh. Arif tersenyum tipis.

"Cium sini" Arif mendekatkan wajahnya, sedikit menyerong. Aqira menoleh. Membingkai pelan wajahnya.

"Dimana?" Goda Aqira, pura-pura tak mengerti. Arif tersenyum miring. Semakin mendekatkan wajahnya. Aqira justru menghambur memeluknya.

"Udah mulai berani ya" Bisik Arif ditelinganya.

"Iya lah, Kan kamu yang ngajarin" Imbuhnya. Lantas mencuri kecupan singkat dipipinya.

AQIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang