22. Karna rasa tak pernah bohong

9 2 0
                                    

"Lihatin dong Qi" paksa Lia, tangannya berusaha meraih buku yang Aqira jauhkan dari jangkauanya.

"Hanya aku doang, janji" Lia berusaha merayunya, agar bisa segera membacanya. Aqira tak tahu kenapa Lia selalu ingin membaca apapun yang Aqira tulis dalam bukunya. sang pemilik buku, nampak berfikir.

"cepetan keburu Rafa dan Dira datang" Lia sudah tidak sabaran. Akhirnya Aqira menyerahkan buku itu, tepat pada lembaran yang baru diisinya. Aqira terus mengamati wajah Lia saat membaca tulisannya. Lia menahan senyum, namun setelahnya wajah yang selalu ceria itu berubah muram. terlihat jelas, guratan kesedihan itu mulai mengalir seusai Lia membacanya. lalu memberikanya kembali ketangan Aqira dengan sendu.

"kenapa?" Tanya Aqira datar. Dia benar-benar tak mengerti, kenapa Lia jadi sedih setelah membacanya.

"Sudah kuduga" Tebak Lia setengah kaget.

"Kamu juga suka kan dengan muadzin sombong itu?" Lia memastikan.

*Aku tidak tau, perasaan apa yang tengah melandaku saat ini" Jujurnya dengan pandangan kosong.

Tiba-tiba terdengar cekikikan khas Rafa yang mulai mendekati kamar.

"Kita sambung nanti" Putus Lia. Aqira hanya diam, Lalu menyimpan lagi bukunya. Dengan cepat Lia mengubah ekspresinya.

"Seneng banget kayaknya?" Tanya Lia, Melihat Rafa dan Dira yang tak juga berhenti tertawa saat memasuki kamar.

"Iya lah, habis lihat calon imam" Ujar Rafa diiringi senyum yang tak luput dari wajahnya. Mereka berempat duduk merapat, Saling berhadapan. Aqira berada tepat di samping Lia, sedang Dira bersisihan langsung dengan Rafa yang kini tengah memulai ceritanya.

Dira menatap Aqira sesaat. sedangkan yang ditatap malah melempar pandangan kearah Lia. seolah mengisyaratkan Dirinya tak perlu dikasihani dengan perasaannya. Ditengah keasyikannya bercerita. Terdengar seruan adzan Isya' dari jauh. Rafa menjeda ceritanya. Lalu berceletuk.

"Semoga yang adzan nanti calon imam" Harap Rafa setengah teriak. Aqira mengalihkan perasaannya yang mulai tak karuan . Kakinya melangkah keluar kamar dengan Alasan ingin wudhu. Rafa percaya begitu saja. Namun tidak dengan Lia dan Dira. Mereka saling pandang dengan tatapan yang sulit diartikan. Tak berselang lama, Lia dan Dira menyusul dibelakangnya.

"Kok pergi semua sih" Gerutu Rafa yang merasa tak didengarkan ceritanya.

🍂🍂🍂🍂🍂

Seusai Madrasah, Rafa sudah tertidur lebih dulu. Menyisakan Dia yang tengah sibuk dengan kitab kecil ditangannya. Lia sudah hilang bersama Aqira sejak madrasah selesai. Disini lah mereka sekarang. Di Madrasah lama yang minim cahaya.

"Ayo Qi, Lanjutkan yang tadi" Lia mengawali pembicaraan begitu melihat keadaan yang sepertinya sudah aman.

"Mau lanjutin apa?" Tanya Aqira pura pura tak tau, karena malas membahasnya.

"Apa perlu diperjelas?" Geram Lia merasa kesal dengan Aqira.

"Jadi gini" Aqira memulai ceritanya. sorot matanya tajam menatap Lia. Hanya suara gemerisik dedaunan kering diterjang angin yang terdengar.

Aqira tak melanjutkan bicaranya. Lia bertambah kesal.

"Jadi apa yang harus kuceritakan?" Aqira bingung harus memulainya dari mana.

"Langsung saja keintinya, Kamu suka kan sama muadzin sombong itu?" Tuduh Lia dengan percaya diri.

"Sudah kubilang kan, aku tidak tau" Aqira mengalihkan pandangannya.

"Aku hanya tidak suka saat orang-orang terus saja menyebut namanya. memuji - muji suaranya, hanya itu" papar Aqira dengan pandangan kosong.

"Jadi bisa disimpulkan kalau kamu menyukainya" Lia memutus sepihak, kesimpulan yang bisa diambil dari sudut pandangnya.

"Tidak !" Tolak Aqira merasa tak terima dikatakan suka dengan seorang Syarif Muhammad.

"Sudahlah Qi, Kamu pernah denger iklan kecap Bango ?" Tanya Lia.

"Maksudmu, Malika kedelai hitam pilihan yang dirawat seperti anak sendiri ?"

"Bukan itu" Sebal Lia.

"Jadi slogannya ?" Aqira memastikan.

"Karna rasa tak pernah bohong" mereka kompak menyebutkannya bersamaan.

Lia kembali lagi tersadar.

"Qi, kamu tak perlu repot-repot menyukai muadzin sombong itu" Lia merasa tak terima kenapa Aqira harus menjatuhkan perasaan itu padanya.

"Lia jika boleh memilih, pasti aku tak mau menyukainya" Jelas Aqira tanpa mengalihkan pandangan. menatap kosong kegelapan disekitar mereka. terdengar ngiang nyamuk yang terus bersuara disekitarnya.

"Pindah yuk Qi, nyamuknya banyak" Saran Lia yang hanya diangguki oleh Aqira

AQIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang