34. Obsesi

9 2 3
                                    

Semalam Rafa bertengkar hebat dengan Ali. Itu sebabnya Ali pulang kerumah ini tanpa Rafa.

"Kak aku tak bisa terus terusan seperti ini?" Ucap Rafa disuatu malam begitu keduanya sampai kamar mereka. Tentunya dirumah Rafa. Ali tau kemana arah pembicaraan ini.

Ali sama sekali tak menanggapi ucapan Rafa.

"Aku menginginkan Arif?" Ungkapnya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Namun tatapanya tak berani menatap Ali.

"Kamu sadar apa yang kamu katakan?" Ali mencoba mengontrol emosinya. Menekan setiap kata katanya. Menatap tajam sang istri.

"Aku sangat sadar dengan apa yang aku katakan" Rafa menatap nyalang Ali.

"Lalu aku harus bagaimana? Membantumu merebut Arif dari Aqira begitu?" Nada bicaranya mulai naik.

"Tapi aku tak bisa melupakan perasaan ini begitu saja" Bentak Rafa.

"Sadar Raf, Kamu akan menyakiti semua orang" Ali tak habis fikir. Dengan jalan pikir istrinya.

"Kamu tak tau bagaimana sakitnya melupakan, Aku terluka setiap kali melihat Aqira bahagia" Tuturnya pelan.

"Aku tak baik baik saja kak, dengan pernikahan Aqira" Lanjut Rafa semakin jadi. Dia tak peduli dengan Ali yang pasti sangat terluka mendengar semua ini. Ali menguatkan hatinya.

"Kupikir kamu akan membuka hatimu dan melupakan Arif. Tapi semakin kesini, semakin aku tak menemukan ruang untukku" Ali berujar pelan. Terlalu lelah dengan hatinya.

"Aku tak ingin menyakitimu kak, Tapi aku juga tidak bisa memaksa hatiku untuk mencintaimu" Rafa bingung dengan hatinya.

"Kenapa mencintaimu bisa sesakit ini?" Lirih Ali.

"Aku akan merebut Arif dari Aqira" Gumam Rafa yang tak pelan. Tatapanya kembali nyalang.

Ali menatap tajam. Mencengkram kasar pergelangan tangannya.

"Jangan berani memisahkan Arif dengan Aqira" Bisiknya tajam ditelinga Rafa sebelum akhirnya keluar kamar membanting pintu dengan keras. Rafa tersenyum miring.

🍂🍂🍂

Rafa melayani semua orang malam ini. Mulai dari memasak, sampai menyajikan pun sendiri. Tak terkecuali Arif. Lelaki itu lebih senang diambilkan istrinya dari pada orang lain. Rafa menuangkan air putih disemua gelas. Sampai pada Bagian Arif. Lelaki itu berucap.

"Biar Aqira" Ucapnya datar, tanpa memandang Rafa yang terlihat sangat sabar. Dia tersenyum lantas memberikan tekonya pada Aqira.

"Al kenapa pulangnya sendiri? Kasihan Rafa nyusulin kamu siang siang pakai taxi?" Tanya mas Abi yang malah mendapat tatapan tajam dari bulek Mira.

"Nggak apa apa kok mas Abi, memang Rafa yang sengaja suruh kak Ali pulang duluan" Jawab Rafa diserta senyum menenangkan. Ali terlihat tak peduli. Dia melanjutkan makanya.

Semua orang baru saja meninggalkan ruang makan. Menyisakan Aqira yang memunguti beberapa piring kotor, Ditemani Arif yang juga ikut membantu.

Aqira menatap tajam saat Arif tiba-tiba mengambil alih pekerjaannya, mencuci piring yang ada diwestafel.

"Jangan gitu tatapannya" Pinta Arif dengan senyum tipis dibibirnya.

"Apa pantas seoarang istri membiarkan suaminya mengambil alih pekerjaan rumah, sedangkan istrinya hanya duduk diam memperhatikan?"

"Istriku sudah seharian mengurus rumah, aku tak mau melihatnya kelelahan seperti kemarin"

Arif terkekeh pelan mendengar Aqira mendengus sebal dengan jawabannya. Gadis yang duduk diatas meja dekat westafel itu lantas merebut alih piring bersih yang akan disusun Arif. Disusul beberapa peralatan dapur lainnya.

Westafel yang semula penuh kini telah bersih. Aqira tak sadar Arif sudah berdiri dihadapannya, saat tanganya masih sibuk menyusun beberapa sisa sendok. Aqira terkejut saat mendapati wajah Arif yang terlampau dekat denganya, membuat gadis itu menahan nafasnya. Arif justru terkekeh melihat wajah terkejut itu.

"Capek?" Tanya Aqira memecah keheningan. Tangannya perlahan terangkat, mengusap cipratan air dari wajah Arif. Lelaki itu menggeleng kecil. Membantu Aqira turun dari sana.

"Nggak akan. Apalagi kalau ditemani gini" Tegasnya. Keduanya melangkah keluar beriringan.

Terlalu sibuk, keduanya tak menyadari ada Rafa yang baru saja membuka kulkas, mengambil air dingin. Lalu tersenyum miring melihat Aqira akan berjalan kearahnya.

Hampir saja Aqira kehilangan keseimbangan. Untung Arif dengan cepat memegangnya. Rafa menahan kekesalannya karna tak berhasil membuat Aqira terjatuh. Arif menatap tajam Rafa yang kini tersenyum manis kearahnya.

🍂🍂🍂

Ali tak kaget melihat Rafa yang tiba-tiba sudah ada dihadapanya. Malam itu, seusai mereka bertengkar. Rafa mengirimkan pesan padanya.

Ali masih mengingat dengan jelas isi pesannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ali masih mengingat dengan jelas isi pesannya.

Rafa dengan tenang memasuki kamar.

"Jangan macam macam" Peringat Ali begitu melihat Rafa perlahan menutup pintu. Tersenyum misterius.

"Tenang kak, ini hanya permulaan. Masih ringan" Ujar Rafa membari duduk disudut ranjang, menghadap Ali.

Rafa membuka botol berisi minuman dingin. Meneguknya dengan santai. Seolah sedang membahas hal ringan.

"Bersiaplah kak, Aku akan memisahkan kedua orang yang begitu kamu sayangi" Rafa tersenyum miring lantas mematikan lampu setelah menyudahi minumnya.

Ali keluar kamar begitu lampu kamar padam. Dia ingin tau apa rencana Rafa. Ali benar benar tak mengerti dengan Rafa. Kenapa dia berubah menjadi seperti ini.

Ali berjalan menuju dapur disana dia melihat Arif juga tengah membuat secangkir kopi, sama seperti dirinya.

"Ayo, aku tunggu diluar" Arif berjalan lebih dulu. Ali mengangguk mendengar ajakan Arif.

Ali duduk diatas lantai, memerhatikan kepulan uap yang keluar dari cangkir kopinya. Angin berhembus lembut. Memeluk kulit dua orang lelaki yang mengenakan kaos hitam berlengan pendek tersebut.

Ali mulai menyulut rokoknya. Arif perlahan menyesap kopinya. Pandangan keduanya beradu.

"Seperti banyak pikiran Al?" Tebak Arif.

Ali tertawa sumbang. Menepikan rokoknya.

"Apa yang paling menyakitkan didunia ini?" Tanya Ali menatap Arif dengan serius.

"Karna yang menyakitkan untukku bukan berarti menyakitkan untukmu" Sahut Arif cepat.

"Benar Aqira gila padamu" Balas Ali yang terdengar tak nyambung ditelinga Arif.

Ali terkekeh melihat wajah Arif yang nampak kebingungan.

"Aku hanya ingin minta satu hal, jangan biarkan Aqira terluka" Tutur Ali dengan serius.

"Tanpa kamu minta pun, pasti akan kulakukan" Balas Arif. Ali tersenyum lega.

Malam itu, Biarlah Ali memendam segalanya sendiri. Tentang Aqira yang diincar Rafa. Tentang rencana Rafa untuk mendapatkan Arif. Dan tentang Rasa sakitnya, mencintai orang yang tak pernah selesai dengan masa lalunya.

AQIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang