9. Senjata makan tuan

20 6 0
                                    

Sebenarnya yang paling banyak menggunakan aula adalah santri putra. Hampir semua kegiatan dilakukan disana.
Beda dengan santriwati yang memiliki aula kecil yang baru dibangun didepan pondok.

"Qi kau mandi duluan saja" ujar Rafa saat aku mengambil handuk dari jemuran.

Aku hanya mengangguk.

"Setelah kamu selesai, nanti panggil Lia ya! "

"Iya Raf" jawabku singkat.

Lalu bergegas menuju kamar mandi keburu bel kedua. Aku mandi dengan cepat. Lalu segera keluar takut sudah ditunggu Lia diluar.

Aku baru selesai mengancingkan lengan tuniku. Tiba - tiba ada seseorang menghampiri didepan kamar.

"Ayo Qi, aku tunggu!" ujar seseorang dibalik pintu.

"Aku masih lama!" Jawabku.

"Aku tetap nunggu" kukuh Dira yang tak bisa diganggu gugat.

Aku jadi bingung sendiri. Kenapa dia mau menungguku?, Selesai. Tinggal memakai mukena dan mengambil kitab.

"Ayo" kataku saat sudah keluar kamar.

Dira dengan senang hati berjalan disisiku.
Kami berjalan santai menuju aula yang terdengar melantunkan sholawat. Suaranya tidak semerdu biasanya, namun cukup enak didengar ditelinga.

"Itu ngapain?" Tunjuku pada Dira saat kulihat Arif dan Ibnu berdiri disisi jalan yang akan kami lalui.

Dira tidak menjawab. Hanya tersenyum kearahku.

"Oh aku tau, itukan alasanmu mau menungguku" Tebaku.

"Iya Qi, maaf" jawabnya dengan cengengesan padaku.

"Tuh calon imamu ! suruh minggir sana. Ngalangin aja" Ketusnya padaku.

"Kenal aja enggak?" Jawabku sewot.

"Makanya kenalan!" Suruh Dira.

"Udahlah ayo nanti telat" kataku mengalihkan.

Kami melewati dua santriwan yang berdiri di ditepi jalan dengan wajah datar.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

"Sudah selesai belum?" Tanya Ibnu sedikit khawatir.

"Sebentar lagi" jawab Arif pendek.

Abah datang, dan bersiap memberikan instruksi kepada dua santri didepanya.

"Bagaimana Rif?" Ucap abah ingin tau.

"Alhamdulillah sudah selesai Yai"

"Bagus kalau gitu. sudah sana kembali kepondok, sebentar lagi jama'ah mau dimulai. Titah abah kepada kedua santrinya.

"Nggeh Yai" jawab Arif dan Ibnu bersamaan sambil menundukan kepalanya.

Lalu pamit dari hadapan Kyainya.

🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂

"Berhenti disini saja pak" kata seorang lelaki dibelakang yang diboncengnya.

Lelaki yang membonceng pun menghentikan laju motornya tepat didepan sebuah pelataran rumah sederhana.

Lelaki yang dibelakang pun turun beserta menyerahkan lembaran uang sepuluh ribuan dua.

"Terima kasih pak" ucapanya pada tukang ojek yang mengantarkan sampai rumah.

Situkang ojek hanya mengangguk lalu memutar balikan motornya. Kembali lagi mencari pelanggan.

AQIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang