Ini cerita tentang Riana yang diberikan dua pilihan oleh papanya karena sudah pusing menghadapi kelakuan anaknya yang setiap hari semakin menjadi-jadi. Pilihan tersebut yaitu, antara masuk pesantren atau dijodohkan.
Dengan berat hati Riana memilih...
Faiz membalikan tubuhnya kemudian menjulurkan tangannya kepada gadis yang sedang menatap ia dengan bingung.
"Apa?" tanya Riana.
"Salim."
Riana mengambil tangan laki-laki itu lalu mengecupnya cepat sebelum mengalihkan pandangannya ke arah lain, yang penting tidak menatap Faiz.
Faiz tersenyum tipis. Dia berdiri untuk mengambil iqra kemudian duduk kembali di hadapan Riana. "Ngaji kamu udah sampai mana?"
Riana mengambil iqra itu lalu menunjukan di mana ia mengaji sekarang.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Faiz menatap halaman tersebut sebentar sebelum mengangguk maklum. Maklum kalau Riana baru sampai situ karena gadis itu sudah dipastikan sering membolos mengaji. Padahal terakhir mengaji dengannya dibagian (ر) dan waktu itu sudah terlewat beberapa minggu.
"Baca bismillah dulu," perintah Faiz yang dituruti Riana.
"Ka, ho-"
"Kho!" koreksi Faiz.
"Ho."
"Kho!"
"Kho, qo, ka, ko, kho..." Riana terus membaca huruf perhuruf di halaman itu walau sesekali membacanya dengan ragu karena takut salah.
"Sa-"
"Itu sya!"
Riana mengangguk paham kemudian kembali melanjutkannya dengan benar.
"Da-"
"Dza!" Faiz terus mengoreksi ketika gadis itu salah mengucapkan.
Riana menghela napas lelah. "Dzaaaa," sahut Riana sengaja memanjangkannya dengan suara lemas.
"Sa-"
"Bacanya bukan gitu!"
Riana menatap laki-laki di hadapannya dengan kesal. "Terus gimana!?"
"Tsa, bukan sa."
"Sa."
"Tsa!" kali ini Faiz menegaskan koreksinya agar Riana paham dan tidak salah mengucapkan.
"Ck."
"Buruan!" desak Faiz.
"Sa." Berkali-kali gadis itu tetap salah mengucapkan padahal matanya terus menatap mulut Faiz agar mulutnya juga benar mengucapkan.