04. My Neighbour

281 27 0
                                    

Chapter Unlocked🔓
.
.
.
.

Tak terasa, ternyata hari telah beranjak gelap. Dua menit yang lalu, Iva telah sampai di depan rumahnya. Sehat, selamat, tanpa kurang suatu apa. Rupanya Juna cukup mahir membawa kendaraan beroda dua tersebut. Karena selama yang Iva tahu, Juna lebih sering dibonceng kakaknya. Namun ia ingat, jika Kaivan tengah menjalani masa prakerin sejak dua bulan yang lalu.

Iva mengembalikan helm berwarna hitam dengan stiker Sinchan tersebut kembali pada pemiliknya. Di saat para adam lain lebih memilih memasang stiker hewan buas atau tengkorak, tapi Juna malah lebih memilih Sinchan. Fix, dia bucin akut sama kartun masa kecilnya itu.

Sambil sedikit menata rambutnya yang acak-acakan, Iva menatap Juna.

"Thank's, Jun," ucap Iva.

Juna mengangguk sebagai jawaban. Baru saja ia hendak pulang menuju rumahnya, Juna malah teringat sesuatu.

"Ah ... gua lupa, sempol tadi lo yang bayar 'kan, ya? Berapa yang harus gua ganti?" tanya Juna.

"Nggak usah." Iva menolaknya dengan halus. Mengundang kernyitan bingung dari Juna.

Tiba-tiba Juna terkekeh. "Kenapa? Gua sanggup 'kok kalo cuma bayar segitu," celotehnya.

"Bukan gitu, toh gue juga ikhlas. Anggap aja traktiran dari gue, biaya ongkos nebeng mungkin?"

"Berasa jadi abang ojol gua."

"Cocok, sih."

Sabar Juna ... kalo frustasi gaplok aja kepalanya pake knalpot. Mana Iva ketawanya renyah banget lagi kayak rengginang.

"Ya udah, lain kali gantian gua yang traktir, deh."

"Serius gak pa---"

"Gua maksa."

Iva menghembuskan nafasnya kasar. Juna 'tuh kadang suka maksa. Baiklah, tak ada pilihan selain menerimanya bukan. Ia pun mengangguk, setuju dengan tawaran Juna.

Setelah itu, Juna pun menjalankan motornya, memasuki sebuah pekarangan rumah minimalis yang merupakan tempat tinggalnya. Hanya berjarak beberapa meter dari rumah Iva, karena dipisahkan oleh jalanan. Bahkan ia bisa melihat dengan jelas jendela kamar Juna dari atas balkon rumahnya.

Gadis dengan rok abu-abu selutut itu melangkah masuk, melewati gerbang pembatas antara jalanan dan area rumahnya, karena hari telah beranjak gelap. Adzan maghrib pun telah berkumandang. Iva ingin segera membersihkan badan, sekaligus mengistirahatkan pikiran dari beban mengenai mantan.

"Bahagia, hm? Kita liat, sampe mana lo bertahan Zehra."


***


Prastio Hartanto, hampir semua orang mengenalnya. Pengusaha besar yang sukses di bidang konstruksi itu begitu dikenal di tengah khalayak ramai. Bayangkan saja, bisnisnya sekarang bukan hanya ada di Indonesia. Tapi sudah merambah ke Singapura dan Filipina. Entah seberapa membeludaknya isi saldo ayahnya Ivanka tersebut.

Belum lagi dengan status Prastio yang sebagai duda tajir melintir. Meskipun usianya telah menginjak kepala empat, sedikit pun tak mampu melunturkan ketampanannya. Prastio Hartanto tetap tampan dari segi apapun.

Namun semenjak istrinya meninggal 16 tahun yang lalu, Prastio tak pernah sekalipun berniat menikah kembali. Jangankan mencari pasangan, berdekatan dengan perempuan lain pun rasanya Iva tak pernah lihat. Iva memang tak pernah keberatan jikalau ayahnya itu memberikannya ibu sambung. Hanya saja, sepertinya sang ayah menginginkan pernikahan sekali seumur hidupnya.

SKÈOLOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang