Chapter Unlocked🔓
.
.
.
.
Selama seharian penuh Iva di sibukkan oleh berbagai macam kegiatan pramuka. Contohnya tadi siang, ia harus merelakan dirinya berdiri selama berjam-jam di bawah teriknya matahari hanya untuk mengikuti kegiatan baris berbaris. Awalnya Iva kira bakalan mudah, toh ia enggak se-awam itu buat bedain mana kiri dan kanan. Tapi yang namanya baris, udah jelas enggak asal gerak.Alhasil Iva terkena teguran beberapa kali, khususnya di awal. Gerakannya lebih mirip robot kurang oli, mana enggak sesuai hitungan lagi. Posisi hormat bendera aja dia sampe dibenerin tiga kali, gara-gara sudut siku-sikunya ketinggian atau kerendahan. Untung pembimbingnya sabar bukan main, mana gantengnya masyaallah lagi. Setahu Iva dia adalah pengurus ambalan angkatan tahun lalu, yang katanya pernah membawa kemenangan untuk SMK Brawijaya sewaktu lomba pasukan tongkat. Kebayang, dong kharismanya sekeren apa. Yah, walaupun endingnya Iva tetep kena sindir juga.
Memang melelahkan, tapi percaya atau tidak ia menyukainya.
Tak terasa mentari kian meredup. Peserta yang berjumlah 30 orang itu kini tengah sibuk bermain games di lapangan. Membentuk lima orang anggota di setiap kelompok dengan seorang senior di tengah-tengah sebagai pengatur jalannya permainan.
Aturannya sederhana. Setiap regu akan mengambil posisi berjongkok, lalu memutuskan sebuah negara untuk nama kelompok mereka. Jika negara yang mereka gunakan disebut kelompok lain, maka mereka harus berdiri sambil meneriakan siap, ya, tembak, dor secara berurutan. Dan anggota paling belakang harus meneriakan nama kelompok lain untuk melakukan hal yang serupa. Apabila di suatu kelompok keliru mengucapkan nama, ataupun terlambat merespon, maka regu tersebut dianggap kalah. Kemudian untuk regu yang paling lama bertahan, akan dianggap sebagai pemenangnya.
Dua kubu tersisa masih berjuang keras untuk memenangkan permainan. Tak peduli rasa lelah yang kian menghampiri, mereka tetap melanjutkannya. Salah satunya Iva. Suaranya nyaris serak karena terus berteriak sambil melompat dan berjongkok kembali selama berulang kali. Belum lagi posisinya yang berada di belakang Lily, alias paling ujung. Iva harus menyebut nama kelompok lawan.
Sialnya lagi, si Junaedi lagi-lagi menjadi rivalnya.
Membuat Iva semakin ingin mengalahkannya.
Sekotak penuh wafer kuning favoritnya itu harus jatuh ke tangannya.
"THAILAND!" teriak Iva.
Juna langsung bangkit. "SIAP!"
"YA!" Sakya menimpali.
"TEMBAK!"
"I LOVE YOU!"
Gavin refleks menutup mulutnya yang salah mengucapkan kata. Namun terlambat, karena dari depan Ezra sudah menerjang dirinya untuk menghadiahi Gavin dengan sejuta pukulan.
Lain halnya dengan regu Iva yang langsung bersorak kegirangan karena telah berhasil memenangkan permainan. Sekotak wafer keju itu pun berhasil mereka dapatkan.
Selain Lily, Dira juga ikut dalam tim-nya. Perempuan yang memberikan salah satu makan siangnya pada Iva itu tampak berbeda dengan saat terakhir kali mereka bersama. Ketika Iva menyinggung soal Seline, dengan lugas Dira mengatakan jika dia bukanlah temannya. Namuan selebihnya Dira tak menjelaskan apapun, malah ia buru-buru menyudahi makannya dan segera pamit dengan alasan ingin membeli minuman.
Curiga? Memang. Tapi Iva tak mau ambil pusing dan berpikir jika itu mungkin ada sangkut pautnya dengan Dona.
"Mending pake nama hewan gak, sih?" Lily tiba-tiba mengeluarkan sebuah ide.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKÈOLOVE
Teen Fiction"Mimpi apa gua, kalo sampe bisa suka sama cewek jadi-jadian bau kemenyan kayak si Ijah." "Gua nggak budeg, ya Juned. Mulutnya kok lemes banget, sih? Kek ngode minta dicium pantat kebo. Suka mah suka aja kali, bukannya malah nyari kerusuhan padahal...